Syafruddin Temenggung Siap Jalani Sidang Kasus BLBI

Minggu, 13 Mei 2018 – 18:53 WIB
Ilustrasi. Foto: dok jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Perkara dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menjerat mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung, akan mulai disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (14/5).

Pengacara Syafruddin, Yusril Izha Mahendra mengatakan kliennya siap menghadapi sidang perdana. Pihaknya akan mendengar terlebih dahulu pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).

BACA JUGA: Mengaku Anggota KPK, Oknum Wartawan Dibekuk Polisi

"Setelah itu kami dalami surat dakwaan itu, dan kami minta waktu seminggulah untuk mengajukan eksepsi atas surat dakwaan itu," kata Yusril, Sabtu (12/5) kepada wartawan.

Seperti diketahui, sidang ini akan berjalan dengan persidangan perkara perdata di PN Jakarta Pusat, terkait gugatan Syafruddin kepada Menteri Keuangan RI sebagai Tergugat I dan PT Perusahaan Pengelola Aset Persero (PPA) sebagai Tergugat II.

BACA JUGA: Ngaku Anggota KPK, Anthony Peras PNS

Gugatan dilakukan karena Menteri Keuangan RI dan PPA karena dinilai tidak memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sehingga dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Dalam gugatan tertanggal 3 April 2018, Syafruddin menyatakan tetap berpegang pada hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2006 bahwa Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada pemilik BDNI Sjamsul Nursalim, layak diberikan karena pemegang saham telah menyelesaikan seluruh kewajibannya.

BACA JUGA: Menteri PUPR Takut jadi Tersangka di Jumat Keramat?

Kementerian Keuangan RI dalam jawaban gugatan menyatakan bahwa dalam hasil Pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham BPK RI No. 34G/XII/11/2006 tanggal 30 Nopember 2006, ditegaskan bahwa BPK RI berpendapat SKL yang diberikan kepada Pemegang Saham Pengendali (PSP) PT BDNI (Sjamsul Nursalim) layak untuk diberikan.

Alasannya, PSP telah menyelesaikan seluruh kewajiban yang disepakati dalam perjanjian MSAA dan perubahan perubahannya serta telah sesuai dengan kebijakan pemerintah dan Instruksi Presiden No 8 Tahun 2002.

Selain itu Kementerian Keuangan RI dalam jawaban gugatan juga menegaskan, rangkaian kebijakan untuk mengatasi krisis telah mengalami proses politik saat itu dan mendapat landasan hukum yang sah yaitu Undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang Propenas, TAP MPR nomor X tahun 2001, TAP MPR nomor VI tahun 2002 dan Inpres nomor 8 tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum kepada Debitur. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Diminta Segera Ungkap Kasus Bansos Jabar


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler