jpnn.com - BOGOR - Kartini School alias Sekolah Kartini adalah sekolah khusus perempuan pribumi yang didirikan di sejumlah kota besar pada masa penududkan Belanda. Institusi pendidikan tersebut terinspirasi perjuangan pahlawan emansipasi wanita Indonesia, Raden Ajeng Kartini.
Salah satu lokasi berdirinya Kartini School adalah Kota Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 1915, di kota yang dulu memiliki nama Buitenzorg ini berdiri sekolah dasar pertama bagi anak perempuan pribumi dari kalangan terpandang.
BACA JUGA: Ssst...DPRD DKI Mau Kunker ke Tiga Negara
Sampai sekarang bangunan bekas sekolah itu masih berdiri dan digunakan oleh SMAN 9 Bogor. Rabu pagi (20/4), wartawan koran ini (Radar Bogor), menyambangi sekolah yang beralamat di Jalan Kartini, Kecamatan Bogor Tengah itu.
"Kartini School dibuka pertama kali pada 2 Mei 1915. Khusus perempuan pribumi yang kaya dan bangsawan. Setingkat dengan HIS (Hollandsch Inlandsche School),” ujar staf Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disbudparekraf) Kota Bogor, Rusdi.
BACA JUGA: Pras Akui Bawa Rombongan DPRD Sowan ke Aguan
Corak arsitek khas Belanda terlihat kokoh di gedung SMAN 9 Kota Bogor. Barisan pilar serta atap yang menjulang serta daun jendela panjang di lantai satu dan dua bangunan, masih terawat baik di bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 2.255 m2 itu. Begitu juga di lantai dua, lantai kayu jati tetap di gunakan.
Sayang, tidak banyak bukti foto atau dokumentasi sekolah pasca diresmikan. Namun foto tahun 1922 dan 1925 yang dimiliki Disbudparekraf cukup menggambarkan suasana belajar siswa perempuan di kelas.
BACA JUGA: Tak Mau Dicap Gubernur Reklamasi, Ahok: Ali Sadikin Sebetulnya
“Siswa sekolah yang semuanya perempuan terlihat diajari Bahasa Belanda oleh Miss Hammer,” jelas Rusdi seraya memperlihatkan foto tersebut.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bogor Fahrudin yang pernah menjabat kepala sekolah di SMAN 9 Bogor mengatakan bahwa bentuk bangunan sekolah ini masih asli seperti saat dibangun oleh Belanda dulu. Hanya ada sedikit perubahan, yakni ventilasi udara di bagian atap yang dihilangkan karena bocor atau ada rembesan air hujan.
“Sekolah ini sudah beberapa kali renovasi, tetapi bentuk asli bangunan tetap dipertahankan. Terakhir tahun 2009, waktu saya menjabat kepala sekolah. Lantai dua bangunan kita renovasi. Itu kan lantai dua dari kayu jati, buatan Belanda. Setelah lantai dua dibeton, kayu jati itu tetap kita pasang, sama seperti semula,” jelasnya.
Menurut Fahrudin, hal lain yang berubah pada sekolah ini adalah jumlah ruangan. Pada mulanya, sekolah ini memiliki tiga ruangan atau lokal di lantai dua, sementara di lantai satu ada enam ruangan. Pasca dilakukan renovasi pada 2009 lalu, jumlah ruangan menjadi enam di atas dan sembilan di bawah. (*/c/dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Siti Beber Dampak Reklamasi, Ancam Cabut Izin Proyek
Redaktur : Tim Redaksi