jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Centre for Youth and Population Research (CYPR), Dedek Prayudi, mengatakan kajian ilmiah terhadap produk tembakau alternatif membutuhkan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan atau kolaborasi multidisiplin dengan konsep pentahelix.
“Ada peran pemerintah, akademisi, pelaku usaha, komunitas, dan media massa yang bertanggung jawab untuk melakukan riset dan menyebarluaskan informasi yang akurat dan komprehensif kepada masyarakat,” ujar Dedek, Minggu (4/6).
BACA JUGA: Pemerintah Perlu Perangi Misinformasi soal Tembakau Alternatif Untuk Kurangi Perokok
Dedek berharap pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan RI, mau membuka diri terhadap kajian ilmiah produk tembakau alternatif sebagai upaya memperluas informasi yang akurat dan mencegah misinformasi.
Dengan menggunakan metode penelitian yang sesuai dengan standar dan tinjauan sistematis, maka hasil kajian ilmiah tersebut dapat menjadi landasan dalam meningkatkan kesadaran publik mengenai produk tembakau alternatif.
BACA JUGA: Berhasil Bangkit di Tengah Kondisi Sulit, Pertamina Bisa Manfaatkan Momen RUPS
“Riset-riset produk tembakau alternatif dari beberapa universitas dalam negeri, misalnya Universitas Padjadjaran, dapat dipertimbangkan pemerintah dan pemangku kepentingan terkait lainnya untuk melakukan penelitian lebih lanjut guna membuktikan bahwa produk tembakau alternatif memiliki profil risiko yang lebih rendah daripada rokok,” kata Dedek.
Dedek menambahkan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, kantong nikotin, dan rokok elektrik (vape), berbeda dengan rokok dari aspek profil risiko hingga karakteristiknya.
BACA JUGA: Erick Thohir Dinilai Layak jadi Cawapres Prabowo di Pilpres 2024
Untuk itu, kajian ilmiah harus dilakukan secara detail agar tidak ada generalisasi antara produk tembakau alternatif dengan rokok.
“Asalkan disosialisasikan dengan baik dan setiap pemangku kepentingan dapat menerima fakta penelitian berbasis data sains, maka hasil kajian ilmiah produk tembakau alternatif akan diterima dengan baik karena buktinya transparan dan bisa dipertanggung jawabkan,” jelas Dedek.
Terpisah, Akademisi dari Fakultas Kesehatan Gigi Universitas Padjadjaran, Dr. Amaliya mengatakan produk tembakau alternatif dapat menjadi opsi bagi perokok dewasa untuk menghantarkan nikotin dengan risiko yang lebih rendah daripada rokok.
Hal ini juga diperkuat melalui kajian klinis yang dilakukan dirinya bersama Dr. drg. Agus Susanto, M.Kes., Sp.Perio. (K), serta drg. Jimmy Gunawan, Sp.Perio. dengan judul Respon Gusi Pada Pengguna Vape (Rokok Elektrik) Saat Mengalami Peradangan Gusi Buatan (Gingivitas Experimental).
“Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengguna rokok elektrik yang telah berhenti dari merokok menunjukkan perbaikan kualitas gusi yang dibuktikan dengan tingkat peradangan dan pendarahan gusi yang sama seperti yang dialami oleh non-perokok. Artinya, kondisi pertahanan gusi pengguna rokok elektrik telah kembali normal,” jelas Amaliya.
Dengan fakta tersebut, pemerintah seharusnya bisa memaksimalkan produk tembakau alternatif untuk menurunkan prevalensi merokok sekaligus meningkatkan perbaikan kesehatan publik.
Produk tersebut dapat menjadi solusi komplementer dari berbagai program dan upaya yang telah dijalankan pemerintah selama ini.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada