jpnn.com - Puluhan Narapidana menghasilkan kerajinan tangan menarik. Tetapi hasil karya tersebut terkendala pemasaran dan biaya. Meski demikian beberapa hasil karya Napi ini sudah banyak dipesan oleh warga di luar penjara. Bahkan oleh pengusaha dan pengacara.
----------Alfian Lumban Gaol, Batam--------------
BACA JUGA: Di Pulau Rinca, Pasangan Maleo Berbagi Kisah dengan Komo Sang Predator
"Meski dipenjara harus tetap kreatif", tulisan itu sudah terpampang di pintu gerbang di depan ruangan sanggar kegiatan belajar Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas IIA Barelang. Dari pintu jeruji besi, terlihat belasan warga binaan sedang sibuk.
"Teman-teman, buka sebentar" kata Luthfi Maulana Kasi pembinaan dan didikan (Binadik) Lapas Barelang, sambil memukul pintu dari luar.
BACA JUGA: Legenda Bayi Kembar Komodo, Awas Kaki Anda..!
Ruangan itu ukurannya hampir sama dengan sebuah kelas sekolah. Tetapi di sana tidak ada meja berjejer layaknya sekolah. Hanya ada beberapa meja yang berhimpit ke dinding. Ditambah satu meja milik pimpinan sanggar. Di sana ada sekitar 20 orang narapidana, semuanya kasus narkoba. Sibuk dan hampir tidak ada yang bersuara di sana.
Sementara, di lantai terlihat papan bekas, broti, karton bekas dan benda-benda lain. Pastinya tidak ada yang baru. "Ini bahan baku untuk kerajinan," kata Luthfi.
BACA JUGA: Yuk Nonton Atraksi Komodo di Loh Liang, Siap-Siap Dikejar ya!
Sementara di atas meja di dekat dinding ada berbagai jenis kerajinan tangan yang sedang dikerjakan. Ada minatur jembaran Barelang, miniatur kapal, papan nama, gelang dan jenis kerajinan tangan lainnya.
Kedatangan Batam Pos dan petugas Lapas ke sana, tidak membuat para narapidana itu menghentikan aktifitasnya membuat kerajinan. Arman,30, seorang narapidana terlihat serius memegang pisau. Ia sedang meraut kayu kecil. Ia sedang mengerjakan miniatur jembatan Barelang.
Arman divonis selama 10 tahun penjara karena kasus narkoba. Ia sudah menjalani pahitnya kehidupan di penjara selama lima tahun. "Saya sudah lima tahun di sini. Saya kapok, dan tidak mau lagi dengan barang haram itu," katanya.
Saat dimasukkan ke Lapas Barelang, ia sama sekali tidak tahu dan kebingungan mau mengerjakan apa. Tetapi hanya beberapa bulan, ia tertarik dengan kerajinan tangan binaan lapas.
"Saya tidak mau lagi larut dalam kasus dan vonisku. Saya harus bangkit," katanya.
Ia pun bergabung dalam sanggar kegiatan belajar Lapas. "Saat itu saya tidak tahu apa-apa mengenai ketrampilan. Dulu hanya dugem dan narkoba saja yang saya tahu. Tetapi terus belajar di sini dan saya bisa," katanya.
Kini, Arman dan teman-temannya mengaku tak lagi kecandung narkoba, tetapi sudah kecanduan kreatifitas. Tidak bekerja satu jam, seakan ada yang kurang.
"Saya senang sudah bergabung di sini. Saya sudah punya modal keluar dari penjara. Narkoba akan jadi musuh saya," katanya.
Setiap hari, minimal dua jam, ia dan teman-temannya pasti mengerjakan kerajinan tangan. Sejak sanggar itu dibentuk sudah ratusan karya yang dihasilkan. Sebagian besar adalah permintaan dari warga di luar penjara.
"Ini pesanan. Biasanya setelah berkunjung ke sini, langsung minta kita kerjakan. Ada juga sebagai cindera mata bagi pengunjung atau pejabat yang ke sini," katanya.
Mengenai harga per unitnya, tidaklah mahal. "Kalau miniatur jembatan Barelang ini paling hanya Rp 150 ribu," katanya.
Obrolan kami dengan Arman, tidak membuat narapidana yang lain menghentikan pekerjaan mereka. Rahmat Sembiring,41, narapidana lainnya yang bertindak sebagai kepala sekolah atau kepala sanggar tetap sibuk. Ia memeriksa satu persatu hasil karya anak buahnya.
"Ini layar kapalnya, tolong dikencangkan lagi," perintahnya kepada anak buahnya yang sedang mengerjakan miniatur kapal.
Rahmat, divonis 6,5 tahun penjara kasus narkoba. Ia menjadi orang pertama yang masuk dalam sanggar tersebut sejak dibangun pada 2012 lalu. Ia pun terpilih menjadi kepala sanggar.
"Di sini kami ada sekitar 20 orang lebih. Ini bebas untuk semua orang. Siapa yang punya keinginan silahkan bergabung," katanya.
Menurut Rahman kehidupan di penjara bukan menjadi pilihannya. Tetapi ia masih punya keinginan untuk bisa menyambung hidup setelah keluar dari penjara. Tujuannya menghidupi keluarganya.
"Di penjara itu tidak enak. Sedih mas, jauh dari keluarga. Nama baik tercoreng. Tetapi tidak boleh larut. Kita harus bangkit. Saya setelah keluar dari sini, saya berharap akan menjadi pengusaha," katanya.
Ia menepis anggapan di masyarakat bahwa narapidana tidak bisa berkarya. Ia juga berharap semua teman-temannya jangan putus harapan meski terkekang dalam menjalani hidup di hotel prodeo tersebut.
"Kami bisa berkarya meski di penjara. Ini modal kami untuk dikehidupan kami mendatang," katanya.
Diakui dia, hasil karya sanggar tersebut belum bisa dijual dalam skala besar. Tetapi tergantung permintaan. Tetapi ia yakin, hasil karya mereka tidak kalah dari yang di luar.
"Kami dengan barang bekas bisa menghasilkan karya yang bagus. Bahkan pengacara dan pengusaha terkenal sudah banyak yang order," katanya.
"Seperti miniatur jembatan Barelang ini. Pengacara Edy Hartono dan Warodat yang pesan," katanya sambil menunjukkannya.
Narapidana yang tergabung dalam sanggar tersebut setiap harinya mulai bekerja di sanggar tersebut pukul 09.00 WIB. Setiap dua jam, istrahat.
Edy Saputra Lubis, juga napi Narkoba di sana mengaku sedih menjadi warga binaan Lapas. Meski menurutnya, keahlian ketrampilan ini tidak akan didapatkannya dari luar penjara.
"Mungkin kalau di luar saya tidak dapat kesempatan ini. Tetapi saya juga tak mau di sini. Berat di dalam sini," katanya.
Bahkan ia berharap, semua narapidana yang tergabung dalam sanggar tersebut nantinya setelah keluar dari penjara bisa bersama-sama, bergabung untuk menghasilkan karya seni bersama. Di mana bisa menghasilkan uang bersama untuk menghidupi keluarga.
"Tapi itu agak berat. Apalagi vonisnya berbeda-beda. Tetapi kepada pak Luthfi kami ucapkan terima kasih yang memberdayakan kami. Keluar dari sini, kami tidak lagi sampah masyarakat, kami sudah bisa bekerja dan berkarya positif," katanya.
Sementara itu, Luthfi Maulana Kasi pembinaan dan didikan (Binadik) Lapas Barelang, mengatakan semua narapidana yang tergabung dalam sanggar tersebut adalah orang-orang yang tekun dan yang mau berubah. Di mana untuk masuk sanggar tersebut bukanlah direkrut.
"Siapa yang punya keinginan yang kuat dan mau berubah silahkan gabung. Kita akan bina mereka," katanya.
Bahan baku yang digunakan untuk kerajinan tangan ini diangkut Lutfhi dari pasar dan dari tempat sampah. "Tempurung kelapa itu dari pasar, kalau papan bekas dan broti dari sampah dan pinggir jalan," katanya.
Lapas berniat untuk membeli bahan baku yang baru, tetapi terkendala di anggaran. Di mana anggaran untuk bahan baku kerajinan tangan itu tidak ada sama sekali. Beberapa kali diminta ke Pemko Batam, tetapi sama sekali tidak ada realisasinya.
"Sudah beberapa kali kami minta tetapi tidak ada. Jadi apa yang ada saja bahan bakunya," katanya.
Selain itu, ia mengeluhkan market atau pemasaran dari hasil karya anak binaannya. Ia berharap Pemko Batam dan pihak terkait ada yang menjalin kerjasama. Di mana hasil karyanya diyakini bisa bersaing di pasaran.
"Harga kita lebih murah, dan kualitas kita tidak kalah. Sudah banyak yang pesan, tetapi itu untuk koleksi pribadi," katanya.
Selain itu, ada juga narapidana yang membuat keset kaki. Di mana limbah garment diolah dan dimanfaatkan menjadi hasil karya.
Sementara itu, Kepala Dinas PMPK UKM Kota Batam Febrialin mengapresiasi hasil karya para narapidana ini. Menurutnya, Pemko Batam akan mencoba untuk mempelajari lebih lanjut. Tetapi pada intinya Pemko Batam akan mendukung kegiatan tersebut.
"Kita akan mendukung. Ini perlu dibicarakan lebih lanjut," katanya.
Sementara Tumbur M Sihaloho, anggota komisi I DPRD Kota Batam yang membidangi hukum mengaku akan mendorong dan membicarakan dukungan dana untuk pemberdayaan anak-anak di lapas.
"Itu kan bisa jadi modal mereka ketika keluar dari penjara. Ini harus didukung. Ini akan kita coba untuk kita bicarakan di DPRD Kota Batam," katanya.
Ia mengapresiasi semua narapidana yang sudah punya komitmen untuk berubah dan meinggalkan narkoba. Ia berharap Pemko Batam untuk serius bisa menjembatani pemasaran hasil karya para narapidana ini.
"Ketika keluar penjara, sudah punya modal jadi wiraswasta. Ini harus didukung semua pihak," katanya. ***
BACA ARTIKEL LAINNYA... Istiqlal Makrip, Pimpin Sekolah Indonesia Luar Negeri Terbesar di Dunia
Redaktur : Tim Redaksi