Kanjeng Dimas Gentong Tipu 209 Petani Cengkih Miliaran Rupiah

Kamis, 15 Desember 2016 – 11:13 WIB
Ilustrasi. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - TRENGGALEK - Hasani Suhartono alias Dimas Kanjeng Gentong menipu 209 petani cengkih di Trenggalek.

Petani yang sebagian besar merupakan warga Kecamatan Watulimo tersebut tergiur dengan iming-iming pelaku, yakni harga cengkih di atas pasaran dan melipatgandakan uang mereka.

BACA JUGA: Helm Tak Seberapa, Tapi Wajah Babak Belur

Untuk sementara, total kerugian korban mencapai Rp 10 miliar.

''Kami perkirakan masih banyak korban lain yang belum melapor,'' ungkap Kapolres Trenggalek AKBP Donny Adityawarman.

BACA JUGA: Maunya Koleksi Burung tapi Gak Mau Beli

Berdasar hasil pemeriksaan tersangka yang kini ditahan di Polres Trenggalek, aksi Dimas Kanjeng Gentong itu dijalankan sejak enam bulan lalu.

Dalam menjalankan aksinya, Hasani tidak sendiri.

BACA JUGA: Cegah Rusuh Akhir Tahun, Sita Sajam

Dia memiliki beberapa anak buah untuk menjalankan aksinya tersebut.

Yakni, Ahmad Hisyam Damiri -mantan warga RT 28, RW 09- yang kini tinggal di Kalidawir, Tulungagung, dan Suminto, warga Desa Karanggandu, Kecamatan Watulimo.

Menurut Donny, anak buah Hasani itu diperintahkan untuk mencari target, yakni petani cengkih.

Mereka membeli hasil perkebunan tersebut di atas harga pasar. Dengan catatan, berlaku sistem tempo dalam pembayarannya.

Saat jatuh tempo itulah petani menerima sekitar 1/3 uang total pembelian.

Namun, uang tersebut tidak diberikan atau diterima petani, melainkan digunakan sebagai mahar dan dimasukkan ke gentong.


''Dengan janji bahwa uang itu bisa bertambah hingga berkali-kali lipat,'' imbuhnya.

Sayang, hingga waktu yang ditentukan, Hasani tidak bisa memenuhi janji tersebut.

Bahkan, dia tidak sanggup mengembalikan kekurangan pembelian cengkih milik petani.

Para petani yang merasa dirugikan itu pun melapor kepada kepolisian.

Donny menjelaskan, uang hasil penipuan tersebut digunakan tersangka untuk membeli barang-barang seperti kendaraan, menjalankan usaha perdagangan, dan pendirian koperasi.

Namun, semua itu mungkin hanya alibi dari pencucian uang hasil penipuan tersebut.

''Koperasi itu hanya digunakan untuk memutar uang. Uang yang masuk ke sana kemudian diambil juga oleh yang bersangkutan,'' terang Donny.

Dalam kasus penipuan tersebut, tersangka dijerat dengan pasal 379 a KUHP tentang tindak pidana penggelapan dan penipuan dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun penjara.

Dalam kasus itu, kepolisian memeriksa hampir seratus saksi yang tersangkut kasus tersebut.

''Saat ini masih lanjut tahap penyelidikan,'' ucap Donny.

Berdasar pantauan koran ini, polisi mengamankan sejumlah aset yang diduga hasil penipuan tersebut.

Antara lain, rumah; padepokan; koperasi; kendaraan, baik roda dua maupun roda empat; serta barang dan dokumen-dokumen usaha perdagangan maupun koperasi tersebut.

Hasani menyatakan, baru tiga bulan terakhir dirinya menjalankan aksi tersebut. Dia mengaku mengikuti petunjuk guru spiritualnya yang bernama Mbah Tohir, seorang warga Lumajang.

Menurut dia, serangkaian ritual harus dilakukan dalam proses penggandaan uang itu.

Misalnya, menyiapkan sesaji seperti ayam cemani, kain kuning, darah kijang, dan beberapa benda mistis yang dianggap bisa menjadi sarana untuk menggandakan uang.

Sesuai petunjuk sang guru, uang yang ditaruh di gentong bersama beberapa benda yang dianggap keramat tersebut didiamkan selama tiga hari.

''Ayam hitam dan kain kuning dimasukkan bersama uang di dalam gentong,'' katanya.

Hasani mengakui, ritual penggandaan uang yang dilakukannnya selama ini belum pernah membuahkan hasil.

Namun, saat ditanya lebih lanjut soal mengapa masih menjalankan aksi itu, Hasani hanya tertunduk dan tidak menjawab.

Lalu, uang para petani cengkih tersebut digunakan untuk apa? Hasani menjelaskan, uang itu dipakai untuk membeli ken­daraan dan menjalankan usaha perdagangan dan koperasi.

''Uang mereka saya pakai usaha,'' terangnya. (hai/and/c22/diq/flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Perempuan ini Bongkar Bandar Narkoba di Rutan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler