jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah segera memberlakukan sistem kuota nasional, yang membatasi jumlah mahasiswa baru fakultas kedokteran (FK) dan fakultas kedokteran gigi (FKG).
Hal itu untuk meningkatkan kualitas dokter umum dan dokter gigi.
BACA JUGA: Mahasiswa Buka Kafe, Omzet Rp 70 Juta per Bulan
’’Informasi ini kita sebar ke masyarakat, supaya mendapatkan masukan-masukan,’’ kata Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti Intan Ahmad.
Di antara masukan yang ditunggu adalah formulasi penghitungan kuota mahasiswa baru FK dan FKG. Hal itu agar penerapannya tidak mengalami masalah di lapangan.
BACA JUGA: Dua PTS Ini Sediakan Beasiswa bagi Mahasiswa Berprestasi
Pemberlakuan sistem kuota nasional itu adalah amanat dari UU 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran (Dikdok).
Wakil Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (Papdi) Ari Fahrial Syam menyambut baik pemberlakuan kuota nasional untuk mahasiswa baru FK dan FKG. ’’Supaya kampus tidak seenaknya sendiri,’’ katanya.
BACA JUGA: Mahasiswa Harus Lebih Peka Terhadap Masalah Sosial
Di lapangan banyak sekali kampus yang menjadikan FK dan FKG sebagai sumber keuangan. Biaya kuliah pada dua jurusan favorit itu lebih mahal dibandingkan yang lain.
Alhasil, banyak kampus membuka kuota mahasiswa baru FK dan FKG tanpa mempertimbangkan jumlah dosen serta penunjang pembelajaran.
Padahal, FK dan FKG harus memiliki rumah sakit (RS) pendidikan untuk mendapatkan kuota maksimal.
Selain itu, akreditasi program studi (prodi) maupun institusi bisa menjadi pertimbangan dalam memberikan kuota nasional. Kampus dengan akreditasi A mendapatkan alokasi kuota lebih banyak ketimbang akreditasi B.
Ari mengatakan, program kuota nasional bisa menjadi solusi penumpukan mahasiswa kedokteran.
Selama ini terjadi penumpukan distribusi mahasiswa kedokteran di wilayah Jawa. Sementara itu, di Papua dan Papua Barat sangat kekurangan dokter.
Pemerintah harus menjadikan kualitas FK dan FKG di kawasan timur lebih baik. Sehingga bisa menampung mahasiswa baru sebanyak-banyaknya.
’’Kemudian dibuat regulasi 60 persen lulusannya harus bekerja di daerah setempat. Pasti bisa mengatasi kesenjangan tenaga kesehatan,’’ kata Ari. (wan/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Geger! Mahasiswa Terjun dari Lantai 3 Kampus Perbanas
Redaktur & Reporter : Soetomo