jpnn.com - Nota kesepahaman tindak pidana korupsi antara Kejaksaan Agung, Polri, dan KPK, disinggung dalam rapat kerja komisi III DPR dengan Jaksa Agung M Prasetyo.
Terutama poin yang menyebutkan perlunya pemberitahuan pimpinan lembaga terkait bila lembaga lainnya ingin melakukan penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan.
BACA JUGA: Johan: KPK Independen, Tak Ada Kaitan dengan Presiden
"Jadi kalau ada penggeledahan apakah perlu saling rekonfirmasi, saling mengingatkan? Apakah poin-poin tersebut tidak hambat proses penegakan hukum? Bagaimana konsolidasikan perkara seperti ini?" tanya Anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Alhabsyi di dalam rapat, Rabu (12/4).
Dia juga mempertanyakan sejauh mana konsolidasi dan koordinasi antara ketiga lembaga tersebut.
BACA JUGA: KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus Suap Pejabat Bakamla
Pertanyaan yang sama juga dilontarkan Anggota Komisi III DPR Fraksi PPP Arsul Sani. Kata dia, ketentuan untuk memberitahukan pimpinan lembaga terkait bila ingin menggeledah yang diatur dalam Pasal 7 ayat 3 di MoU tersebut dikritik sejumlah elemen masyarakat.
"Pasal ini oleh banyak pihak, elemen masyarakat sipil, dipersepsikan pelemahan terkait penegakkan hukum tindak pidana korupsi. Paling tidak diambil salah satu kelemahan, kewenangan KPK," tuturnya.
BACA JUGA: Imigrasi Akan Cabut Status Cekal Novanto dengan Syarat
Karena itu, Arsul meminta penjelasan Jaksa Agung. "Bagaimana teknisnya? karena tentu persepsi masyarakat kalau ada yang mau disita, objek yang disita bisa diamankan lebih dahulu," pungkas sekretaris jenderal PPP itu. (dna/JPG)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pencekalan Novanto Sesuai Aturan, Ini Dasar Hukumnya
Redaktur & Reporter : Yessy