jpnn.com - BATUAJI - Keluarga besar Rene Deskartes di Perumahan Villa Paradise blok J/8, Batuaji sedang gelisah. Pasalnya Peter Tonsen Barahama, 30, adik nomor tiga Rene, merupakan satu dari sepuluh korban yang disandera kelompok radikal Abu Sayyaf di Filipina.
Peter merupakan kapten tugboat Brahma 12 yang menarik tongkang pengangkut Batubara dari Banjarmasin ke Filipina sejak tanggal 11 Maret lalu. Kapal mereka kabarnya dibajak oleh kelompok Abu Sayyaf di perairan Languyan di Provinsi Tawi-Tawi Filipina, belum lama ini. Sampai saat ini Peter dan 9 ABK-nya masih disandera.
BACA JUGA: DPR Inginkan Perpustakaan, Ini Saran Aburizal
Kepada wartawan yang mendatangi kediaman Rene, keluarga besar Rene membenarkan informasi penyanderaan yang menimpa Peter dan 9 ABK-nya itu. Mereka cukup gelisah sebab sampai saat ini belum ada kabar pasti terkait Peter setelah kabar penyanderaan itu diterima keluarga.
"Kami dapat kabar tanggal 26 (Maret) malam. Itupun dari salah satu saudara yang bekerja satu perusahaan dengan Peter," ujar Hendrik Sahabat, adik sepupu Peter saat ditemui di rumah Rene, Selasa (29/3).
BACA JUGA: Dicegah ke Luar Negeri, Aseng Masih Diperiksa
Awal keluarga besar Peter termasuk orangtua Peter di Sanger, Sulawesi Utara sempat syok mendengar kabar tersebut. Namun belakangan mereka mulai tenang meskipun masih gelisah menanti kabar dari Peter. "Sempat syok awal dapat kabar itu. Apalagi berita-berita kelompok radikal itu cukup sadis," kata Hendrik seperti dikutip dari batampos.co.id (Jawa Pos Group) Rabu (29/3).
Diceritakan Hendrik, Peter yang merupakan lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta Utara itu merupakan karyawan PT Patria Maritime Lines yang beralamat di Jalan Jababeka XI blok H30-40 Industri Cikarang Bekasi sejak tahun 2014 lalu.
BACA JUGA: Kini Banyak Dokter Ogah ke Daerah Terpencil
Oleh perusahaan, lajang 30 tahun itu dipercayakan untuk menahkodai Tugboat Brahma 12 yang menarik tongkang bermuatan Batubara dari Banjarmasin ke Filipina. Peter beberapa kali sudah berhasil membawa tongkang ke tempat tujuan dengan selamat. "Yang terakhir ini dia berangkatnya tanggal 15 Maret langsung dari Banjarmasin," ujar Hendrik.
Saat itu sambung Hendrik, Peter berangkat bersama tugboat lain yang juga dikapteni oleh sepupu Peter bernama Aking Manudang. Kedua tugboat itu sama-sama menarik tongkang bermuatan Batubara perusahaan. "Dua kapal mereka berangkat bersamaan," katanya.
Keluarga mengaku mendapat kontak terakhir dari Peter pada tanggal 23 Maret lalu. Saat itu Peter mengabarkan ke keluarganya bahwa dia akan memasuki perairan Filipina dan kemungkinan selanjutnya tidak bisa hubungi lagi melalui via telepon sebab memasuki zona tanpa jaringan seluler atau telepon. "Itu saja kabar terakhir Peter ke abangnya (Rene). Dia bilang mau memasuki lokasi yang tak ada sinyalnya," ujar Hendrik.
Sabtu (26/3), sambung Hendrik, pihak keluarga baru dapat kabar tak baik itu. Salah satu rekan kerja Peter menginformasikan ke keluarga Rene bahwa tugboat Peter dibajak. Peter dan sembilan ABK-nya juga disandera. "Kabar itu dari teman kerjanya Peter," ujar Hendrik.
Rene sendiri yang juga menggeluti profesi yang sama dan sedang perjalanan ke Malaysia langsung mengontak keluarganya yang di Batam dan di Sanger untuk mencaritahu kebenaran informasi itu. "Abang (Rene) juga masih di laut," kata Hendrik.
Setelah konfirmasi ke perusahaan tempat kerja Peter, pihak perusahaan membenarkan informasi tersebut bahwa, dua tugboat yang jalan beriringan itu memang dibajak oleh kelompol Abu Sayyaf namun tugboat yang dinahkodai oleh Aking dilepaskan. "Katanya yang ditahan dan disandra Peter dan 9 ABK-nya saja," ujar Hendrik.
Meskipun informasi penyanderaan itu sudah beredar kemana-mana, namun Hendrik mengaku bahwa keluarga besar Peter belum mendapat informasi atau kepastian upaya penyelamatan apapun dari pihak pemerintah. "Yang datang tadi baru dua orang polisi dari Polresta (Barelang), hanya nanya-nanya gitu," kata Hendrik.
Hendrik yang mewakili Rene, sangat berharap agar pemerintah dan aparat keamanan di negara ini segera bertindak untuk menyelamatkan Peter dan rekan-rekannya. "Karena katanya kelompok yang menyandera itu minta tebusan sampai Rp 15 miliar. Kami mau ambil dari mana uang sebanyak itu," tutur Hendrik.
Saat ini diakui Hendrik, keluarga besar Peter belum bisa berbuat banyak selain mengharapkan bantuan pemerintah untuk mengatasi aksi penyanderaan dari kelompok Abu Sayyaf itu. "Kami hanya bisa berdoa semoga Peter cepat pulang dengan selamat," ujarnya.(ejaray/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Yakinlah, TNI Pasti Bisa Bebaskan 10 WNI dari Tangan Abu Sayyaf
Redaktur : Tim Redaksi