jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendukung sikap tegas Polda Jabar yang menetapkan Habib Bahar bin Smith tersangka dan ditahan atas kasus penyebaran berita bohong.
Habib Bahar langsung ditahan setelah diperiksa sebagai saksi pada Senin (3/1). Sahroni menilai proses hukum terhadap Habib Bahar sudah sesuai aturan.
BACA JUGA: Kuasa Hukum Habib Bahar Temui Habib Rizieq, Lakukan Diskusi & Ada Kata Sepakat
"Menurut pandangan saya, tidak ada terlalu cepat atau lambat, ya. Namanya polisi ketika menangani perkara, kalau sudah ada alat bukti yang cukup ya langsung ditindak," kata Sahroni dalam keterangan tertulis, Jumat (7/1).
Politikus Nasdem itu meyakini penetapan tersangka dan penahanan Habib Bahar sudah melalui proses penyidikan secara objektif dan transparan.
BACA JUGA: Reza Indragiri Menilai Twit Ferdinand, Cermati Kalimat Terakhir
Sahroni juga mengingatkan ujaran kebencian merupakan tindak pidana yang berbahaya dan perlu mendapat penanganan yang cepat.
"Ujaran kebencian ini membahayakan sekali. Bisa menyulut konflik, apalagi jika dilakukan oleh tokoh agama," ucap politikus asal Tanjung Priok, Jakarta Utara itu.
BACA JUGA: Ferdinand yang Mengaku Mualaf Sampaikan Permohonan, Simak Kalimat Terakhir!
Terlebih lagi, Sahroni menilai Bahar bin Smith merupakan tokoh yang memiliki massa dalam jumlah besar.
"Bila ia mengungkapkan berita bohong dan menyampaikan ujaran kebencian, khawatir ada pergerakan massa yang mengganggu keamanan publik. Dengan segera ditetapkan menjadi tersangka tentu akan menekan terjadinya pergerakan tersebut," tuturnya.
Ahmad Sahroni merespons adanya saran supaya kasus Habib Bahar diselesaikan melalui dialog atau pendekatan restorative justice.
Menurut dia, tidak semua kasus bisa diselesaikan melalui pendekatan tersebut.
"Ini kan ujaran kebencian dan membawa unsur SARA. Ini sesuatu yang tidak bisa dibenarkan dengan dalih apa pun. Jadi, memang harus diproses,” ujar Sahroni. (fat/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam