jpnn.com, JAKARTA - Meluasnya kasus hepatitis akut di kalangan anak-anak memicu kekhawatiran banyak kalangan. Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pun diminta perlu melakukan antisipasi sejak dini.
“Kemendikbudristek bisa bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah untuk melakukan sosialisasi terkait gejala, penanganan pertama hingga penegakan protokol kesehatan di lingkungan sekolah agar kasus hepatitis misterius ini tidak kian meluas terutama di kalangan peserta didik,” ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, Jumat (13/5/2022).
BACA JUGA: Hepatitis Akut Menyebar, PSI Minta Anies Baswedan Lakukan Ini
Huda mengatakan berdasarkan data dari Pemprov DKI Jakarta saat ini jumlah kasus hepatitis misterius terus bertambah.
Setidaknya ada sekitar 21 kasus positif hepatitis akut dengan rincian 14 diderita oleh anak di bawah usia 16 tahun dan 7 kasus dialami oleh mereka yang di atas usia 16 tahun.
BACA JUGA: Antisipasi Hepatitis Akut saat PTM, Ini 4 Rekomendasi KPAI
Selain itu, saat ini juga diketahui ada 24 anak yang mengalami gejala hepatitis meskipun belum dikategorikan sebagai hepatitis akut.
“Situasi ini cukup mengkhawatirkan sehingga perlu ada antisipasi dini mengingat pembelajaran tatap muka (PMK) saat ini hampir sepenuhnya telah berjalan,” ujarnya.
BACA JUGA: Mencegah Hepatitis Akut, Wagub Minta Anak-Anak tak Bermain di Kolam Renang
Menurut Huda, hingga saat ini belum diketahui pasti pemicu kasus hepatitis akut. Namun, perlu diwaspadai karena kasus ini telah terjadi di berbagai negara dalam kurun waktu yang hampir bersamaan.
Inggris diketahui sebagai negara dengan jumlah kasus terbanyak, lalu disusul Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa lainnya.
Di Kawasan Asia, Jepang juga telah melaporkan kasus serupa.
Menurut Huda, banyak spekulasi terkait pemicu kasus ini. Ada analisa yang mengkaitkan dengan dugaan model platform vaksinasi Covid-19 tertentu, meskipun demikian kita tunggu saja proses penelitian oleh lembaga terkait.
“Kami minta ada antisipasi khusus di lingkungan pendidikan karena wabah ini menular dan di Indonesia telah memicu korban jiwa,” katanya.
Poltikus PKB ini mengungkapkan saat ini ada euforia seiring terus melandainya kasus Covid-19.
Ketaatan terhadap protokol kesehatan cenderung menurun termasuk di lingkungan sekolah. Situasi ini tentu mengkhawatirkan jika kemudian kasus hepatitis akut ini terus meluas.
Menurut Huda, model penularan kasus hepatitis ini terutama melalui makanan, pertukaran air ludah secara tidak langsung, hingga pola hidup yang tak bersih.
“Seiring melandainya kasus Covid-19 saat ini banyak kantin sekolah yang sudah kembali buka, pemakaian masker yang cenderung menurun, hingga budaya saling bertukar makanan dan minuman antarsiswa yang harus diwaspadai menjadi media penularan kasus hepatitis akut ini,” katanya.
Kemendikbudristek, lanjut Huda bisa berkoordinasi dengan Kemenkes dan Pemda untuk melakukan sosialisasi masif ke sekolah-sekolah.
Huda menyebut peserta didik, tenaga kependidikan, hingga orang tua siswa perlu mendapatkan sosialisasi tentang bagaimana bahaya hepatitis akut ini termasuk gejala, cara penularan, dan langkah antisipasinya.
“Langkah ini menurut kami perlu dilakukan agar kasus hepatitis akut ini tidak berubah menjadi pandemi karena dampaknya akan sangat luas dan tingkat fatalitas yang lebih tinggi,” katanya.
Huda juga berharap agar penerapan protokol kesehatan di lingkungan pendidikan tidak kendor.
Menurut Huda, pemakaian masker, kebiasaan mencuci tangan, hingga menjaga jarak di kerumunan masih cukup efektif untuk meminimalkan potensi penularan berbagai macam penyakit termasuk Covid-19 maupun hepatitis akut ini.
Huda mengatakan status pandemi saat ini masih belum dicabut, maka penyelenggara sekolah harus tetap mematuhi protokol kesehatan mulai dari 3 M hingga menyediakan sarana pendukung seperti westafel, thermogun, hingga toilet yang bersih.
“Selain itu ada baiknya makanan di kantin sekolah benar-benar diseleksi dari sisi kebersihan dan keamanan bahan,” pungkas Huda.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari