Kakek Sumadi Seng, Perajin Irus Tempurung Kelapa yang Masih Eksis

Kamis, 08 Agustus 2019 – 11:20 WIB
Kakek Sumadi Seng bertahan hidup dari memproduksi irus. Foto: Istimewa

jpnn.com, PURBALINGGA - Kakek Sumadi Seng, perajin tempurung tradisional asal Purbalingga ini masih eksis di usianya yang sudah senja. Sudah hampir 40 tahun, kakek Sumadi melakoni pekerjaannya menggosok tempurung kelapa untuk dijadikan irus atau sendok sayur.

------

BACA JUGA: Ebi jadi CPNS dari IPDN, Ayah dan Ibunya Entah ke Mana

Pria 66 tahun ini menjalani hidup apa adanya. Setiap hari, setelah bangun tidur dan menyaksikan matahari terbit, apa yang dikerjakannya tidak banyak berubah. Pekerjaan sederhana membuat irus itulah yang sudah menghidupinya dan bisa menafkahi keluarganya selama ini. Kakek Sumadi menjadi perajin irus tertua yang masih aktif di kampungnya, Purbalingga Wetan, Jawa Tengah. Sebab, perajin di kampungnya itu rata-rata berusia 35-45 tahun.

Selama puluhan tahun, kakek Sumadi memilih bagian samping rumahnya yang sederhana sebagai tempat bekerja. Berbeda dengan perajin lain yang berkumpul di bangunan bekas SD Negeri 2 Purbalingga Wetan, yang kini dijadikan sebagai pusat pembuatan kerajinan.

BACA JUGA: Berkat Plester Luka, Siswa Kharisma Bangsa Raih Emas di Level Dunia

BACA JUGA: Ebi jadi CPNS dari IPDN, Ayah dan Ibunya Entah ke Mana

Melongok tempat kerja kakek Sumadi, terserak tempurung dan potongan kayu. Dua lembar seng karatan menjadi pelindung dari terik matahari atau hujan saat ia sedang bekerja. Karena itulah, ia lantas dikenal dengan sapaan Sumadi Seng.

BACA JUGA: Mohammad Oscar, si Ganteng Putra Buruh Pabrik, jadi CPNS Lulusan IPDN

Menurut penuturan kakek Sumadi, ia mulai aktif membuat kerajinan dari limbah kelapa sejak 1981. Mengikuti jejak orang tuanya yang juga perajin. Keterampilan membuat kerajinan limbah kelapa juga ia pelajari hanya dengan melihat orang tuanya bekerja.

BACA JUGA: Mohammad Oscar, si Ganteng Putra Buruh Pabrik, jadi CPNS Lulusan IPDN

Kerajinan limbah kelapa di Purbalingga Wetan memang sudah berlangsung sejak lama, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Namun, hanya sedikit yang terus mempertahankannya. Generasi muda setempat kurang tertarik pada kerajinan limbah kelapa.

Meski hampir setiap hari membuat sendok sayur, kakek Sumadi Seng sudah jarang menerima pesanan dalam jumlah banyak, atau dengan tenggat waktu yang singkat. Ia tidak ingin memaksakan kondisinya untuk mengerjakan pesanan yang memberatkan.

Hasil produksinya setiap hari dikumpulkan di rumah sambil menunggu pedagang pengepul datang mengambil. "Yang penting buat, nanti kalau ada yang ambil ya seadanya itu," ungkap kakek Sumadi Seng, Selasa (6/8).

Saat ini, kakek Sumadi Seng mengandalkan pengepul untuk memasarkan hasil produksinya ke luar daerah seperti Purwokerto, Yogyakarta, dan Jakarta. Berbeda saat ia masih muda yang sanggup bepergian hingga ke Bandung dan Jakarta unuk menjual sendiri irus buatannya, puluhan tahun lalu.

Meski melelahkan, kakek Sumadi Seng tetap bersyukur. “Memang capek, tapi saya masih suka begini (membuat kerajinan),” tambahnya.

Harga irus buatan kakek Sumadi Seng hanya Rp 2.000 perbuah. Itupun bisa lebih rendah jika ada pembeli borongan atau kodian (isi 20). Namun sudah tak terhitung berapa banyak irus yang ia buat selama puluhan tahun. Sepanjang itu pula ia terus menggosok tempurung kelapa sampai halus, lalu disatukan dengan gagang kayu hingga menjadi irus. Bisa jadi, irus di rumah, warung langganan kita adalah buatan kakek Sumadi Seng. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cerita Kepala Sekolah Mimpi Bertemu Perempuan Cantik, Oh Ternyata


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler