JAKARTA - Aturan penetapan kursi ketiga untuk calon legislator perempuan, tampaknya, tidak berjalan mulusSejumlah parpol menyatakan menolak usul tindakan khusus sementara (affirmative action) bagi caleg perempuan itu
BACA JUGA: Tender Surat Suara KPU Diumumkan
Mereka meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak mengistimewakan hak apa pun kepada caleg perempuan.Hal tersebut muncul saat dilakukan sosialisasi pemilu kepada 38 parpol nasional peserta Pemilu 2009 di Kantor KPU kemarin (24/1)
Menurut dia, KPU sebaiknya tidak gegabah menerapkan aturan
BACA JUGA: KPU Ngotot Terapkan Zipper System
Putusan MK sangat jelas hanya mengakomodasi suara terbanyakSeperti diketahui, UU Pemilu mengesahkan pemberlakuan sistem zipper bagi caleg perempuan
BACA JUGA: KPU Tetapkan Pilpres 8 Juli
Caleg perempuan harus ada di setiap tiga urutan calegLantas, MK memberlakukan sistem suara terbanyak yang ''menghapus'' jaminan untuk calon perempuan ituTapi, KPU akan memberlakukan aturan baru; bila satu partai memenangkan tiga kursi di satu dapil, maka kursi ketiga diberikan ke caleg perempuan.Senada dengan Muzani, Wakil Sekjen Partai Golongan Karya (Golkar) Muhammad Nurlif juga tidak setuju kursi ketiga untuk perempuanDi satu sisi, katanya, usul penetapan affirmative action bagi caleg perempuan itu menimbulkan ketidakpastianPadahal, di sisi lain, parpol membutuhkan aturan yang pasti bagaimana mekanisme penetapan caleg terpilih di pemilu nanti"Waktu pemilu tinggal dua bulanKalau aturan tidak pasti, parpol juga terkena dampak," ujarnya.
Tak ketinggalan, Sekjen Partai Merdeka Muslich Azikin juga mengungkapkan ketidaksetujuannyaDia menyatakan, harus diakui bahwa perjuangan perempuan masih memerlukan payung untuk kesetaraan merekaNamun, payung aturan itu tidak berarti memberikan keistimewaan kepada mereka"Jika suara terbanyak mengharuskan caleg bersaing, biarkan bersaing dengan adil," kata Muslich.
Meski begitu, beberapa pihak justru setuju terhadap keberanian KPU ituAnggota DPR dari Fraksi PPP Lena Maryana, misalnyaDalam diskusi di gedung DPR/MPR kemarin, dia justru mendukung usual peraturan KPU tersebut.
Apalagi, menurut dia, pasal 55 Undang-Undang 10/2008 mengenai affirmative action adalah pasal yang self executing''Artinya, ada kebebasan bagi KPU untuk membuat ketetapan KPU tanpa melalui regulasi,'' terangnya.
KPU, menurut Lena, justru harus berani mengawal zipper systemSebab, dasar hukum yang diambil sudah cukup kuat''Apalagi saat ini, semua peraturan kan bisa di-challenge di MKKalau memang dasar yang diambil kuat, kenapa tidak diteruskan saja,'' tuturnya.(bay/aga)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU Siapkan Quick Count
Redaktur : Tim Redaksi