jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah menegaskan bahwa program Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) sudah sudah sesuai aturan. Sehingga program yang diberikan pada masyarakat sebagai kompensasi kenaikan BBM itu siap dijalankan.
Hal itu dikatakan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Jumat (7/11) di kantor wapres. Menurut JK, ketiga kartu sakti itu sudah mempunyai payung hukum. Sehingga Kementerian terkait sudah bisa menjalankan.
BACA JUGA: Menteri Siti Nurbaya Paling Melarat
Dia mencontohkan KIS. Anggarannya sudah melekat di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Untuk KIP anggaran berada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan KKS uangnya berada di Kementerian Sosial (Kemensos). Jumlah anggaran untuk KKS Rp 5 triliun.
"Semuanya sudah ada anggarannya. Kalau ada anggaran pastinya sudah ada payung hukum. Karena anggaran itu dalam bentuk APBN. APBN itu dalam bentuk UU. Tidak ada masalah," paparnya.
BACA JUGA: Jokowi Disarankan Setop Sementara Program Kartu Sakti
JK mengatakan bahwa program itu tidak perlu persetujuan DPR. Pasalnya ketiga kartu itu meneruskan program mantan presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Seperti KIS yang melanjutkan BPJS. KIP melanjutkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Sedangkan KKS merupakan pergantian nama dari Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Namun JK menolak jika semua sistem tiga kartu itu mencontoh era SBY. "Bedalah. Kalau pakai kartu ini lebih cepat," ujarnya.
BACA JUGA: Poltikus Golkar Sebut Kartu Sakti Jokowi Ilegal
Tanggapan JK itu menepis kritikan dari" Mantan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Yusril Ihza Mahendra. Sebelumnya Yusril mengingatkan kabinet kerja Jokowi-JK berhati-hati dalam menerbitkan tiga kartu itu. Sebab, menurut Yusril tiga kartu itu belum ada landasan hukumnya.
Dia juga mengkritik pernyataan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dan Mensesneg Pratikno. Ketika itu Puan mengatakan bahwa tiga kartu itu akan dibuatkan payung hukum berbentuk Kepres dan Inpres. Menurut Yusril Inpres dan Keppres itu bukanlah instrumen hukum dalam hirarki peraturan perundang-undangan RI saat ini.
"Kalau mengelola rumah tangga atau warung, apa yang terlintas dalam pikiran bisa langsung diwujudkan dalam tindakan. Negara tidak begitu. Suatu kebijakan harus ada landasan hukumnya. Kalau belum ada, siapkan dulu landasan hukumnya, agar kebijakan itu dapat dipertanggung jawabkan," tegas mantan Menteri Hukum dan HAM pada Kabinet Gotong Royong itu.
Yusril mencontohkan, apabila kebijakan itu berkaitan dengan keuangan negara, Presiden harus terlebih dahulu membicarakannya dengan DPR sebagai pemegang hak anggaran. Karenanya, Yusril mengkritik dua menteri dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK, yang dianggapnya asal bicara alias asbun dalam mengomentari soal 3 kartu tersebut. Dua menteri yang dimaksud adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani, dan Mensesneg, Pratikno.
Yusril menunjuk pernyataan Puan yang mengatakan kebijakan 3 kartu akan dibuatkan payung hukumnya dalam bentuk Inpres dan Keppres yang akan diteken Presiden Jokowi. Bagi Yusril, Puan semestinya harus mengetahui Inpres dan Keppres itu bukanlah instrumen hukum dalam hirarki peraturan perundang-undangan RI saat ini. (aph)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pimpinan Pertempuran 10 November Raih Gelar Pahlawan Nasional
Redaktur : Tim Redaksi