jpnn.com, JAKARTA - Data Kementerian Kesehatan RI menyebutkan sampai 5 Mei 2024 terdapat 91.269 kasus DBD di Indonesia dengan kematian sebanyak 641 kasus.
Angka ini naik tiga kali lipat dari periode yang sama di tahun 2023 yaitu 28.579 kasus dengan kematian sebanyak 209.
BACA JUGA: Kasus DBD Masih Tinggi, Jumantik & Kader PKK Butuh Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan
"Menangani penyakit endemik seperti DBD memerlukan sinergi yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, industri, dan masyarakat," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Direktorat Jenderal P2P, Kementerian Kesehatan RI dr. Imran Pambudi, MPPH dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (20/6).
Imran menyebutkan berbagai upaya telah dilakukan mulai dari penerapan Gerakan 3M Plus yang berkesinambungan dan telah dilaksanakan selama lebih dari satu dekade, Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) yang telah terbukti membantu menekan kasus DBD di banyak daerah.
BACA JUGA: Tren Penyebaran Kasus DBD di Solo Menurun
Juga teknologi nyamuk ber-Wolbachia yang telah diimplementasikan beberapa waktu lalu.
"Namun, kasus dengue yang meningkat sangat signifikan di awal tahun ini, menjadi alarm bagi kita semua untuk dapat mencari solusi inovatif yang dapat melengkapi upaya-upaya tersebut, " ucapnya.
BACA JUGA: Innalillahi, 3 Pasien DBD Anak-Anak di Situbondo Meninggal Dunia
Salah satu yang sedang dipertimbangkan adalah dengan mengenalkan vaksin, khususnya di daerah-daerah dengan intensitas DBD tinggi, sambungnya.
Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, Andreas Gutknecht mengungkapkan bahwa DBD merupakan ancaman yang akan ada terus-menerus, terlepas dari musim penghujan atau bukan.
Semua orang bisa terkena DBD tanpa memandang usia, di mana mereka tinggal, bahkan gaya hidup.
"Kami berkomitmen memerangi DBD melalui pencegahan inovatif kami dengan memastikan ketersediaan akses bagi seluruh masyarakat. Juga menjalin kemitraan yang kuat bersama-sama dengan pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya untuk mencapai tujuan bersama ‘nol kematian akibat DBD di tahun 2030," bebernya.
PT Takeda Innovative Medicines mengambil momentum peringatan Hari Dengue ASEAN (ASEAN Dengue Day/ADD) 2024 untuk memperkuat komitmen dalam pencegahan DBD, melalui pemberian dukungan kepada Kementerian Kesehatan dalam peringatan ADD 2024.
ADD diperingati pada tanggal 15 Juni setiap tahunnya untuk meningkatkan kesadaran serta pemahaman masyarakat terhadap bahaya DBD.
“Kami memahami beban yang ditimbulkan oleh penyakit DBD begitu besar, baik secara finansial maupun non-finansial, apalagi penyakit ini mengancam jiwa dan sampai saat ini masih belum ada obat khusus untuk mengobatinya," sambung Andreas.
Tidak hanya itu, biaya pengobatan untuk DBD juga tidak sedikit, dan biasanya memerlukan waktu 7-14 hari untuk perawatan dan pemulihan, sehingga dapat menyebabkan seseorang kehilangan produktivitasnya.
Hal ini turut berdampak pada industri atau perusahaan yang juga akan mengalami penurunan produktivitas dan peningkatan beban biaya cukup tinggi.
"Perlindungan diri yang komprehesif menjadi penting untuk dapat terhindar dari beban penyakit tersebut. Dengan gerakan 3M Plus secara konsisten dan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang intervensi inovatif pencegahan salah satunya melalui vaksinasi," pungkasnya (esy/jpnn)
Redaktur : Budianto Hutahaean
Reporter : Mesyia Muhammad