Kasus Ahok, Ombudsman: Berpotensi Memecah Belah NKRI

Jumat, 17 Februari 2017 – 06:08 WIB
Ahok. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com - jpnn.com - Sikap ngotot Mendagri Tjahjo Kumolo yang belum juga mengusulkan pemberhentian sementara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang telah berstatus terdakwa kasus penodaan agama, terus disorot publik.

Pemerintah pun diminta segera memberikan kepastian terkait alasan tidak menonaktifkan Ahok.

BACA JUGA: Soal Ahok, Ombudsman Yakin Mendagri Punya...

Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai menyatakan, persoalan itu menjadi polemik. Bahkan, sudah ada beberapa laporan dari masyarakat yang masuk ke lembaganya terkait hal itu. Mayoritas pelapor meminta pemerintah tegas mengenai alasan tidak menonaktifkan Ahok.

”Laporan masyarakat sudah masuk satu-dua laporan. Masuk sehari sebelum pilkada,” ujarnya di Jakarta, kemarin (16/2).

BACA JUGA: Simak Nih, Catatan Ombudsman soal Mendagri Biarkan Ahok

Sebagaimana diketahui, ketentuan pemberhentian kepala daerah diatur dalam UU Pemda pasal 83 ayat (1).

Selain karena didakwa melakukan tindak pidana dengan ancaman penjara paling singkat 5 tahun, di regulasi tersebut juga menyebut beberapa kategori kepala daerah yang bisa diberhentikan tanpa melalui usulan DPRD.

BACA JUGA: Ahok tak Juga Dinonaktifkan, Ombudsman Bilang Begini

Diantaranya lantaran kepala daerah terseret kasus korupsi, terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara dan atau perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI.

”Kalau kita mau berdebat soal (ancaman penjara) 5 tahun ya nggak selesai-selesai. Tapi kenapa (pemerintah) nggak melihat kualifikasi pidananya selain terorisme, kan ini berpotensi memecah belah NKRI,” jelasnya.

Nah, ketentuan multitafsir itulah yang menjadi salah satu penyebab polemik di kalangan masyarakat saat ini.

Kondisi tersebut mesti disikapi pemerintah dengan memberikan kepastian tegas soal alasan mengapa tidak menonaktifkan Ahok.

”Sekali lagi ini suatu perdebatan yang pasti kami yakin Mendagri akan melihat dan memperhatikan masukan-masukan aspek-aspek lain, tidak hanya yuridis.”

Ketegasan pemerintah juga bisa menenangkan warga Jakarta yang terdampak secara tidak langsung atas produk hukum yang dikeluarkan Ahok selama menjabat sebagai gubernur sekaligus terdakwa.

Produk hukum itu, misalnya, yang berkaitan dengan peraturan daerah (perda), anggaran atau kebijakan politik yang menyangkut pelayanan publik.

”Kami dudukkan dengan laporan lain. Tentu kami klarifikasi, apakah ada maladministrasi di dalamnya,” terang Amzulian.

Ombudsman mendesak kepastian itu secepatnya diumumkan ke masyarakat. ”Kami juga berharap itu (potensi persoalan hukum) diantisipasi, jangan sampai mengganggu akibat hukum kalau seseorang berstatus terdakwa,” bebernya.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyatakan, pihaknya masih berpegang pada UU Pemda dan dakwaan Ahok dalam sidang penistaan agama. Tjahjo yang kemarin dipanggil Ombudsman menegaskan, pemerintah sampai saat ini belum memutuskan memberhentikan Ahok atau tidak.

”Saya juga pernah memutuskan gubernur yang terdakwa tapi dituntut 4 tahun tidak diberhentikan. Saya harus adil. Itu di Gorontalo,” jelasnya.

Sebagai catatan, kembalinya Ahok menjabat sebagai gubernur seiring dengan habisnya masa jabatan pelaksana tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta yang diduduki Sumarsono, dirjen Otonomi Daerah (Otoda) Kemendagri.

Ahok otomatis kembali menjadi gubernur lantaran masa jabatannya sebagai orang nomor satu di Jakarta belum habis.

Terkait pemberhentian kepala daerah yang mestinya bisa mengacu kualifikasi memecah belah NKRI, politikus PDIP ini menjawab diplomatis.

Menurutnya, pihaknya tidak memiliki kewenangan menafsirkan kategori itu. ”Itu kewenangan pengadilan. Itu (memecah belah NKRI) dalam konteks apa, potensi apa ?,” tanyanya.

Tjahjo mengungkapkan, dari aspek yuridis semua keputusan pemberhentian kepala daerah tetap harus berpegang pada proses pengadilan.

Pihaknya pun menunggu tuntutan final yang diberikan pengadilan kepada Ahok. Selain itu, pemerintah juga menunggu fatwa Mahkamah Agung (MA).

”Kalau kami keluarkan diskresi tanpa ada dasar hukum, kami bisa digugat balik,” ungkapnya.

Dia mencontohkan keputusan memberhentikan dengan tidak hormat salah seorang bupati yang tertangkap tangan kasus narkoba. Diskresi pemberhentian kepala daerah itu digugat sampai sekarang.

”Saya terus digugat di tingkat banding kasasi. Saya kalah terus di pengadilan,” paparnya tanpa mau menyebutkan siapa bupati yang menggugatnya itu. (tyo)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nih, Pernyatan Terbaru Mendagri soal Status Ahok


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler