Kampus Asing Sudah Antre Masuk Indonesia

Selasa, 30 Januari 2018 – 18:53 WIB
Menristekdikti Mohamad Nasir di Kantor Kemenristekdikti, Jakarta, Senin (29/1). Foto: Humas Kemensristekdikti

jpnn.com, JAKARTA - Sejak diterbitkannya UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, sejatinya akses masuknya kampus asing ke Indonesia sudah dibuka.

Tetapi nyatanya sampai saat ini tidak ada kampus asing yang membuka kelas di Indonesia. Kemenrsitekdikti menjanjikan akan mempermudah bahkan mengundang kehadiran kampus asing.

BACA JUGA: Kampus Asing Buka Cabang di Indonesia, PTS Terancam Mati

Rencana membuka lebar akses kampus asing di Indonesia itu disampaikan langsung Menristekdikti Mohamad Nasir di Jakarta, Senin (29/1).

Saat berkunjung ke Inggris beberapa waktu lalu, mantan rektor Universitas Diponegoro (Undip) itu mengundang langsung kehadiran kampus di sana untuk membuka cabang di Indonesia.

BACA JUGA: Dorong Ada Tim Independen Awasi Kuliah Jarak Jauh

Dia mambantah jika animo perguruan tinggi asing membuka studi di Indonesia sepi. ’’Yang antre itu sudah banyak,’’ jelasnya.

Selain dari Inggris juga ada di Australia. Kampus dari negeri kanguru yang sudah menawarkan niat membuka kuliah di Indonesia adalah Central Queensland University. Kemudian dari Inggris ada Cambridge University.

BACA JUGA: Menristekdikti: Kuliah Zaman Now Tidak Harus Tatap Muka

Dia menjelaskan selama ini Cambridge sudah mulai eskosodus melalui kursus atau pendidikan bahasa Inggris ke jenjang SMA sederajat.

Nasir mengungkapkan Cambridge sejatinya juga ingin masuk lebih tinggi hingga ke jenjang perguruan tinggi.

Nasir mengatakan untuk bisa membuka kelas di Indonesia, ada beberapa persyaratan. Diantaranya dalah kampus asing wajib bekerjasama dengan kampus swasta (PTS) lokal.

Sehingga jatuhnya nanti kampus asing itu tetap berstatus kampus swasta. Kemudian jurusan atau program studi yang dibuka adalah rumpun STEM (science, technology, engineering, math). Selain itu juga program penunjang seperti bisnis teknolog.

Selain itu lokasi pendirian kampus kerjasama lokal dan luar negeri itu juga diatur. Sebagai awalan Kemenrsitekdikti hanya memberikan izin kampus kerjasama itu dibuka di Jakarta.

’’Kita batasi dulu lima sampai sepuluh PTA (perguruan tinggi asing, red),’’ katanya.

Daerah lain yang menyusul adalah Surabaya, Medan, dan Makassar. Tetapi akan dikaji mendalam oleh Kemenrsitekdikti.

Nasir menjelaskan nantinya dari sekian banyak kampus asing yang masuk ke Indonesia, tetap harus melewati penyaringan.

Dia tidak ingin ada kampus asing yang di negaranya sendiri tidak dikenal, tetapi membuka cabang di Indonesia.

Nantinya status kampus asing yang membuka kelas di Indonesia adalah kampus swasta. Bukan kampus negeri.

Untuk itu pemerintah tidak bisa mengontrol soal biaya atau SPP yang ditetapkan oleh kampus itu.

Hanya saja Nasir memprediksi kampus asing yang buka cabang di Indonesia tidak akan mematok SPP yang besar-besar amat. ’’Kampus asing (yang buka di Indonesia, red) jual mahal, ya tidak laku juga,’’ tuturnya.

Nasir lantas menceritakan kenapa pemerintah getol membuka akses masuknya kampus asing itu. Dasar utamanya adalah pendidikan merupakan salah satu bidang yang masuk dalam perjanjian (agreement) di World Trade Organization (WTO).

Indonesia sudah merativikasi perjanjian WTO itu melalui UU 7/1994. Selain layanan pendidikan, ada layanan keuangan, travel-pariwisata, transportasi, komuniasi, dan distribusi serta layanan kesehatan.

Terkait dengan agreement WTO di sektor layanan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, dia menjelaskan masih jauh.

Diantara indikatornya adalah belum adanya kampus asing yang membuka cabang di Indonesia. ’’Tentunya bukan seperti kampus Berkley,’’ katanya.

Kampus Berkley yang dia maksud adalah kampus abal-abal yang menggunakan nama Berkley. Kampus ini dibongkar 2015 lalu karena kedapatan menjual ijazah palsu.

Dia menjelaskan masuknya perguruan tinggi asing ke Indonesia tidak perlu ditakuti. Sebab pemerintah akan mengawalnya dengan beberapa regulasi. Selain itu masuknya perguruan tinggi asing ke Indonesia juga bisa meningkatkan kualitas pendidikan tanah air.

Nasir mencontohkan seperti yang terjadi di National University of Singapore (NUS). Kampus yang juga jadi rujukan pelajar Indonesia itu menurut dia berkembang karena adanya SDM-SDM asing.

Informasi yang dia dapat 40 persen dosen di NUS berasal dari luar negeri. Selain itu mahasiswa asingnya juga banyak.

Rektor Universitas Pertamina Akhmaloka menuturkan perkembangan kampus asing membuka cabang atau kampus di Indonesia memang masih sangat minim.

Saat ini kampus hasil kerjasama lokal dengan perguruan tinggi asing contohnya adalah Indonesia International Institute for Life Science (I3L) yang berada di Jl Pulomas Barat, Jakarta Timur.

Kampus ini merupakan kerjasama pihak lokal dengan dua kampus ternama di Swedia. Yakni dengan Karolinska Institutet sebuah universtias kedokteran terkemuka di Swedia.

Kemudian juga berkongsi dengan Swedish University of Agricultural Sciences (SLU). Mantan rektor Intitut Teknologi Bandung (ITB) itu mengatakan I3L pernah dipimpin oleh Niclas Adler, ilmuan dari Swedia.

Ahkmaloka lantas menceritakan kenapa sampai sekarang eksodus kampus asing ke Indonesia masih minim.

Padahal regulasi yang membolehkan kampus asing membuka kuliah di Indonesia sudah ada sejak 2012 lalu. ’’Saya pernah ngobrol dengan teman-teman pengelola kampus asing,’’ tuturnya.

Dalam perbincangan itu terungkap alasan kampus asing pikir-pikir membuka kampus di Indonesia.

Alasannya adalah karena di dalam UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti) diatur bahwa kampus asing yang membuka kampus di Indonesia jurusan atau prodinya dibatasi pada science basic (atau ilmu pengetahuan dasar). ’’Kalau Pak Menristekdikti menyebutnya STEM,’’ jelasnya.

Akhmaloka mengatakan masalah yang dihadapi ketika hanya bisa membuka jurusan STEM adalah biayanya tinggi. Khususnya untuk membangun laboratorium-laboratorium.

Dia menegaskan perkuliahan rumpun STEM sangat bergantung pada laboratorium yang komplit dan peralatan mutakhir.

Dia menjelaskan kampus asing bisa saja berinvestasi besar untuk laboratorium seperti yang dilakukan oleh I3L.

Namun, konsekuensinya adalah biaya kuliah menjadi cukup mahal. Apalagi, nanti kampus asing yang masuk ke Indonesia itu statusnya adalah perguruan tinggi swasta.

’’Kalau misalnya Rp 40 juta/semester (biaya kuliah di kampus asing yang buka kelas di Indonesia, red), dalam satu tahun saja itu sudah selesai untuk kuliah empat tahun di ITB,’’ jelasnya.

Akhmaloka mengatakan sejawatnya pengelola kampus asing inginnya diperbolehkan membuka prodi-prodi yang tidak butuh biaya besar. Contohnya adalah prodi manajemen atau bidang komputer. Program-program itu tidak membutuhkan laboratorium semahal jurusan STEM.

Di sisi lain pengelola kampus asing yang ingin masuk ke Indonesia ternyata ingin diberi izin bekerjasama dengan PTN papan atas.

Contohnya ingin langsung bekerjasama membuka kelas internasional bersama Universitas Indonesia (UI) atau kampus negeri grade A lainnya. Jika itu terjadi, Akhmaloka mengatakan pengelola PTN kelompok middle class merasa takut bersaing. (wan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Nasir Ajak Perguruan Tinggi Asing Berkolaborasi


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler