jpnn.com, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis menyoroti adanya intervensi Polda Jateng terhadap rektor dan guru besar untuk membuat video testimoni positif tentang kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Direktur eksekutif ELSAM Wahyudi Djafar dalam siaran pers koalisi masyarakat sipil menduga intervensi Polda Jateng itu terkait dengan dengan petisi beberapa kampus terhadap praktik kecurangan pemilu dan kemunduran demokrasi oleh rezim Jokowi.
BACA JUGA: Rektor & Profesor Turun Gunung Sentil Jokowi, Tamsil Dorong Gerakan Mahasiswa Masif Lagi
Menurut Wahyudi, kepolisian berdalih bahwa hal ini merupakan program ”Cooling System” yang dilakukan menjelang pencoblosan Pemilu 2024. Namun, koalisi menilai sebaliknya.
"Kami menilai, intervensi yang dilakukan oleh jajaran Polda Jateng merupakan bentuk intimidasi terhadap para guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi," kata Wahyudi, Kamis (8/2).
BACA JUGA: Alumni & Kader HMI Ingatkan Jokowi Jangan Korbankan Demokrasi Demi Keluarga dan Kekuasaan
Selain itu, koalisi memandang sejatinya juga bukan tugas kepolisian untuk meminta testimoni positif terkait kepemimpinan Presiden Jokowi.
Tugas kepolisian seharusnya adalah menjamin kebebasan berekspresi dan kebebasan akademik setiap guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya, dalam menyampaikan kritik dan pendapat mereka tentang situasi yang terjadi hari ini.
BACA JUGA: Mahfud Ungkap Operasi Rektor Puji Kepemimpinan Jokowi, Siapa Pemainnya?
"Sebagai negara demokratis, pemerintah dan penegak hukum seharusnya mendukung kebebasan berkumpul dan berpendapat yang dilakukan oleh perwakilan akademisi serta masyarakat sipil," tuturnya.
Terlebih lagi, kata Wahyudi, situasi panas terkait Pemilu 2024 justru dipicu oleh intervensi brutal Presiden Jokowi melalui putusan MK No. 90 dan kampanye terselubung serta politisasi bantuan sosial bansos.
"Seharuanya, Polda Jateng melakukan Cooling System terhadap Presiden Joko Widodo agar tidak terus menerus merusak demokrasi, bukan sivitas akademika kampus," ujar Wahyudi.
Senada Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo menilai intervensi yang dilakukan oleh Polda Jateng melalui program Cooling System merupakan tanda bahwa pemerintah di bawah Presiden Jokowi menunjukkan wajah rezim otoritarian.
Dia juga menyebut permintaan video testimoni yang berkedok program Cooling System oleh Polda Jateng bukan merupakan upaya untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat menjelang Pemilu 2024.
"Meminta testimoni positif di tengah gelombang civitas academica yang sedang bersuara lantang menolak kecurangan Pemilu adalah bentuk pembungkaman terhadap masyarakat," katanya menegaskan.
Koalisi mencatat bahwa sebelumnya Ditreskrimsus Polda Jateng juga melakukan pemanggilan terhadap 176 Kepala Desa di Kabupaten Karanganyar yang dilakukan secara bertahap antara 27-29 November 2023.
Konon menurut Polda Jateng, alasan pemanggilan tersebut terkait adanya laporan dugaan pemotongan dana aspirasi desa yang bersumber dari bantuan keuangan Provinsi Jawa Tengah di tiga daerah, periode 2020 sampai 2022.
Walakin, koalisi masyarakat sipil memandang, pemanggilan kepala desa itu bersifat politis dan rawan untuk dipergunakan sebagai sarana rezim untuk menekan kades.
"Lebih jauh, kami menilai bahwa patut diduga kuat bahwa Polda Jateng telah menyalahgunakan kewenangannya dan pemanggilan tersebut dapat dipandang sebagai bentuk intimidasi terselubung," ujar Wahyu.
Atas situasi tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis mendesak:
1. Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk memberhentikan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, karena telah melanggar prinsip netralitas Polri dalam perhelatan politik Pemilu 2024 serta memproses hukum secara tegas terhadap siapa pun di jajaran kepolisian yang telah melakukan pelanggaran maupun kejahatan Pemilu;
2. Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk memerintahkan jajarannya menjamin keamanan dan memberikan perlindungan terhadap kebebasan akademik dan berpendapat yang dilakukan oleh guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya;
3. Kepolisian Daerah di Jawa Tengah untuk menghentikan intimidasi dan represi kepada masyarakat, khususnya lagi terhadap para guru besar, dosen, rektor, mahasiswa, dan kalangan akademisi lainnya.(fat/jpnn.com)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam