Kartu Kendali BBM Diperluas

Minggu, 15 Juni 2014 – 08:02 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Pemerintah dan DPR sepakat memangkas kuota bahan bakar minyak (BBM) subsidi dalam APBN Perubahan 2014 dari 48 juta kiloliter (kl) menjadi 46 juta kl. Padahal, tahun ini diperkirakan ada tambahan 1,25 juta mobil dan 8 juta sepeda motor baru. Pemerintah pun siap menjalankan berbagai langkah penghematan konsumsi BBM subsidi.

Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Ibrahim Hasjim mengatakan, tahun lalu saja realisasi konsumsi BBM subsidi sudah mencapai 46,25 juta kiloliter.

BACA JUGA: Kuota BBM Subsidi Dipangkas, Kartu Kendali Diperluas

Karena itu, dengan tambahan jutaan kendaraan bermotor baru, pemerintah harus menjalankan program penghematan. ”Misalnya, dengan kartu kendali. Jadi, nanti pembelian BBM subsidi dibatasi,” ujarnya kepada Jawa Pos.

Menurut Ibrahim, saat ini sistem kartu kendali untuk membatasi pembelian BBM subsidi sudah diterapkan di Kota Batam sejak 1 Februari 2014. Aturan yang ditetapkan Pemkot Batam atas dorongan BPH Migas dan Kementerian ESDM itu membatasi jumlah pembelian solar bersubsidi untuk angkutan umum roda empat sebanyak 30 liter per hari, angkutan umum roda enam (bus) 50 liter per hari, dan mobil pribadi 20 liter per hari.

BACA JUGA: Kemenpera Serahkan Harga Rumah Ke Kemenkeu

”Kenapa yang dibatasi solar, karena di Batam sangat marak penyelundupan solar subsidi ke industri atau kapal asing,” katanya.

Dengan kartu kendali yang berisi data nomor polisi kendaraan tersebut, pemilik mobil kini tidak bisa lagi membeli solar hingga ratusan liter per hari, lalu menjualnya ke penadah dengan harga lebih tinggi. Hasilnya cukup efektif.

BACA JUGA: Rumah Sederhana Kini Bebas PPN

Batam yang dulu konsumsi solar bersubsidinya mencapai 360 kiloliter per hari kini bisa ditekan menjadi serkitar 260 kiloliter per hari atau ada penghematan 100 kiloliter per hari. ”Itu jumlah yang lumayan. 100 kiloliter itu sama dengan 100 ribu liter per hari. Bayangkan kalau setahun, penghematannya bisa sangat besar,” ucapnya.

Ibrahim mengakui, pemberlakuan pembatasan di Batam relatif lebih mudah karena kondisi geografis yang berupa kepulauan. Adapun pemberlakuan untuk wilayah seperti Jakarta diperkirakan lebih sulit. Sebab, pemilik mobil bisa membeli BBM subsidi di wilayah sekitarnya seperti Bekasi, Depok, atau Tangerang.

”Karena itu, untuk sementara, kartu kendali akan diperluas ke wilayah yang berupa kepulauan. Misalnya, di sekitar Batam atau Bali,” ujarnya.

Menurut Ibrahim, pemberlakuan pembatasan konsumsi BBM subsidi merupakan kewenangan pemerintah daerah, kecuali jika diberlakukan secara nasional. Karena itu, BPH Migas sudah merekomendasikan kepala-kepala daerah untuk ikut memberlakukannya. Lantas, apa keuntungan daerah?

”Kalau konsumsi BBM subsidi dibatasi, pemilik kendaraan akan beralih ke BBM nonsubsidi sehingga pendapatan dari pajak BBM akan jauh lebih tinggi,” katanya.

Ibrahim mengungkapkan, pajak BBM memang masuk sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Saat ini pajak BBM subsidi ada di kisaran 5 persen, sedangkan pajak BBM nonsubsidi sebesar 10 persen.

Dengan harga BBM nonsubsidi yang lebih mahal dan tarif pajak yang lebih tinggi, penerimaan daerah bisa naik signifikan. ”Kami sudah menghubungi beberapa pemda (untuk memberlakukan pembatasan BBM subsidi), responsnya positif, tapi belum bisa disebutkan (pemda mana saja), nanti kalau sudah ada kepastian,” ucapnya.

Pembatasan konsumsi BBM subsidi sejatinya sudah didengungkan pada 2011. BPH Migas pun telah melakukan survei untuk mengetahui rata-rata konsumsi BBM subsidi. Hasilnya, rata-rata konsumsi premium oleh mobil pribadi adalah 9,80 liter per hari.

Angka itu didapat dari rekapitulasi atas rata-rata jarak tempuh kendaraan penumpang pribadi yang 55,4 persen di antaranya hanya menempuh jarak kurang dari 50 kilometer (km) per hari. Adapun 30,1 persen selebihnya menempuh jarak antara 51–100 km per hari.

Sementara itu, dalam rapat antara pemerintah dan Badan Anggaran DPR yang berakhir Jumat tengah malam lalu (13/6), subsidi BBM dalam RAPBN Perubahan 2014 akhirnya ditetapkan sebesar Rp 246,49 triliun.. (owi/c10/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menpera: Zaman Soeharto, Rusun Lebih Maju


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler