jpnn.com - KAESANG Pangarep menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Gumeng, desa terpencil di tengah hutan dan tanpa sinyal telepon. Seperti peserta lain, putra Presiden Jokowi itu harus makan, minum, dan tidur di rumah orang tua asuh.
RISTA R. CAHAYANINGRUM-RIZAL AMRULLOH, Mojokerto
BACA JUGA: Kisah si Cantik yang Diperkosa Tiga Pria di Tempat Pencucian Mobil
SEBUAH palang terpasang di pintu masuk desa. Kertas bertulisan ”tamu harap lapor” yang dilaminating digantung persis di tengah.
Beberapa pria yang berkerumun di pinggir jalan memandang lekat mobil yang dinaiki Jawa Pos. ”Mau ke mana, Mas, Mbak?” tanya salah seorang di antaranya yang datang menghampiri.
BACA JUGA: Tinggalkan Warisan Race & Care untuk Surabaya
Suaranya sebenarnya pelan. Tapi, di Gumeng, desa di kaki Gunung Anjasmoro, yang kanan-kirinya hutan dan tebing, suara sepelan apa pun pasti terdengar jelas.
Lewat negosiasi singkat, KTP harus ditinggal jika ingin masuk ke desa. Lega... tapi cuma sebentar. Tepat ketika balai desa sudah ada di depan mata, beberapa pria lain menghentikan kami. Lagi.
BACA JUGA: Terbongkar! Sudah Setahun Seranjang, Ternyata sama-sama Perempuan
Selebihnya seperti rekaman video yang di-rewind. Pertanyaan serupa. Jawaban yang sama. Negosiasi yang diulang. Hanya hasilnya yang beda: Kami harus minta izin dulu kepada Pemerintah Kabupaten Mojokerto.
Artinya, balik badan 10 kilometer ke kota Kecamatan Gondang untuk mencari sinyal. Jawa Pos Radar Mojokerto yang mencoba masuk Gumeng kemudian bernasib sama.
Tapi, wajar sebenarnya kalau desa di pelosok Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto, itu kemarin (15/7) seperti ”hobi” menghentikan orang luar. Desa berpenghuni 146 kepala keluarga tersebut tengah kedatangan tamu istimewa: putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep.
Sampai 4 Agustus mendatang, mahasiswa Singapore Institute of Management (SIM) itu dan puluhan mahasiswa dari berbagai negara tinggal di Gumeng. Mereka bagian dari Community Outreach Program (COP), semacam KKN atau kuliah kerja nyata yang diselenggarakan Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya di Kabupaten Mojokerto.
Total, COP diikuti 201 mahasiswa dari 15 perguruan tinggi di 9 negara. Sebanyak 141 mahasiswa di antaranya berasal dari perguruan tinggi di luar Indonesia serta sisanya mahasiswa UK Petra dan UK Widya Mandira, Kupang, Nusa Tenggara Timur. Mereka disebar ke enam kelompok di enam desa di Kecamatan Gondang dan Jatirejo.
Menurut Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UK Petra Herri Christian Palit, pendaftaran COP dilakukan secara online. Pihak LPPM UK Petra mengirim dulu surat pemberitahuan yang terkait dengan kegiatan tersebut berikut kuota tiap perguruan tinggi.
Nah, pihak universitas yang menyosialisasikan kepada mahasiswa dan mengadakan seleksi. Nama-nama peserta yang lolos seleksi akan dikirim ke UK Petra. ”Kami tahu Mas Kaesang ikut program itu juga dari hasil seleksi yang dikirimkan SIM University, Singapura,” ujarnya.
Herri mengaku, UK Petra jelas senang dan bangga ketika mengetahui bahwa putra orang nomor satu di Indonesia itu mengikuti kegiatan COP. Meski begitu, dia menegaskan bahwa panitia COP tidak memberikan perlakuan istimewa kepada Kaesang. Semua diperlakukan sama.
”Mulai makan, minum, hingga tidur ya di rumah orang tua asuh. Mereka tidak boleh menolak makanan yang dimasak tuan rumah,” imbuh Herri.
Saat pelepasan di markas UK Petra di Surabaya dan Pendapa Pemkab Mojokerto, Kaesang juga terlihat sekali menolak diistimewakan. Dia membaur dengan peserta lain.
Tapi, tetap saja kehadiran seorang putra presiden di daerah seterpencil itu tak pelak ”menghebohkan”. ”Cling,” Gumeng pun seperti tiba-tiba saja muncul di peta.
Dari desa yang sebelumnya mungkin hanya dikenal warga desa sebelahnya, tiba-tiba jadi sorotan luas media dan masyarakat. Aparat keamanan berjaga sejak tapal batas. Petugas kesehatan lalu-lalang.
Mungkin Gumeng hari-hari ini tak ubahnya Leicester yang mendadak dikenal orang setelah klub sepak bolanya menjuarai Premier League Inggris. Dan, Kaesang adalah Jamie Vardy-nya.
Dari Terminal Mojokerto, Gumeng berjarak lebih dari 30 kilometer. Melewati jalan raya menuju Pacet, destinasi wisata andalan Mojokerto. Lalu berbelok ke kanan.
Jalanan menuju Gumeng sempit. Seandainya ada dua mobil berpapasan, satu harus berhenti. Kemarin, sepanjang perjalanan dari jalan raya menuju Gumeng, selain hutan dan jurang, di beberapa titik tampak satu–dua orang yang duduk di sepeda motor sambil menyorongkan ponsel ke atas. Mencari sinyal.
Pintu masuk ke Gumeng ya hanya dari arah jalan raya menuju Pacet itu. Mungkin karena pertimbangan itu pula Kaesang ditempatkan di sana. Agar secara pengamanan lebih mudah.
Sekretaris Militer Presiden Marsekal Muda Hadi Tjahjanto hingga tadi malam belum bisa dikonfirmasi perihal prosedur pengamanan Kaesang, khususnya saat berada di luar Jakarta. Tapi, mengacu ke PP Nomor 59 Tahun 2013 tentang Pengamanan Presiden dan Wapres, Mantan Presiden dan Wapres Beserta Keluarganya, dan Tamu Setingkat Kepala Negara atau Pemerintah, sebagai anak presiden Kaesang memang wajib mendapat pengawalan dari Paspampres.
Kaesang mendapat tiga jenis pengamanan. Yakni, pengamanan pribadi dan kegiatan serta pengawalan. Dalam PP itu, pengamanan pribadi terhadap Kaesang dilakukan oleh Paspampres. Namun, tidak spesifik disebutkan apakah harus melekat seperti presiden.
Paspampres juga mengawal dan mengamankan semua kegiatan Kaesang di dalam maupun luar negeri. Hanya, saat tidak berada di Jakarta, penanganan dibantu oleh satuan wilayah setempat, dalam hal ini kodam dengan koordinasi Polri.
Seperti disampaikan Herri, mantan Kepala Desa Gumeng Sujoko juga membenarkan bahwa Kaesang dan semua mahasiswa lain harus memenuhi kebutuhan hidup secara mandiri. Mereka menginap di rumah warga yang telah ditentukan oleh panitia. Tiap rumah menampung dua mahasiswa.
”Untuk makan, harus mengikuti menu di rumah yang ditinggali. Urusan mencuci pakaian pun, juga tidak boleh dicucikan,’’ kata Joko –sapaan Sujoko– kepada Jawa Pos Radar Mojokerto.
Herri juga menjelaskan peraturan lain kegiatan COP. Yakni, mahasiswa bekerja delapan jam sehari. Sebab, pada hari ke-21 seluruh program kerja mesti tuntas.
Selama 21 hari itu, para peserta akan mengerjakan proyek fisik dan nonfisik dengan penduduk setempat. Untuk Desa Gumeng, ada lima program fisik dan tiga program nonfisik.
Program fisiknya, di antaranya, pembenahan sistem distribusi air, pembangunan gapura, dan pembangunan teras gedung PAUD. ”Nantinya Mas Kaesang juga akan ikut pasang-pasang pipa,” ucap Herri.
Joko menambahkan, dibutuhkan ratusan meter pipa untuk mengalirkan air dari bak penampungan utama menuju beberapa titik lokasi. Dari titik-titik itulah selanjutnya air disalurkan ke rumah-rumah warga.
Pengerjaannya bersama-sama, mahasiswa dan warga. ”Air di sini sebenarnya melimpah. Tapi, hanya dari penampungan induk ke penampungan utama. Yang menuju ke rumah warga belum ada,” katanya.
Tapi, yang bukan warga Gumeng ya jangan berharap bisa menyaksikan Kaesang ”pasang-pasang pipa”. Petra baru akan mengajak media berkunjung ke sana pada 25 Juli. Dan, hanya pada hari itu pula Kaesang bersedia ditemui wartawan. (*/JPG/abi/c11/ttg)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Hebat di Balik Gelar Ganda Paduan Suara Anak Indonesia di Italia
Redaktur : Tim Redaksi