Kasus Fredrich Yunadi: KPK Dinilai Salah Alamat

Rabu, 16 Mei 2018 – 23:33 WIB
Fredrich Yunadi. Foto: Ismail Pohan/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ahli Hukum Pidana Mudzakkir menilai, jeratan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Fredrich Yunadi, pengacara Setya Novanto salah alamat.

Menurut Mudzakkir, seorang advokat jika diduga melakukan pelanggaran hukum, penyidik terlebih dahulu mengajukan permohonan pemeriksaan kode etik ke Dewan Kehormatan Profesi.

BACA JUGA: Dakwaan KPK terhadap Syafruddin Temenggung Perkara Perdata

"Termohon menjalin proses sidang kode etik, jika terbukti melanggar kode etik, direkomendasikan ke penyidik untuk diproses. Jika tidak terbukti melanggar kode etik maka diberitahukan ke penyidik untuk tidak dapat diproses tindak pidana yang diduga kepadanya," ujar Mudzakkir, Rabu (16/5).

Dia menjelaskan, penyidik wajib menghormati profesi advokat, seperti juga profesi pers, dokter, jaksa, polisi dan juga hakim. Jika ada kesalahan, menurut Mudzakkir, penyidik wajib mendahulukan pemeriksaan pelanggaran kode etiknya baru kemudian masuk ranah pidananya.

BACA JUGA: Sidang Kasus BLBI: Yusril Sebut Dakwaan Jaksa KPK Prematur

"Jika sampai dianggap melanggar harusnya melalui sidang kode etik dulu," sambungnya.

Mudzakir menambahkan di dalam Pasal 21 UU 31/1999, tindak lanjutnya harus dilakukan oleh kepolisian. Dia menambahkan, hal tersebut bukan tindak pidana korupsi, tapi adalah tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yang tertera dalam Bab III UU No 31/1999.

BACA JUGA: Syafruddin Temenggung Siap Jalani Sidang Kasus BLBI

Sedangkan Tindak Pidana Korupsi tertera dalam Bab II UU No 31/1999. "Pasal 21 adalah masuk ranah hukum pidana umum yang merupakan wewenang Polri yang menyidik dan Pengadilan Negeri Umum yang memeriksa dan mengadilinya. Bukan wewenang KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi," kata dia.

Selain di dalam Pasal 21 UU Nomor 31/1999 juga delik materiel, lanjut Mudzakir, harus ada akibatnya, dengan sengaja mencegah apa akibat yang timbul atas pencegahan, merintangi apa akibatnya merintangi, menggagalkan, apa kegagalan yang terjadi.

Penuntut umum, lanjut dia, wajib membuktikannya terlebih dahulu sebelum bisa menuntut dengan Pasal 21 UU 31 tahun 1999. Akibatnya karena advokat dalam menjalankan tugas membela kliennya, mutlak tidak dapat dituntut sebagaimana Pasal 16 UU 18 tahun 2003 tentang Advokat atau yang dikenal sebagai hak imunitas advokat junto putusan MKRI nomor 26 tahun 2013.

Oleh karena itu, ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia ini menambahkan, KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi hanya berwenang menyidik, menuntut dan memeriksa tindak pidana korupsi, sedangkan terhadap tindak pidana lainnya dimiliki Polri dan Pengadilan Negeri Umum.

Hal ini berkaitan dengan dakwaan KPK terhadap dugaan adanya rekayasa rekam medis, pesan kamar di rumah sakit, dugaan adanya permintaan diagnosa sakit.

Menurutnya, hal tersebut wilayah kode etik Majelis Dewan Kedokteran Indonesia dan ranah pidana umum, bukan wewenang KPK maupun pengadilan tindak pidana korupsi.

Terdakwa kasus dugaan merintangi penyidikan Fredrich Yunadi kembali menjalani sidang di pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (14/5) kemarin. Dalam sidang Fredrich menghadirkan sejumlah ahli di berbagai bidang disiplin ilmu sebagai saksi ahli meringankan.

Beberapa di antaranya yaitu, Ahli Hukum Pidana Mudzakkir dan Suparji. Ahli Hukum Tata Negara Margarito Kamis serta Ahli Tata Bahasa Afdol Tharik Wastono. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengaku Anggota KPK, Oknum Wartawan Dibekuk Polisi


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler