jpnn.com, JAKARTA - Fakultas Hukum Universitas Indonesia menggelar Gender Studies Forum (GSF) pada 10-11 Agustus 2022.
Diskusi tersebut mengangkat tema Menginvestigasi Kekerasan Seksual di Pendidikan Tinggi di Indonesia: Interseksi dan Interjeksi.
BACA JUGA: Tadpole Finance, Berizin Resmi dari BAPPEBTI
Forum ini membahas berbagai isu krusial terkait kekerasan seksual, seperti komitmen negara dalam implementasi regulasi kekerasan seksual, peluang satuan tugas dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual.
Kemudian perlindungan terhadap kelompok disabilitas dan kelompok marjinal lain, dan akar-akar kekerasan dalam dimensi sosio kultural.
BACA JUGA: Harga Cabai Mahal, 5 Resep Sambal Ini Wajib Dicoba Para Penikmat Pedas
Kegiatan ini diikuti sekitar 200 peserta, baik offline maupun online, untuk berbagi pengalaman, mulai dari Komnas Perempuan, Komnas Disabilitas, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi dari 58 kampus di Indonesia.
“Kerja kolaboratif ini harus melibatkan berbagai elemen, mulai dari perguruan tinggi, organisasi masyarakat, hingga komunitas. Kementerian menyambut baik GSF sebagai bagian dari upaya duduk bersama untuk mencari jalan terbaik menyelesaikan persoalan kekerasan seksual," kata Chatarina Muliana Girsang, Inspektur Jenderal Kemdikbud.
BACA JUGA: OneAset Permudah Masyarakat Berinvestasi
Prof. Alimatul Qibtiyah selaku komisioner Komnas Perempuan menjelaskan angka kekerasan seksual di Indonesia makin meningkat setiap tahun, dan berbagai upaya secara regulatif sudah bergerak ke arah upaya pencegahan kekerasan seksual.
“Tantangan utamanya ada pada mental model, bahwa seprogresif apa pun regulasi menjadi sulit dilaksanakan jika orang-orang yang mengimplementasikan di lapangan masih memahami kekerasan seksual sebagai hal yang biasa,” ungkapnya.
Dr. Dante Rigmalia, ketua Komnas Disabilitas, menjelaskan salah satu tantangan utama dalam kekerasan seksual terletak pada sikap masyarakat dan aparat penegak hukum yang cenderung mengabaikan.
Akibat kurangnya pengetahuan aparat, sistem peradilan pidana di Indonesia menjadi tidak terintegrasi dengan sistem pemulihan korban.
Trauma dan rasa malu yang dialami penyandang disabilitas sebagai korban kekerasan seksual seringkali diabaikan. Pada akhirnya, korban dan keluarga merasa pesimis kasus tersebut bisa diselesaikan.
Kegiatan ini didukung sepenuhnya oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Kedutaan Norwegia di Jakarta, Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial, dan Atiqoh Noer Alie Center.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada