jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI dari Fraksi Gerindra Kamrussamad mengkritik aksi korporasi Kookmin Bank (KB), sebagai pemegang saham pengendali di Bank Bukopin.
Kamrussamad menduga ada antek asing di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sehingga Kookmin lolos jadi pemegang saham pengendali.
BACA JUGA: Bank Asal Korea Selatan Miliki Saham Bukopin
"Diduga ada antek asing di OJK, sehingga Kookmin power full di Bukopin," kata Kamrussamad, dalam keterangan resmi, Selasa.
Bank asal Korea Selatan (Korsel) itu diketahui sebagai pemegang saham terbesar kedua di PT Bank Bukopin Tbk (BBKP).
BACA JUGA: Rachmat Kaimuddin akan Perkuat Strategi Bisnis Bukopin di Era Industri 4.0
Kookmin Bank telah menyetorkan dana segar senilai Rp 2,8 triliun untuk membantu likuiditas sekaligus penguatan permodalan Bank Bukopin, pada Kamis pekan lalu.
Oleh karena itu, kata Kamrussamad, pemerintah disarankan membantu Bukopin. Karena, ucap dia, bank terbesar kedua ini memiliki plafon kredit untuk UMKM.
BACA JUGA: Rencana Normal Baru, Kamrussamad Ingatkan Beberapa Poin Penting
"Padahal, kita tahu kondisi UMKM saat ini sedang terpuruk akibat Covid-19," ujarnya.
Dikatakan Kamrussamadd, fungsi OJK selaku pemegang otoritas industri jasa keuangan, seharusnya konsisten dalam menjalankan regulasi yang sudah dikeluarkan terhadap Kookmin.
Ironisnya, yang terjadi malah sebaliknya, Kookmin mampu mengatur OJK sesuai seleranya.
Menurutnya, ketidakpatuhan Kookmin itu terlihat dalam berbagai kebijakan OJK. Antara lain, berdasarkan surat OJK tanggal 20 Mei 2020, Kookmin telah gagal, tetapi masih diberi kesempatan oleh OJK.
Selain itu, berdasarkan hasil Vicon tanggal 06 Juni 2020, Kookmin juga telah gagal untuk kedua kalinya, tetapi OJK masih memberikan toleransi.
Lebih lanjut, kata Kamrussamad, berdasarkan surat OJK tanggal 03 Juni 2020, Kookmin telah gagal yang ketiga kalinya, namun masih dilayani OJK.
Sedangkan surat OJK tanggal 10 Juni 2020 kepada Kookmin menyatakan bank itu gagal dalam memenuhi komitmen dan dinyatakan blacklist dalam dunia perbankan nasional Indonesia.
Namun, hal itu kemudian dianulir oleh release OJK tanggal 11 Juni 2020 sore.
Hal itu, tegas Kamrussamad, menunjukkan ada masalah serius tentang inkonsistensi OJK yang berdampak pada kredibilitas OJK dan berpotensi merusak reputasi sistem perbankan nasional.
"Kami khawatir, upaya membiarkan permasalahan likuiditas Bukopin cenderung “dibiarkan” agar Kookmin bisa masuk dengan harga murah. Ini berpotensi menjadi ancaman bagi nasabah dan debitor yang mayoritas UMKM," ucap dia.
Bank Umum Koperasi yang didirikan tahun 1970 ini, tegas Kamrussamad, justru diharapkan menjadi pilar penggerak ekonomi rakyat khususnya koperasi dan usaha kecil.
"Bagaimana nasib mereka jika mayoritas saham Bukopin dimiliki oleh asing," pungkasnya. (mg8/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rasyid Ridha