jpnn.com, SURABAYA - Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Jawa Timur Tjahjono Haryono mengatakan, tahun lalu jumlah usaha kuliner di Jatim tumbuh 20 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Menurut Tjahjono, kenaikan tersebut tidak hanya diisi restoran luar negeri, tetapi juga domestik.
BACA JUGA: 2 Penyebab Utama Penjualan di Kafe dan Restoran Menurun
”Meskipun jumlahnya naik, hasil penjualannya masih terbilang stagnan atau belum maksimal karena ada faktor kenaikan biaya. Mulai upah karyawan, sewa mal, sampai service charge,” tutur Tjahjono, Rabu (20/2).
Menurut Tjahjono, biaya-biaya itulah yang akhirnya menggerus margin. Akibatnya, terjadi penurunan pendapatan, terutama untuk kafe dan restoran segmen menengah ke atas.
BACA JUGA: Bisnis Kafe dan Restoran Terimbas Kuliner Online
Selain itu, tren konsumen saat ini agak mengurangi biaya kuliner. Misalnya, yang biasanya Rp 100 ribu per orang kini menjadi Rp 75 ribu.
Kecuali saat momen hari raya keagamaan yang tingkat konsumsinya bisa naik 30 persen jika dibandingkan dengan hari biasa.
BACA JUGA: Kreativitas Kunci Sukses Bisnis Restoran
”Sebenarnya banyak tantangan yang harus diselesaikan. Namun, potensi industri kuliner dianggap masih terbuka lebar sehingga banyak yang berkecimpung di bisnis ini,” jelas Tjahjono.
Sementara itu, pengusaha restoran Jawa Timur kini didorong untuk memanfaatkan teknologi dalam mengembangkan bisnis.
Hal tersebut perlu dilakukan seiring dengan revolusi industri 4.0. CEO Meeber Teknologi Rudy Hartawan mengatakan, beberapa masalah yang sering muncul di industri restoran.
Di antaranya, masih sedikit SDM yang memiliki kualitas mumpuni, biaya operasional yang tinggi atas gaji karyawan, dan sulitnya penerapan training yang konsisten sehingga berdampak pada pemeliharaan kualitas pelayanan.
”Nah, jawaban untuk mengatasi itu semua adalah teknologi,” kata Rudy. (car/c7/oki)
Redaktur : Tim Redaksi