Kampus Terancam Ditutup, Mahasiswa Doa Bersama di Makam

Selasa, 24 Oktober 2017 – 00:37 WIB
Selain menggelar doa bersama, mahasiswa juga membubuhkan tanda tangan meminta bupati mengubah keputusannya. Foto: Asta Yanuar/Radar Ponorogo/JPNN.com

jpnn.com, PONOROGO - Ratusan mahasiswa Akademi Keperawatan (Akper) Pemkab Ponorogo menggelar doa bersama di makam Batoro Katong, Singosaren, Jenangan, kemarin (23/10).

Aksi yang juga diikuti alumni Akper itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap keputusan Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni yang tidak mau melepas aset berupa lahan bekas RSUD dr Harjono.

BACA JUGA: Pelajar Temukan Uang Puluhan Juta Nyangkut di Pohon, Heboh

Mahasiswa dan alumni kampus tersebut khawatir ke depan Akper Pemkab akan ditutup akibat kebijakan bupati itu.

‘’Ini upaya kami untuk menyadarkan bupati agar mau mengubah keputusannya,’’ kata Ketua Senat Mahasiswa (Sema) Akper Pemkab, Eqi Mahmud Amrizal.

BACA JUGA: Remaja Tabrak Haji Sampai Tewas

Eqi menambahkan, keputusan bupati itu tidak hanya berdampak pada gagalnya rencana penggabungan Akper Pemkab dengan Politeknik Kesehaatan (Poltekkes) Malang. Tapi juga pada mahasiswa maupun alumni kampus yang terletak di Jalan Cipto Mangunkusumo, Keniten tersebut.

Sebab menurut Eqi, keputusan bupati itu juga mengancam ditutupnya Akper Pemkab. ‘’Karena kalau tidak ikut dilepas (lahan bekas RSUD, Red) maka rencana penggabungan bisa gagal. Dan opsi terakhirnya akan ditutup atau dihapus,’’ ungkapnya.

BACA JUGA: Tragis, Nenek 80 Tahun Disiram Bensin lalu Dibakar

Menurut Eqi, penutupan itu setelah opsi-opsi sebelumya gagal terlaksana. Misalnya opsi pertama yang gabung dengan Kemenristekdikti.

Namun, syaratnya tidak terpenuhi karena di Ponorogo atau daerah yang berbatasan ada perguruan tinggi negeri (PTN) yang memiliki program studi serumpun yakni kesehatan.

Karena opsi pertama gagal, alternatif kedua menjadi pilihan yakni gabung dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

‘’Kebetulan ada Poltekkes yang menawari. Tapi rencana itu terancam batal karena bupati tidak memberikan lahan sebagai syaratnya,’’ terangnya.

Sedangkan opsi ketiga, lanjut Eqi, jelas tidak mungkin dilakukan swastanisasi karena Akper Pemkab lembaga milik pemerintah. Maka pilihan terakhir hanya tinggal menutup kampus tersebut.

Hal itu disayangkannya lantaran sebelumnya pemkab sudah menyetujui untuk melepas lahan seluas kurang lebih 1,5 hektare itu.

Namun, belakangan tiba-tiba bupati menyampaikan pemkab tidak akan melepasnya. ‘’Kami juga tidak tahu alasannya apa kok tiba-tiba berubah tidak diberikan,’’ ujarnya.

Padahal, lanjutnya, dengan bergabung ke Poltekkes Malang akan berdampak baik bagi mahasiswa Akper Pemkab. Selain itu, bagi masyarakat Ponorogo karena ke depan Ponorogo akan memiliki PTN kesehatan mandiri.

Saat ini, lanjut Eqi, Akper Pemkab memiliki 282 mahasiswa aktif dan 1.275 lulusan. Jika ke depan ditutup, mereka khawatir mahasiswa baru tidak bisa meneruskan perkuliahan.

‘’Jumlahnya ada 40 orang yang terancam tidak bisa lulus jika kampus sini ditutup tahun 2019,’’ paparnya.

Eqi juga mengungkapkan aksi doa bersama diikuti sekitar 300 mahasiswa aktif dan alumni. Sebenarnya, mereka ingin menyampaikan langsung keresahannya kepada bupati. Namun untuk saat ini baru bisa dengan melakukan aksi doa bersama.

Selain itu, mahasiswa juga mengumpulkan tanda tangan meminta bupati mengubah keputusannya agar mau melepas aset lahan bekas RSUD dr Harjono. ‘’Setelah ini mungkin kami akan menyampaikan langsung ke bupati,’’ ungkapnya.

Salah seorang alumni Akper Pemkab, Yogi Anang Ardianto mengungkapkan hal yang sama dengan juniornya.

Alumni tahun 2013 ini mengaku khawatir jika nanti kampus ditutup, mereka kesulitan legalisir ijazah, transkip nilai dan lainnya.

Dampak lainnya, lulusan akan sulit mendapatkan pekerjaan jika kampus ditutup karena ijazahnya menjadi tidak diakui. Yogi berharap keputusan bupati bisa berubah.

‘’Agar mau menghibahkan lahan bekas RSUD ke pemerintah pusat sehingga merger dengan Poltekkes Malang dapat terlaksana,’’ harapnya.

Sementara itu, Direktur Akper Pemkab Esti Sugiyorini dikonfirmasi menyebut kegiatan doa bersama merupakan hak mahasiswa.

Dia menjelaskan pihak kampus tidak bisa melarang mahasiswa menggelar kegiatan itu. Pun dia mengaku tidak tahu menahu karena seharian di luar kampus berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan (Dinkes). ‘’Saya tahunya mahasiswa mengajukan dispensasi, ternyata mau ada kegiatan itu,’’ jelasnya.

Esti menegaskan, kekhawatiran mahasiswa terlalu berlebihan. Sebab selain ke depan belum jelas apakah ditutup atau tidak, Esti memastikan semua mahasiswa tetap bisa melanjutkan perkuliahan hingga selesai. (tif/irw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Ciduk Dua Simpatisan ISIS di Labuhanbatu


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler