jpnn.com - JAKARTA - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rizal Ramli mendesak pemerintah segera melakukan pengaturan yang lebih ketat terkait utang luar negeri, khususnya yang dilakukan swasta. Menurutnya, sudah saatnya ada ketentuan yang mengharuskan pembayaran hasil ekspor mengendap di dalam negeri dalam jangka waktu tertentu sehingga bisa memperkuat cadangan devisa nasional.
“Harus ada peraturan yang mengawasi utang luar negeri swasta. Kalau ada pengusaha-pengusaha besar yang bermasalah, pemerintah pasti langsung turun tangan membantu. Padahal, tindakan tersebut bisa membahayakan perekonomian nasional. Sebaliknya, kalau yang bermasalah UKM, pemerintah seperti menutup mata dan tidak peduli,” kata Rizal kepada wartawan di Kantor Kadin, Jakarta, Selasa (26/11).
BACA JUGA: Dibangun 100 Rumah untuk Personil Polres Raja Ampat
Mantan Menko Ekuin itu menambahkan, longgarnya aturan tentang utang luar negeri menjadi penyebab utama tidak terkendalinya swasta dalam mencari pinjaman dari negara lain. Di tengah makin merosotnya nilai tukar rupiah, utang luar negeri dalam bentuk mata uang asing bisa membahayakan pengusaha swasta, terutama yang bisnisnya mendapat revenue dalam denominasi rupiah.
Merujuk pada situs resmi Bank Indonesia (BI), sampai akhir September 2013 lalu utang luar negeri Indonesia yang segera jatuh tempo mencapai USD 47 miliar. Dengan kurs USD setara Rp 11.722, maka jumlah utang yang jatuh tempo itu senilai Rp 552 triliun atau 18,1 persen dari total utang luar negeri Indonesia yang mencapai USD 259,9 miliar atau senilai Rp 3.046 triliun!
BACA JUGA: Pelindo III Dapat Pinjaman Rp 1,2 triliun dari Bank London
Karenanya Rizal meminta pemerintah dan BI harus mampu mengelola devisa dengan efektif dan efisien. "Caranya, endapkan devisa hasil ekspor (DHE) untuk beberapa waktu tertentu. Ini akan sangat membantu dalam mengelola nilai tukar. DHE akan menambah pasokan dolar ke dalam negeri yang berarti menaikkan cadangan devisa,” katanya.
Diakuinya, sebetulnya Indonesia sudah memiliki Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 13/20/PBI/2011 tentang Penerimaan DHE dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri. Namun, kata Rizal, etentuan yang diatur dalam PBI itu masih sangat longgar.
BACA JUGA: Pelemahan Rupiah Hingga Akhir Tahun
" Akibatnya, laju pertumbuhan utang luar negeri swasta sangat tinggi. Sebaliknya, arus masuk devisa justru sangat lambat," tegasnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Minta BUMN Sisir Lokasi Sekitar Kereta Api
Redaktur : Tim Redaksi