jpnn.com, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan Kapitra Ampera menanggapi pernyataan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Al Makin yang meminta proses hukum terhadap HF, penendang sesajen di areal Gunung Semeru, dihentikan.
Kapitra mengatakan dirinya menghargai Prof Al Makin yang sudah menyampaikan pendapatnya itu.
BACA JUGA: Komentar Novel PA 212 Terkait Kasus Pembuangan Sesajen di Gunung Semeru, Keras!
Namun, lanjut Kapitra, demi menjaga stabilitas negara, aksi penistaaan agama tidak boleh terjadi.
"Jika terjadi (penistaan agama) harus ditindak supaya tidak menjadi kelatahan dan gejolak masyarakat," kata Kapitra kepada JPNN.com, Sabtu (15/1).
BACA JUGA: Alasan Prof Al Makin Minta Proses Hukum Penendang Sesajen di Semeru Disetop, Ternyata
"Kita, kan, perlu stabilitas apalagi kondisi sekarang. Hal-hal yang berdasarkan keyakinan orang, sulit membawanya dalam pemikiran kita, karena ini persoalan subjektif dan personal betul," sambung Kapitra.
Kapitra Ampera mengatakan penyelesaian masalah penendang sesajen itu bisa saja dengan mediasi atau restorative justice.
BACA JUGA: Ruhut Semprot Prof Al Makin yang Minta Proses Hukum Penendang Sesajen Disetop, Begini Kalimatnya
Namun, menurut pria kelahiran 20 Mei 1966 itu, yang lebih penting ialah masyarakat harus memiliki kesadaran bahwa menghina keyakinan orang lain tidak boleh terjadi.
"Harus ada kesadaran di tengah masyarakat, menghina keyakinan orang itu perbuatan yang nista, perbuatan yang sangat bertentangan dengan ajaran agama mana pun," ujar Kapitra.
Sebelumnya, Prof Al Makin meminta proses hukum terhadap HF, penendang sesajen di areal Gunung Semeru, Lumajang, Jatim dihentikan.
"Saya menyerukan agar segera proses hukum ini sebaiknya dihentikan dan sebaiknya kita maafkan," kata Prof Al Makin di Kampus UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Jumat (14/1).
Dia pun membandingkan kasus yang menjerat HF dengan banyak pelanggaran lain yang lebih berat terkait dengan kaum minoritas, tetapi tidak masuk ke ranah hukum.
"Saya sendiri punya datanya yang lengkap, pelanggaran rumah ibadah, pelanggaran kepada minoritas, pembakaran, tidak semuanya masuk ranah hukum," ujarnya.
HF sendiri ditangkap oleh Tim Gabungan Polda Jatim dan Polda DIY pada Kamis (13/1) malam di Kabupaten Bantul.
HF ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 156 KUHP, tentang Permusuhan, Kebencian, atau Penghinaan terhadap Suatu atau Beberapa Golongan Rakyat Indonesia. (cr1/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur : Soetomo
Reporter : Dean Pahrevi