Bayangkan bila Anda selalu dipenuhi rasa takut setiap kali hendak ganti baju di kamar ganti, menggunakan toilet di tempat umum, atau untuk mandi kamar hotel.
Inilah realitas kehidupan yang sedang dialami banyak perempuan di Korea Selatan.
BACA JUGA: Berapa Uang yang Dibutuhkan Warga Australia untuk Hidup Nyaman Setelah Pensiun?
Angka penggunaan kamera untuk merekam tindakan para perempuan di tempat umum di negara ini semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Ketika Lee Ye-rin (bukan nama sebenarnya) menerima sebuah jam meja mahal sebagai hadiah dari bosnya, dia berpikiran bosnnya memang baik.
BACA JUGA: Timnas Basket Indonesia Siap Hadapi Korea Selatan di Window 3 Kualifikasi FIBA Asia
Meski jauh lebih tua, sudah menikah dan punya anak, bos Lee Ye-rin pernah beberapa kali menggodanya, hal yang membuat Lee jadi kesal.
Jam meja itu ditaruh di kamarnya selama beberapa lama.
BACA JUGA: Dapatkah Tenaga Kerja Lokal Mengatasi Kelangkaan Pekerja Sektor Pertanian di Australia?
Namun ketika Lee hendak memindahkannya ke kamar lain, sesuatu yang aneh terjadi.
Bosnya marah dan mengatakan jika Lee tidak mau jam meja harusnya dia tidak menerimanya sebagai hadiah.
"Saya merasa aneh, sehingga saya searching di internet soal jam tersebut," kata Lee.
Baru kemudian ia menemukan jika jam meja tersebut sudah dipasang dengan kamera kecil yang canggih di dalamnya.
Selama lebih dari satu bulan, kamera itu mengirim gambar dari rumah Lee ke ponsel bosnya, 24 jam sehari.
Ketika Lee menanyakan hal tersebut kepada bosnya, menurut Lee, bosnya tidak merasa bersalah.
"Jadi itu mengapa kamu tidur larut malam untuk melakukan pencarian di internet," kata Lee menirukan pertanyaan bosnya.
Bosnya masih tetap memantau dirinya, saat Lee memeriksa kamera yang dipasang di dalam jam meja tersebut. Ketakutan di rumah sendiri
Jam meja tersebut banyak dijual di Korea Selatan sebagai alat untuk memantau asisten rumah tangga oleh majikan.
Kamera di dalamnya disebut sangat bagus untuk mengirimkan gambar walau dalam keadaan gelap.
"Saya menangis semalaman, saya tidak bisa tidur. Saya harus minum obat penenang," kata Lee yang mengakui sampai setahun kemudian dia masih mengalami kesulitan untuk tidur.
Bosnya kemudian dijatuhi hukuman penjara tujuh bulan karena melakukan perekaman ilegal.
Namun mengajukan kasus ke pengadilan juga menjadi trauma bagi Lee.
Dia mengatakan diinterogasi selama beberapa jam oleh polisi pria yang bertanya mengenai apa yang dilakukannya di dalam kamar ketika dia dimatai-matai oleh bosnya.
Lee juga mengalami kesulitan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi saat kasusnya dibawa ke pengadilan.
"Korban dalam kasus seperti ini tidak diberitahu kapan sidang berlangsung atau kapan keputusan dibuat. Kita tidak pernah tahu," katanya.
"Kita tidak mendapat informasi dan juga tidak pernah diundang."
Lebih setahun setelah dia menemukan mantan bosnya mematai-matainya, insiden tersebut tetap berbekas secara psikologis baginya.
"Peristiwa ini terjadi di kamar tidur saya. Jadi saat berada di kamar tidur saya merasa ketakutan tanpa alasan sama sekali," katanya.
Apa yang dialami oleh Lee bukanlah hal yang aneh di Korea Selatan.
Banyak perempuan hidup dalam ketakutan adanya kamera tersembunyi di tempat-tempat umum atau pun di rumah mereka, yang bisa merekam gerak gerik tanpa disadari. Sudah menjadi wabah di Korea Selatan
Sebuah laporan terbaru dari lembaga Human Rights Watch (HRW) mengatakan meluasnya unggahan bernada seksual soal perempuan dan remaja puteri di Korea Selatan telah "berdampak yang sangat buruk bagi para korban".
Dikatakan Pemerintah Korea Selatan harus melakukan lebih banyak tindakan guna mencegah dan menanggapi kejahatan seksual dalam bentuk digital tersebut.
Penyebaran gambar pribadi tanpa izin sudah merupakan masalah global, namun peneliti HRW, Heather Barr mengatakan kepada ABC bahwa "masalahnya di Korea Selatan lebih besar dibandingkan di tempat lain".
"Salah satu hal yang bisa disebut unik di Korea Selatan adalah kamera tersembunyi di tempat seperti toilet atau tempat ganti pakaian," kata Heather.
Masalah ini begitu meluas di Korea Selatan, sehingga ada istilah khusus yaitu "molka" yang artinya kamera tersembunyi.
Rekaman mengenai perempuan yang kemudian diunduh ke situs di mana pelanggannya kebanyakan pria harus membayar untuk bisa melihat gambar-gambar tersebut.
Sekarang ada tim khusus di Korea Selatan yang melakukan penyisiran secara teratur untuk menemukan kamera tersembunyi di tempat-tempat umum, seperti toilet umum.
Menurut Heather tim khusus ini merupakan pertanda bahwa Pemerintah Korea Selatan menangani masalah dengan serius, namun dia mengatakan masih banyak yang bisa dilakukan.
"Diperlukan tindakan pencegahan lain dari pada sekedar menyisir toilet," katanya.
"Yaitu mengubah perilaku warga." Ketimpangan gender yang mendalam
Dengan teknologi terus berkembang maju, tindak kejahatan seksual digital sangat meningkat di Korea Selatan.
Di tahun 2008, kurang dari empat persen kejahatan seksual di Korea Selatan melibatkan pengambilan gambar ilegal.
Jumlah kasus ini meningkat dari 585 menjadi 6.615 di tahun 2017, yang juga merupakan 20 persen dari kasus berkenaan kejahatan seksual.
Sebagian besar dari korban di Korea Selatan adalah perempuan. 80 persen korban kasus kamera tersembunyi adalah perempuan dengan pelaku pria.
Di tahun 2016, 98 persen pelaku dalam kasus kamera yang digunakan untuk memata-matai adalah pria.
Korea Selatan sudah lama berada di peringkat bawah secara internasional terkait kesetaraan gender, karena perempuan terus menerus mengalami diskriminasi di dalam rumah, sekolah dan di kantor.
Heather mengatakan bila Korea Selatan tidak menangani masalah di mana masyarakat berpandangan konservatif mengenai peran perempuan, maka tidak banyak yang akan berubah.
"Kejahatan semacam ini pada dasarnya adalah ketimpangan gender," katanya.
"Dan ada ketimpangan gender yang sangat dalam di Korea Selatan."
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mantan Istri Bos Amazon Donasikan Rp 38,4 Triliun ke Ratusan Badan Amal