Kafir dan Domba, No Problem

Senin, 04 Maret 2019 – 05:50 WIB
Majelis Ulama Indonesia (MUI). Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Rekomendasi Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019 agar tidak menggunakan sebutan kafir kepada nonmuslim memicu perdebatan.

Ketua MUI KH Muhyiddin Junaidi mengatakan, MUI akan mengkaji lebih dahulu soal rekomendasi bathsul masail NU tersebut.

BACA JUGA: Fahri Hamzah : Enggak Ada Istilah Kafir Dalam UU dan Konstitusi Indonesia

Meskipun demikian, Muhyiddin mengingatkan bahwa kata kafir merupakan bahasa agama. Setiap agama memiliki istilah masing-masing untuk menyebut kaum di luar agama tersebut.

Dia menjelaskan, dalam terminologi Islam ada tiga jenis orang yang disebut oleh alquran. Yakni, mukmin, kafir, dan munafik. ’’Bagi umat Islam, orang yang tidak beriman (kepada Allah SWT) ya kafir. Itu terminologi agama,’’ lanjutnya.

BACA JUGA: Tiga Jenis Orang yang Disebut di Alquran: Mukmin, Kafir, Munafik

Karena itulah di dalam alquran ada surat yang menggambarkannya. Al Mu’minun, Al Kafirun, dan Al Munafiqun.

(Bacalah: Enggak Ada Istilah Kafir Dalam UU dan Konstitusi Indonesia)

BACA JUGA: Penjelasan Ketum PBNU soal Larangan Menyebut Nonmuslim Kafir

Kemungkinan, lanjut, dia, ada bahasa sosiologis yang dibuat dengan maksud tertentu. Misalnya mengurangi tensi politik, mengingat saat ini adalah tahun politik. Maka dicari istilah yang lebih halus.

’’Di waktu yang sama, kita harus tahu bahwa orang Kristen pun menyebut kita gembala (domba) yang tersesat, dan kita no problem,’’ tutur Muhyidin seperti diberitakan Jawa Pos.

Karena itu, menurut dia bila landasan penyebutan nonmuslim itu adalah kemasyarakatan, tidak cocok. MUI akan mengkaji dulu sebetulnya apa yang dimaksudkan oleh bathsul masail. Namun, bila merujuk pada alquran, maka sebutannya sudah jelas, mukmin, kafir, dan munafik. Orang munafik bisa berasal dari orang mukmin maupun orang kafir.

Pada zaman Nabi Muhammad, lanjutnya, penyebutannya adalah kuffar Quraisy. Karena ada Quraisy yang Muslim. Penyebutannya bukan nonmuslim.

Di alquran pun jelas, wahai orang–orang kafir, bukan wahai orang-orang nonmuslim. ’’Jadi saya kurang setuju kalau memang kafir itu harus diganti dengan berbagai macam alasan. Karena itu adalah terminologi agama yang sudah baku,’’ ucapnya.

Pihaknya akan membaca dulu rekomendasi itu dengan seksama. ’’Apa referensinya. Karena yang saya baca sementara itu adalah citizenship,’’ jelas alumnus Universitas Islam Libya itu. Tidak hanya soal kafir, namun juga rekomendasi-rekomendasi lainnya. (byu)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Respons Maruf Amin soal Rekomendasi NU terkait Penyebutan Kafir


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Kafir   MUI   Nahdlatul Ulama  

Terpopuler