jpnn.com, SLEMAN - Kasus COVID-19 di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta tinggi.
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, penyebabnya karena digunakan kriteria B dalam pencatatan jumlah penambahan kasus harian konfirmasi positif Covid-19.
BACA JUGA: Siswa Terpapar Covid-19, PTM Sejumlah Sekolah di Semarang Dihentikan
"Kriteria B ini digunakan sejak Kabupaten Sleman ditetapkan pada level 3 Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Purnama di Sleman, Rabu (2/3).
Dia mengatakan kriteria B yaitu menggabungkan hasil swab dan hasil swab antigen, sehingga angka yang diperoleh cukup tinggi.
BACA JUGA: Kematian Akibat Covid-19 di Semarang Tinggi, Ini Penyebabnya
"Seperti jumlah kasus per 1 Maret 2022 berdasarkan hasil PCR sejumlah 356 dan berdasarkan hasil antigen sejumlah 199 sehingga total 555 kasus konfirmasi positif COVID-19," katanya.
Menurut dia, untuk Kabupaten Sleman catatan kasus konfirmasi positif COVID-19 harian tertinggi telah menembus angka 1.111 kasus pada akhir Februari.
BACA JUGA: 3 Trik Berhubungan Ranjang yang Aman di Tengah Pandemi Covid-19, Tidak Perlu Takut
"Kasus COVID-19 varian baru di Kabupaten Sleman kasusnya telah menembus angka 1.111 kasus, hari berikutnya 1.011, hari berikutnya 1.001, terus kemudian pernah turun ke 322, dan kemarin pada 1 Maret lalu angka kasusnya menjadi 555 dan hari ini kembali melonjak menjadi 1.013 kasus," katanya.
Cahya mengatakan, di Kabupaten Sleman terdapat empat lokasi isolasi terpusat (isoter) yang dapat dimanfaatkan, yaitu Asrama Haji, Rusunawa Gemawang, UNISA Yogyakarta, serta UII Yogyakarta.
"Dari empat tersebut, total terdapat 411 tempat tidur, dan telah terisi sebanyak 243, sehingga diperoleh Rasio Keterisian Tempat Tidur atau 'Bed Occupancy Ratio' (BOR) sebesar 59 persen," katanya.
Dia mengatakan vaksinasi baik primer maupun booster juga masif dilakukan Pemkab Sleman.
Capaian total vaksinasi di Kabupaten Sleman per 1 Maret 2022, untuk dosis satu mencapai 99,3 persen, dosis dua 91,7 persen, dan dosis 3 atau vaksin booster sebanyak 11,27 persen.
Kemudian vaksinasi lansia dosis pertama 84,2 persen, dosis dua 77,7 persen, dan vaksin booster 19,1 persen.
Vaksinasi bagi anak-anak pada dosis satu mencapai 95,28 persen dan dosis dua yang masih berjalan hingga saat ini telah mencapai 81,41 persen.
"Vaksinasi dosis lengkap dan booster ini akan melindungi baik lansia maupun non-lansia dari tingkat kematian dengan resiko akan turun sampai dengan 0,49 persen," katanya.
Cahya juga menyebutkan bahwa untuk non-lansia tanpa komorbid kalau sudah booster maka tingkat kematiannya akan turun menjadi 0,49 persen.
Namun, kalau hanya vaksin lengkap atau vaksin primer tingkat kematiannya masih diperkirakan 2,9 persen.
"Sedangkan yang untuk lansia tanpa komorbid kalau dengan booster tingkat kematiannya menurun 7,5 persen, tapi kalau hanya dengan vaksin primer tingkat kematiannya 22,8 persen," katanya.
Dia mengatakan hal ini perlu disampaikan kepada masyarakat, sebab salah satu upaya untuk memperkuat kekebalan tubuh atau imun terhadap paparan COVID-19 ialah dengan melakukan vaksinasi baik primer maupun booster.
"Omicron bisa menimbulkan kematian, apalagi orang-orang yang menderita komorbid, maka perlu dilakukan perlindungan."
"Kadang-kadang masyarakat untuk booster ini sudah beda niat atau motivasinya. Kalau dulu jika tidak vaksin linier nanti tidak bisa masuk mal, dan lain-lain karena keperluan untuk itu semua harus sudah vaksin."
"Jadi, ini memang tadi harus memotivasi masyarakat untuk booster," pungkas Purnama.(Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang