Kapolri Diingatkan jangan Coba-Coba Mengatur Media, Komnas HAM: Bukan Kewenangannya

Selasa, 06 April 2021 – 17:21 WIB
Komisioner Komnas HAM RI Choirul Anam. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam mengingatkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tidak melampaui kewenangannya, seperti mencampuri urusan dapur media massa.

Hal itu diungkapkan Anam menyusul terbitnya surat telegram kapolri dengan nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021.

BACA JUGA: Telegram Kapolri Soal Media Tayangkan Kekerasan Polisi Langsung Dicabut

"Kapolri tidak bisa mengatur media, bukan kewenangan dan kapasitas dia," kata Anam dalam pesan singkatnya kepada awak media, Selasa (6/4).

Selain itu, dia mengatakan Jenderal Listyo Sigit tidak bisa mengatur fakta yang bisa diliput media dari sebuah kasus, menyusul terbitnya surat telegram itu. 

BACA JUGA: Pajero Sport tidak Dapat Diskon PPnBM, Bos Mitsubishi: Kami Kecewa

"Jadi, yang mengatur media atau kerja jurnalistik adalah kode etik jurnalistik dan mekanisme dewan pers," ujar eks pengacara aktivis HAM Munir tersebut.

Anam pun menilai pelanggaran HAM bisa terjadi setelah terbitnya surat telegram Jenderal Sigit.

BACA JUGA: Aduh! Polri Menjadi Instansi Paling Banyak Diadukan ke Komnas HAM

Dia meminta surat telegram segera dievaluasi, bahkan dicabut.

"Ada baiknya kebijakan itu ditarik kembali," beber Choirul Anam.

Sebelumnya, Jenderal Sigit menerbitkan surat telegram tentang ketentuan peliputan media massa mengenai tindak pidana atau kejahatan kekerasan.

Dalam surat itu, Jenderal Sigit mengeluarkan sebelas arahan. Berikut arahan lengkap Jenderal Sigit dalam surat telegram terbaru:

1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Kemudian diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis;

2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana;

3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian;

4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan;

5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual;

6. Menyamarkan gambar wajah dan indentitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya;

7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur;

8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku;

9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detil dan berulang-ulang;

10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten;

11. Tidak menampilkan gambaran secara eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak. (ast/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Satpol PP Gerebek Apartemen di Tangerang, Lihatlah Nih Temuannya..


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler