Kambing Dianggap Keramat, Makan Dagingnya bisa Bikin Celaka

Rabu, 09 September 2015 – 01:34 WIB
Kondisi Desa Waci, Kecamatan Maba Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara. Foto: Malut Pos/JPG

DAGING kambing dikenal lezat. Apalagi jika disate. Namun bagi warga pribumi Waci dan Petelei, dua desa yang terletak di Kecamatan Maba Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, mengonsumsi produk turunan kambing dapat berakibat fatal.
--------------
Fakhruddin Abdullah, Maba
--------------
Waci dan Petelei merupakan dua desa bertetangga yang dipisahkan oleh Sungai Waci. Letaknya di perbatasan Kabupaten Halmahera Timur dan Halmahera Tengah. Penduduk desa yang rata-rata berprofesi sebagai petani dan nelayan ini berasal dari Suku Maba, Halmahera Timur.

Pribumi di Waci dan Petelei dikenal sangat kental mempertahankan adat istiadat setempat. Salah satunya adalah kebiasaan menghindari hewan kambing dan segala jenis produk turunannya.

BACA JUGA: Trump Bilang 10 Menit Lagi, Eh...Kursi Ketua DPR Malah Bergoyang

“Jangankan mengonsumsi daging atau meminum susunya, mencium bau kambing saja kami tidak bisa,” ungkap Darno Siswai, tokoh adat Desa Waci kepada Malut Post (Jawa Pos Group) kemarin (8/9).

Tak ayal, di wilayah dua desa itu tak ada satu pun warga pribumi yang memelihara kambing. Ternak yang dimiliki warga hanya berupa sapi, rusa, dan ayam. Beberapa warga pendatang yang berdiam di dua desa ini memang sudah ada yang memelihara kambing. Kambing-kambing ini tetap dihindari oleh warga pribumi.

BACA JUGA: Kisah di Balik Pemberian Nama Happy New Year, Andy Go To School, dan Rudy A Good Boy

“Kami tidak bisa berdekatan, apalagi bersentuhan dengan kambing. Bahkan menginjak kotorannya pun akan berakibat fatal,” kata  pria berusia 50 tahun itu.

Akibat fatal bagi warga yang mengonsumsi daging kambing adalah terganggunya kesehatan yang bersangkutan. Gangguan kesehatan yang bersifat parah itu konon tak bisa disembuhkan dengan resep dokter.

BACA JUGA: Lihat nih, Napi Narkoba Olah Sampah Jadi Kerajinan Tangan

Warga percaya, penyakit tersebut hanya bisa disembuhkan oleh para dukun. “Begitu juga bagi warga yang menyentuh kambing atau menginjak kotorannya,” tutur Darno.

Penyembelihan kambing di dua desa tersebut pun diyakini akan mendatangkan malapetaka bagi desa. Warga pendatang, yang paham betul kebiasaan di dua desa ini, harus sembunyi-sembunyi saat hendak mengkonsumsi daging kambing. Hal ini dilakukan untuk menghormati warga pribumi yang alergi kambing. “Tak ada warga yang berani melanggar adat ini, karena sudah sering terbukti,” kata Darno.

Kebiasaan ini telah berlangsung turun temurun, sejak leluhur mereka. Konon, di zaman nenek moyang mereka, kambing merupakan hewan yang melindungi penduduk desa selama perang perebutan wilayah dengan suku lain.

Tak heran, kambing diperlakukan layaknya ‘dewa’ oleh penduduk pribumi dua desa yang berjumlah total 2.428 jiwa itu. Nama Desa Waci sendiri berasal dari bahasa lokal Wat Tin To Pakal yang artinya banyak rumput.

“Karena dulunya di desa ini banyak kambing yang kemudian melindungi leluhur kami dalam peperangan. Sementara Desa Petelei adalah anak desa dari Waci, sehingga warga Petelei berasal dari suku yang sama dengan kami,” jabar Darno.

Saking keramatnya kambing, di dekat wilayah dua desa tersebut terdapat sebuah gunung yang dinamai Gunung Kambing atau dalam bahasa setempat disebut Lolos Kabil. Lanskap itu pun turut dikeramatkan oleh warga Waci dan Petelei yang mayoritas beragama Islam tersebut. Warga kerap mendatangi gunung itu untuk berdoa.

“Apabila dirasa ada marabahaya di desa, warga biasanya ke sana untuk berdoa. Di Gunung Kambing juga kami tak bisa berperilaku sembarangan,” tutur Darno.

Lantaran tak terdapat kambing di Waci dan Petelei, penduduk biasanya menggunakan hewan rusa atau sapi untuk keperluan akikah anak ataupun kurban. Meski harganya jauh lebih mahal, mereka tak keberatan.

“Selama itu bisa menghindarkan kampung kami dari hal-hal yang tidak diinginkan, maka tidak mengapa,” tandas Darno.(far/kai)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Di Pulau Rinca, Pasangan Maleo Berbagi Kisah dengan Komo Sang Predator


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler