jpnn.com - KEBIJAKAN moratorium perizinan usaha tangkap ikan untuk kapal buatan luar negeri di atas 30 GT baru berjalan hampir tiga pekan.
Meski baru terbilang pendek, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah mendapatkan temuan sementara atas indikasi kecurangan kapal-kapal asing dalam mengambil sumber daya alam (SDA) di perairan Indonesia.
BACA JUGA: Pengangkatan Prasetyo Pancing Jaksa Main Politik
Ketua Tim Moratorium Izin Kapal Perikanan KKP Dedy Heriyadi Sutisna menjelaskan, larangan izin operasional penangkapan ikan itu khusus untuk kapal buatan asing yang berbobot di atas 30 GT. Di luar kapal milik asing, kapal besar buatan Indonesia diizinkan tetap beroperasi.
BACA JUGA: Moratorium, Urgen atau Latah
”Jumlahnya tercatat sekitar 1.200 kapal asing dan eks asing dari total 5.300 kapal (di atas 30 GT),” kata Dedy saat dihubungi kemarin (22/11).
Ribuan kapal asing yang beroperasi di perairan Indonesia itu berasal dari berbagai negara. Antara lain, negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand. Juga negara Asia lainnya seperti Taiwan, Jepang, dan Tiongkok sampai negara di benua Amerika seperti Amerika Serikat, Panama, serta Meksiko.
BACA JUGA: Kader PDIP Tantang Prasetyo Buka Kasus Hukum Surya Paloh
Dedy menyatakan, berdasar hasil koordinasi KKP dengan TNI Angkatan Laut, kapal-kapal asing memanfaatkan izin penangkapan ikan dengan melakukan transaksi di luar pengawasan. Menurut dia, banyak tangkapan yang dijual langsung di perairan lepas atau malah dijual langsung ke negara asalnya.
”Mereka tidak membawa hasil tangkapan ke Indonesia karena mereka juga tidak punya unit pengolahan ikan di Indonesia,” kata staf ahli menteri kelautan dan perikanan itu.
Temuan yang paling berbahaya adalah penyalahgunaan izin eksplorasi. Dedy menyebut kapal-kapal asing suka menggandakan izin. Dalam dokumennya, izin diajukan untuk satu kapal. Namun, dalam praktiknya, ditemukan banyak kapal yang menggunakan izin kapal itu. Mereka berkeliaran menangkap ikan di perairan Indonesia.
”Ada lima sampai sepuluh kapal yang beroperasi dengan satu izin, namanya sama, warnanya sama,” ujar Dedy. Jika satu izin digandakan untuk lima kapal saja, jumlah kapal asing yang menangkap ikan di Indonesia melebihi data yang dimiliki KKP.
Dedy menyatakan, untuk sementara, moratorium perizinan kapal penangkap ikan itu berhasil. Moratorium mampu menghilangkan sejumlah kapal yang menangkap ikan secara ilegal.
Selain itu, KKP berharap waktu moratorium selama enam bulan bisa digunakan untuk memulihkan SDA laut. ”Yang utama untuk membuktikan kapal-kapal yang digandakan itu habis,” ujarnya.
KKP juga sudah merancang sejumlah regulasi yang akan diberlakukan saat moratorium itu berakhir pada April 2015. Seluruh kapal yang berpotensi merusak lingkungan dan biota laut tidak akan mendapat izin operasi. Selanjutnya, KKP bakal menarik kembali pendelegasian izin operasi dari gubernur ke KKP.
”Kami akan hitung secara cermat berapa potensi ikan di setiap wilayah. Nanti akan kami beri kuota berapa kapal dan jenis alat tangkap yang beroperasi. Musim penangkapan juga ditentukan. Saat musim bertelur, (penangkapan ikan) itu tidak boleh,” ujarnya.
KKP, papar Dedy, juga akan mengubah skema penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Perubahan itu bertujuan menciptakan keseimbangan usaha penangkap ikan dengan pendapatan negara. Pemerintah selama ini berusaha menciptakan potensi SDA laut dengan berbagai upaya pemulihan. Upaya tersebut harus diimbangi dengan peningkatan PNBP.
”Sementara mereka kan selama ini tinggal menangkap,” kata Dedy. Selama ini, target PNBP tahunan dari penangkapan ikan mencapai Rp 300 miliar. ”Tahun depan akan ditingkatkan menjadi Rp 1,3 triliun,” ucap dia. (bay/c11/end/bersambung II)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ada Kelompok Mahasiswa Dukung Kenaikan BBM
Redaktur : Tim Redaksi