Kaleng Kerupuk Motif Batik Tembus Pasar Ekspor ke Belanda

Senin, 11 April 2022 – 13:11 WIB
Kaleng kerupuk motif batik hingga cangkir ini tembus pasar ekspor hingga ke luar negeri. Foto dok LPEI

jpnn.com, JAKARTA - Produk kaleng kerupuk motif batik asal Yogyakarta berhasil menarik perhatian pembeli dari beberapa negara seperti Eropa, Amerika Serikat, Australia hingga Asia Tenggara.

Peralatan home decor dan kerajinan tangan yang diaplikasikan dengan motif batik lawas ini memiliki cita pesona yang berhasil ditampilkan oleh Eni Anjayani, pengusaha UMKM yang berdomisili di Yogyakarta.

BACA JUGA: Jasa Raharja Buka Pendaftaran Mudik Gratis, Buruan Ikutan, Cek Syaratnya Di sini!

Berawal dari kegemaran mengkoleksi batik kuno atau lawas dan gemar akan pernak-pernik dekorasi rumah, Eni memiliki ide untuk mengaplikasikan motif batik di media, selain kain. Alhasil terciptanya produk unik yaitu kaleng kerupuk dengan bermotifkan batik berhasil diekspor ke Belanda.

“Dengan mengaplikasikan motif batik kuno pada produk seperti tumbler, kaleng kerupuk diharapkan dapat memberikan kesan dan pesona masa lalu namun tetap terdapat sentuhan modernnya. Selain itu, produk hasil dari Wastraloka juga dibuat langsung oleh pekerja seni lukis, ibu rumah tangga sampai anak muda yang memiliki minat dalam melukis,” ujar Eni.

BACA JUGA: LPEI dan Bank Mandiri Perluas Kerja sama Layanan Keuangan

Proses pembuatan karya seni yang melibatkan masyarakat di sekitarnya ini memberi kontribusi ekonomi secara langsung dan bisa menjaga kelestarian budaya Indonesia lewat kegiatan membatik yang wadahnya lebih bervariasi.

Eni mengawali bisnisnya dengan modal hanya Rp 5 juta.

BACA JUGA: Bulu Kemaluan Sebaiknya Dicabut atau Dicukur? Cara Afdal Lebih Menyakitkan

Saat ini, dia mampu mempekerjakan 37 orang, di mana 17 di antaranya adalah pegawai in house, sementara sisanya freelance yang tersebar di empat klaster yang berlokasi di Yogyakarta, Bantul, Sleman dan Magelang, Jawa Tengah.

Masing-masing cluster saat ini bisa menghasilkan 300-500 unit setiap harinya dengan harga jual sebesar Rp 290.000 sampai Rp 1.000.000.

Eni menjelaskan pada 2012 awalnya hanya berjualan secara online. Namun, permintaan semakin meningkat dari tahun ke tahun, pada 2014 pertama kalinya dia mengangkat karyawan karena skala bisnis yang semakin besar.

"Dan terbentuklah Wastraloka. Kemudian 2015 saya mulai memberanikan diri untuk ikut dalam pameran individu di JCC Senayan, Jakarta. Lalu tahun 2017 saya mulai mengembangkan Wastaloka secara profesional, dengan mengikuti pelatihan dari LPEI,” jelas Eni.

Eni dipertemukan dengan LPEI melalui program CPNE (Coaching Program for New Exporters). Sebelum mengikuti pelatihan CPNE, Eni belum sepenuhnya mengutamakan nilai produknya.

Namun, setelah mengikuti program ini dan diberikan kesempatan oleh LPEI mengikuti pameran dengan skala internasional (Trade Expo Indonesia), akhirnya Wastraloka kembali berhasil menembus pasar Australia.

Mengikuti program CPNE memiliki manfaat besar bagi Eni, terlebih untuk membantu pemilihan jenis produk yang di produksi sesuai dengan demand, akses pasar, menghitung harga jual dan belajar proses dari pengiriman produk hingga sampai ke negara tujuan.

“Program CPNE disiapkan untuk UKM berorientasi ekspor yang ingin berkembang menjadi eksportir Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung melalui serangkaian tahapan-tahapan pelatihan dan pendampingan tertentu sehingga menghasilkan UKM yang unggul dan dapat bersaing di pasar global,” kata Corporate Secretary LPEI, Chesna F. Anwar.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tips Berpuasa Saat Demam, InsyaAllah Aman


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler