jpnn.com - PONTIANAK - Kasus pengadaan lahan untuk pembangunan kantor Bupati Kapuas Hulu akhirnya menyeret pejabat setempat sebagai tersangka. Ya, terkait kasus yang diperkirakan merugikan negara Rp 1,6 miliar itu, Kejaksaan Tinggi Kalbar telah menahan Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kapuas Hulu, RA Sungkalang.
Asisten Pidana Khusus Kejati Kalbar, Didik Istiyanta mengatakan, penahanan terhadap RA menyusul pengembangan kasus penyimpangan pembebasan lahan milik masyarakat adat di Desa Pala Pulau, Kecamatan Putussibau Kabupaten Kapuas Hulu untuk pembangunan kantor Bupati Kapuas Hulu tahun anggaran 2006.
BACA JUGA: Truk Tangki di Pekanbaru Meledak, 1 Tewas
Dalam perkara tersebut, tersangka yang merupakan mantan Asisten I Bupati Kapuas Hulu tersebut berperan sebagai Tim Sembilan untuk pengadaan lahan.
“Yang bersangkutan masuk dalam kepanitiaan Tim Sembilan. Dia ditunjuk sebagai Sekertaris I Panitia Tim Sembilan,” kata Didik di depan sejumlah wartawan seperti dilansir Pontianak Post (Grup JPNN), Selasa (9/9).
BACA JUGA: Terlibat Suap, Kasat Narkoba Polres Melawai Dicopot
Dikatakan Didik, RA sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka menyusul penahanan dua tersangka lainnya, Dnl alias Atg, pengusaha asal Kapuas Hulu dan AH, Kepala Desa Pala Pulau yang kini sudah meringkuk di Rumah Tahanan Kelas IIA Pontianak.
“Dengan ditahannya RA ini berarti Kejati Kalbar sudah menahan tiga tersangka. Ada kemungkinan tersangka baru dalam perkara tersebut,” terangnya.
Ditetapkannya RA sebagai tersangka, setelah pihak penyidik melakukan memanggil terhadapnya. Namun waktu itu, yang bersangkutan tidak hadir dalam panggilan tersebut karena alasan sakit.
BACA JUGA: Satu Penganiaya Anggota Dalmas Polda Ditangkap
“Yang bersangkutan kami panggil, tapi tidak datang karena alasan sakit. Kami pun mengecek ke rumah sakit dimana tersangka dirawat, setelah dicek ternyata benar. Yang bersangkutan di rawat di salah satu rumah sakit,” terang Didik.
Senin (8/9) kemarin, yang bersangkutan resmi ditahan tim penyidik Kejati Kalbar. Dengan mengenakan pakaian batik, RA dibawa ke dengan mobil operasional Kejaksaan Tinggi Kalbar dengan kawalan ketat pihak kejaksaan dan aparat kepolisian.
Selain menahan tiga orang tersangka, Kejati Kalbar juga sudah memeriksa sejumlah saksi, salah satunya mantan mantan Bupati Kapuas Hulu dua periode 2000-2010, Abang Tambul Husein, berkaitan dengan keterlibatan dirinya dalam kepanitiaan pembebasan tanah adat tersebut.
“Yang bersangkutan sudah kami periksa hari Senin (4/8) lalu. Dia menjabat sebagai Ketua tim Sembilan. Dan sejauh ini statusnya masih saksi,” kata Didik.
Di tempat terpisah, tim penasehat hukum tersangka RA, Tobias Ranggi mengatakan, ada anggapan bahwa tanah tersebut merupakan tanah negara. Namun kenyataannya tanah tersebut merupakan tanah milik adat Dayak Iban yang digarap sejak tahun 1950-an.
“Kalau kami di sana tidak mengenal ganti rugi garapan, yang dikenal itu ganti rugi tanah. Sejak hutan itu dibuka oleh orang yang bersangkutan, dia memiliki hak penuh, meskipun tidak memiliki surat. Sudut pandang ini lah yang berbeda dengan para penegak hukum,” kata Tobias Ranggi didampingi tim kuasa yang lain, kemarin.
Sekarang persoalannya, lanjut Tobias, negara lebih dulu atau adat yang lebih dulu. “Kan masyarakat itu sudah terbentuk dari dulu dan negara tidak menghargai adat setempat kalau begitu. Nah namun demikian, kami masih mendalami perkara ini, apakah semata-mata karena itu atau ada hal yang lain? Sehingga ini dikatakan bahwa terjadi tindak pidana korupsi. Sebab di dalam surat panggilannya tidak tertera satu kata pun mengatakan tindak pidana korupsi sehubungan dengan pembebasan tanah masyarakat adat Dayak Taman. Kalau persoalan itu kan persoalan perdata, siapa yang memiliki tanah itu, orang Taman atau orang Iban?” tanyanya.
Menurutnya, surat panggilan seharusnya disesuaikan dengan materi pokok sebenarnya. ”Pasal mana yang dilanggar itu yang harus disebutkan. Jaksa tidak menyebutkan itu. Kami kecewa dengan model penahanan seperti ini,” jelasnya.
Dari Kapuas Hulu, tidak kurang dari 300 orang masyarakat Dayak Iban mendatangi kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Putussibau untuk beraudensi dan menggelar ritual adat dengan memotong seekor babi. Masyarakat Dayak Iban yang merasa berhak atas status tanah tersebut, selain menggelar ritual adat di halaman kantor Kejari Putussibau juga menggelar orasi dan berdialog langsung dengan Kajari Putussibau Rudi Hidayat SH yang di dampingi Heri SH, Kasi Pidsus.
“Ritual ini adalah sumpah-sumpah atau jampi-jampi, yang artinya kalau penegakan hukum terkait masalah ini tidak benar, yang melakukannya akan dimakan oleh sumpah, sebanyak tujuh keturunan ke depan. Upaya ini untuk menegaskan agar upaya penegakan hukum betul-betul baik,” tutur Edi BS, koordinator aksi audiensi.
Edi mengaskan, ritual sumpah dilakukan pihaknya lantaran hak adat orang Iban tidak lagi diakui keberadaanya. Tanah yang dimiliki masyarakat Iban justru dinyatakan sebagai tanah negara oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat.(arf/aan/pontianak post/ris)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Bisa Berenang, Amoy Tewas Tenggelam
Redaktur : Tim Redaksi