jpnn.com, JAKARTA - Kasus kematian Bayi Debora di RS Mitra Keluarga Kalideres patut dijadikan pelajaran bagi pemerintah sebagai penyelenggara layanan kesehatan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyerukan agar BPJS Kesehatan mereview kembali sistem paket pembayaran biaya kesehatan yang diberikan pada faskes mitra.
BACA JUGA: Pastikan NIK Valid sebelum Lakukan Pendaftaran CPNS
Sistem pembayaran Indonesia Case Base Group (INA-CBGs) yang selama ini diterapkan dinilai sebagai sebab banyak rumah sakit enggan menjadi mitra BPJS.
Dalam pernyataannya kemarin (10/9), Iqbal menyebut, bukan pertama kalinya rumah sakit yang tergabung dalam Group Mitra menolak pasien.
BACA JUGA: Anggota DPR Kecewa dengan Pelayanan RS Mitra Keluarga
Terutama mereka yang tergabung dalam BPJS. Hal ini juga banyak terjadi di kalangan pekerja yang rata-rata adalah peserta BPJS.
Di Indonesia banyak rumah sakit Tipe A yang menolak untuk menjadi mitra BPJS Kesehatan karena sistem pembayaran biaya kesehatan yang tidak menguntungkan menejemen rumah sakit.
BACA JUGA: Kasus Pembakaran 7 Gedung SD jadi Hoaks Menfitnah Prabowo
Selama ini, BPJS kesehatan menerapkan sistem paket pembayaran INA CBGs. BPJS membayar rumah sakit berdasarkan biaya kelompok diagnosis tertentu, atau berdasarkan penyakit yang diderita pasien. ”Akibat sistem ini, RS Swasta akhirnya dibayar murah,” kata Iqbal.
Kasus kematian Debora, kata Said harus dijadikan momentum untuk mencabut sistem INA CBGs dan menggantinya dengan sistem pembiayaan pelayanan secara terukur (Fee For Service).
Menurut Iqbal, dengan dicabutnya sistem ini, RS Swasta tidak akan enggan lagi menjadi mitra BPJS. ”Jadi tidak ada lagi ceritanya pasien JKN/KIS atau bahkan buruh ditolak,” kata anggota organisasi buruh dunia ILO ini.
Jika pemerintah tidak segera berubah, bukan tidak mungkin kasus seperti Debora ini akan terus terulang.
Apalagi mayoritas RS Swasta terutama Type A (seperti RS Mitra Keluarga Kalideres) ini bukan jaringan pelayanan BPJS Kesehatan. Sehingga masyarakat atau buruh yang berpenghasilan rendah tidak akan dilayani kalau tidak sanggup membayar sesuai aturan Rumah Sakit tersebut.
”Lain halnya kalau RS Mitra Keluarga menjadi jaringan pelayanan BPJS Kesehatan,” Kata Iqbal.
Iqbal menyebut, murahnya pembayaran terhadap faskes seringkali membuat peserta BPJS Kesehatan mendapat diskriminasi dan harus mengantri.
Hal ini terlihat di banyak klinik dan Rumah Sakit mitra BPJS Kesehatan. Bahkan operasi, cuci darah, PICU, dokter spesialis, semua mengantre.
”Pasien harus mengambil nomor urut jam 2 pagi, baru dilayani jam 2 siang. Bahkan kalau mau operasi menunggu 2 minggu hingga 1 bulan untuk menunggu giliran. Semua ini penyebannya adalah INA CBGs,” pungkasnya. (tau)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ray Geregetan Ingin Tahu Jokowi Antikorupsi atau Prokoruptor
Redaktur & Reporter : Soetomo