Penjelasan Ketum PBNU soal Larangan Menyebut Nonmuslim Kafir

Minggu, 03 Maret 2019 – 07:56 WIB
Kiai Said Aqil Siroj. Foto: Elfany Kurniawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019 untuk tidak menyebut orang nonmuslim sebagai kafir menimbulkan pro dan kontra. Namun, PBNU menyatakan bahwa keputusan ini lebih bersifat ajakan.

Sekjen PBNU Ach. Helmy Faishal Zaini mengungkapkan bahwa keputusan ini merupakan respons atas suatu kondisi di masyarakat yang cenderung sangat mudah untuk mengafir-kafirkan orang lain.

BACA JUGA: Respons Maruf Amin soal Rekomendasi NU terkait Penyebutan Kafir

"Bukan hanya kepada nonmuslim, tapi juga kepada sesama muslim yang berbeda jalan dalam perjuangan. Saya sama Kiai Said (ketum PBNU,Red) juga bolak balik dikafir-kafirkan orang," kata Helmy pada Jawa Pos seusai penutupan Munas.

Helmy mengatakan NU ingin meluruskan pemahaman kafir yang selama ini berkembang. Keputusan Bahtsul Masa'il kata Helmy adalah sebentuk respons ulama terhadap konsep kewarganegaraan di negara bangsa yang dianut oleh Indonesia.

BACA JUGA: Jangan Sebut Kafir pada Warga Nonmuslim

BACA JUGA: Jangan Sebut Kafir pada Warga Nonmuslim

Mantan Menteri Desa ini menuturkan bahwa konsep negara yang dinaut oleh Indonesia adalah darussalam, maka apa yang menjadi keputusan terkait konsensus nasional, harus ditaati oleh siapapun dan oleh agama apapun.

BACA JUGA: Di Balik Keputusan NU soal Penyebutan Kafir

"Maka dalam konteks itu tidak ada dikotomi muslim - kafir, makanya ada konsep muwatonah dan citizenship," jelasnya.

Dalam pembahasan Bahtsul Masail, Helmy menyebut para ulama sudah menyebutkan dalam sejarah Islam. Nabi Muhammad menyebut mereka yang beragama dengan ahlulkitab, mereka yang tidak bertuhan dan tidak beragama, merekalah yang disebut kafir.

Helmy mengatakan keputusan ini akan disosialisasikan secara luas. Tujuanya adalah mengajak untuk mengubah cara pandang dalam melihat saudara non muslim sebagai saudara sebangsa. Apalagi dalam konteks muamalah.

"Kita saling butuh. Mau beli beras misalnya yang jual Tionghoa, ya tetap kita beli. Sebaliknya kalau toko beras lagi membangun, perlu tukang atau semen, yang jual Haji Abidin kan ya juga butuh. Masa beli beras harus cari yang satu agama," paparnya .

Helmy juga menegaskan bahwa keputusan Munas ini tidak dalam rangka mengubah atau menghapus konsep kafir yang ada di Alquran. "Ini kan belum belum sudah ada hoaksnya, katanya NU mau menghapus Surah al-Kaafirun, salah lagi (NU,red)," katanya.

Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siroj mengungkapkan, dalam konteks pemerintahan negara bangsa yang dikenal dengan istilah muwathonah atau citizenship, tidak dikenal istilah kafir.

"Seluruh warga negara memiliki hak yang sama di hadapan konstitusi," katanya dalam pidato sambutannya dalam penutupan Munas, Jumat (1/3).

Said menyandarkan pendapatnya pada sejarah nabi. Saat periode Makkah, istilah kafir dialamatkan pada penduduk mekkah yang masih menyembah berhala alias penganut Paganisme, animisme, klenik dan gnostik yang tidak memiliki kitab suci

Pascahijrah di periode Madinah, tidak ditemui lagi istilah kafir bagi penduduk Madinah yang tidak memeluk Islam. "Padahal, di Madinah sendiri ada tiga suku pemeluk Yahudi seperti Bani Nadhir, Qainuqa, dan Quraizah," kata Said.

Acara Munas Alim Ulama dan Konbes NU ke 8 ditutup secara resmi oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Poin poin rekomendasi yang dihasilkan dari 3 Bahtsul Masail yakni Waqiiyah (aktual), Maudluiyah (tematik), dan Qanuniyah (regulasi) diserahkan pada Wapres sebagai representasi pemerintah.

Dalam pidato penutupannya, Rais Am PBNU Miftakhul Akhyar menekankan kembali untuk selalu menjunjungi tinggi hubungan antar umat islam, namun tidak melupakan hubungan antar manusia. "Tanda tanda dasar ukhuwah itu adalah senantiasa mendahulukan kepentingan saudaranya," paparnya.

BACA JUGA: Respons Ma'ruf Amin soal Rekomendasi NU terkait Penyebutan Kafir

Wapres Jusuf Kalla optimistis misi perdamaian yang dibawa oleh NU bisa menjadi solusi konflik yang terjadi di negara negara muslim dunia.

"Saya sedih karena puluhan tahun negeri negeri muslim harus berjuang keluar dari penjajahan. Sekarang malah terlibat konflik berkepanjangan," katanya. (tau)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Putra Kiai Ma’ruf Amin: Warga Nahdiyin Tidak Boleh Apatis


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler