Karmuji, Pawang Pencari Buaya Pemakan Orang

Rabu, 25 Mei 2022 – 18:51 WIB
Karmuji (kiri), Pak Taju (Tengah) dan Pak Akas (Kanan). Foto: Deden Saputra/JPNN

jpnn.com, KOLAKA TIMUR - Sudah lazim diketahui bahwa buaya merupakan binatang menyeramkan pemakan daging, bahkan memangsa manusia. Namun, Karmuji justru menganggap buaya bukan sekadar hewan, melainkan makhluk yang bisa diajak berbicara.

Laporan La Ode Muh Deden, Kolaka Timur

BACA JUGA: Kisah Bu Sri Selamat dari Serangan Buaya, Sempat Ditenggelamkan ke Sungai

SELASA (10/5) sore menjadi momen nahas bagi Wacaling, warga Desa Wungguloko, Kecamatan Ladongi, Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara (Sultra). Kakek berusia 60 tahun itu dimangsa buaya saat memasang pukat di sungai desanya sekitar pukul 17.15 WITA.

Warga setempat pun langsung bergerak mencari Wacaling. Namun, upaya itu nihil sehingga warga meminta pertolongan pihak lain.

BACA JUGA: Mempelai Pria Tak Kunjung Datang ke Akad Nikah dan Resepsi, Ujungnya Pahit

Kabar tentang hilangnya Wacaling tersebut sampai ke Basarnas Kendari pada pukul 21.15 WITA. Syahdan, Basarnas Kendari mengerahkan Tim Rescue Pos SAR Kolaka.

Pencarian itu juga melibatkan unsur TNI, Polri, pemda, dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sultra, Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW), dan masyarakat setempat. Namun, hari sudah kadung gelap.

BACA JUGA: Turun dari Pesawat, Noval Valentino Langsung Dijemput Polisi, Ternyata Ini Kasusnya

Upaya menemukan Wacaling juga bukan hal mudah. Banyak buaya bertengger di tepi Sungai Wungguloko.

Pencarian pada hari pertama membawa hasil nihil. Hasil pencarian pada hari kedua juga setali tiga uang.

Keluarga Wacaling pun makin waswas. Salah satu kerabatnya, Akas, berinisiatif mencari pawang buaya.

Akas lantas menemui Karmuji, pawang yang tinggal di Desa Atula, Kecamatan Ladongi.

“Dia (Karmuji) langsung mengatakan mayat Wacaling itu masih utuh, tetapi belum bisa ditemukan karena buaya belum mau melepasnya,” kata Akas saat ditemui JPNN.com di rumahnya, beberapa waktu lalu.

Selanjutnya, Karmuji ikut mencari mayat Wacaling. Pada hari kedua pencarian, pawang buaya itu langsung pergi ke Sungai Wungguloko yang berjarak sekitar tiga kilo meter dari rumahnya.

Akas menuturkan Karmuji langsung menggunakan mata batinnya untuk mencari buaya pemakan Wacaling. Hasil penerawangannya menunjukkan mayat korban tak akan ditemukan pada hari itu.

“Katanya, buaya itu baru mau melepas (mayat Wacaling) keesokan harinya (12/5)," ujar Akas kembali menirukan ucapan Karmuji.

Sehari kemudian, Karmuji kembali mendatangi Sungai Wungguloko. Beberapa saat kemudian, ada buaya yang muncul membawa mayat Wacaling.

Buaya itu mendekat ke kaki Karmuji. Saat itu pula sang pawang langsung menyeret mayat Wacaling.

"Saya langsung pegang kakinya (mayat Wacaling), saya tarik, tetapi buayanya masih belum mau melepaskan,” tutur Karmuji kepada JPNN.com yang mendatangi rumahnya.

Karmuji pun mencoba berbicara dengan buaya pemangsa warga itu. Dia meminta reptilia ganas itu melepaskan mayat Wancaling.

Selain itu, Karmuji juga mengatakan manusia bukanlah makanan buaya. Oleh karena itu, dia akan mengganti mayat Wacaling dengan makanan lain.

“Saat saya kembali baku tarik dengan buaya itu, saya terpeleset dan jatuh ke air," ujar Karmuji.

Namun, Karmuji tak bisa berenang. Sungai tempat buaya itu juga dalam, sehingga Karmuji sempat tenggelam.

Menurut Karmuji, saat dirinya dalam kondisi kelelep justru ada sesuatu mirip buaya yang mendorong pantatnya ke permukaan air.

Karmuji yang dalam kondisi basah kuyup segera menepi. Dia bergegas pulang untuk mengganti pakaiannya dan meminta keluarga Wacaling segera menyediakan kambing.

“Saya tidak mau katakan itu (kambing) sebagai penggantinya (mayat Wacaling). Saya sebut itu sebagai ucapan terima kasih karena sang buaya mau memberikan mayat Wacaling," ungkapnya.

Saat itu buaya belum mau melepaskan Wacaling. Karmuji baru kembali ke sungai tempat buaya bersarang tersebut sekitar pukul 16.00 WITA guna melanjutkan ritualnya.

"Saya datang membawa seekor kambing. Buaya-buaya di sungai itu juga mulai datang merapat ke saya di pinggir sungai,” kata Karmuji.

Akan tetapi, tanda-tanda mayat Wacaling muncul belum kelihatan. Oleh karena itu, Karmuji meminta tim pencari menyisir bibir sungai.

Tak lama memudian ada warga yang mengaku melihat mayat di pepohonan kecil di sekitar sungai. “Jadi, tim pencari langsung ke sana dan ternyata benar, itu mayatnya Wacaling," beber Karmuji.

Setelah mayat Wacaling ditemukan, tim pencari meminta Karmuji segera melepas kambing yang akan menjadi santapan buaya. Walakin, dia tak langsung menuruti permintaan itu.

Karmuji punya alasan soal itu. Menurut dia, banyak yang menganggap buaya itu sekadar hewan.

Anggapan itu tak berlaku bagi Karmuji. Dia beralasan buaya-buaya itu seperti manusia yang ingin memperoleh sajian layak.

“Kasihan kambingnya kalau masih hidup, pasti tersiksa karena menjadi santapan buaya. Kemungkinan buaya-buaya itu juga tidak mau makan,” kata Karmuji.

Akhirnya, Karmuji baru membawa kambing untuk santapan buaya itu keesokan harinya sekitar pukul 08.00 WITA. Namun, dia tak bisa langsung menyembelih buaya itu karena ada pejabat yang datang melayat ke rumah Wacaling.

Karmuji pun baru bisa menyembelih kambing itu pada pukul 10.00 WITA. "Saat saya memotong kambing di pinggiran sungai itu, sekitar enam ekor buaya mulai datang,” tuturnya.

Selain itu, Karmuji juga memperoleh pertanda lain. Pria berusia 61 tahun itu melihat darah dari leher kambing tidak mengalir ke sungai.

“Langsung disedot ke dalam air, itu artinya (kambing) yang saya berikan itu diterima sama mereka," ucapnya.

Sebagai pawang buaya, Karmuji sudah berkali-kali berurusan dengan binatang melata berdarah dingin itu. Namun, dia tidak bersedia menjelaskan di mana dia belajar dan siapa guru yang mengajarinya ilmu spirutual.

Karmuji beralasan hal itu tidak boleh diceritakan kepada siapa pun. Namun, ada sejarah yang melatarinya menjadi pawang buaya.

Pria yang dianggap 'orang pintar' itu merasakan punya kelebihan sejak usianya masih 16 tahun. Saat masih muda, Karmuji sudah biasa dimintai tolong untuk menyembuhkan orang sakit.

“Orang datang mengeluh sakit dan alhamdulillah dengan izin Allah, lewat doa saya, bisa disembuhkan," kata Karmuji.

Hingga pada suatu saat ada buaya yang memasuki persawahan tempat warga bertani. Jarak antara persawahan itu dengan sungai tempat buaya cukup jauh, yakni sekitar 3 kilometer.

Warga mencoba mengusirnya, tetapi karnivor itu bergeming. Karmuji pun turun tangan mengusir buaya peneror warga itu.

Alih-alih melata ke sungai, buaya itu malah bergerak ke arah sebaliknya. "Saya langsung berteriak lagi, buaya itu kemudian kembali berputar dan menuju ke sungai," katanya.

Karmuji juga punya pengalaman mengesankan soal berurusan dengan buaya, yakni menjelang penghujung 2021. Pada 28 Desember 2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Kolaka Timur.

Agenda Presiden Jokowi saat itu ialah peresmian Bendungan Ladongi. Bendungan itu menampung air dari Sungai Ladongi yang penuh buaya.

Lagi-lagi buaya itu berpotensi menimbulkan persoalan. Oleh karena itu, pemda setempat melibatkan para pawang dari berbagai daerah guna mengusir buaya yang berkeliaran di sekitar lokasi peresmian.

Salah satu yang didatangkan adalah pawang dari provinsi tetangga. Namun, para pawang itu tak mampu mengusir buaya.

Karmuji pun ikut turun tangan. “Hari itu ada pawang dari berbagai daerah, bahkan yang terakhir sebelum saya juga tidak mampu,” katanya.

Saat Karmuji mau melaksanakan ritual pengusiran buaya, ada pawang sebelum dia yang memperingatkannya.

“Dia bilang agar saya jangan turun, bahaya itu buaya," tuturnya mengulangi pawang yang menyerah.

Walakin, Karmuji tetap turun dan mengusir buaya karena sudah diperintahkan oleh pemda setempat.

“Kalau saya tidak turun, pasti saya malu. Biarpun tidak berhasil, yang penting saya sudah coba,” ucapnya.

BACA JUGA: Mbak Ra Ditangkap Polisi, Kelakuan Pegawai Honorer Itu Memalukan Sekali

Ternyata ikhtiar Karmuji mendatangkan hasil. “Saat saya turun dan usir itu buaya, satu kali langsung pergi. Tidak lama kemudian Pak Presiden datang,” ungkapnya.(mcr6/jpnn)


Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : La Ode Muh. Deden Saputra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler