jpnn.com, MALANG - Polisi menghentikan pengusutan kasus Tjipto Yhuwono, kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) 3 Lowokwaru, yang diduga menyetrum empat siswanya.
Polisi tidak lagi melakukan penyidikan karena sudah ada mediasi yang berujung pada penutupan kasus itu.
BACA JUGA: Mawar Merah untuk Pak Tjipto, Guru yang Diduga Menyetrum 4 Siswa
Bertempat di aula Polresta Malang, Rabu (10/5), hadir Wakil Wali Kota Malang Sutiaji, Ketua Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Malang Dra Zubaidah, dan Kapolresta Malang AKBP Hoiruddin Hasibuan.
Selain itu, hadir pula Pakar Elektro Politeknik Negeri Malang Slamet Nurhadi, Psikolog Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN) Malang Josina MSi , dan Dokter Spesialis Anak Agung Prasetyo Wibowo.
BACA JUGA: Sudah Dibekuk Semua, Dua Ditembak Kakinya
Seperti diberitakan sebelumnya, RA, salah satu siswa kelas VI di SDN 3 Lowokwaru, mengaku disetrum oleh Tjipto Yhuwono. Penyetruman itu membuat sejumlah organ tubuhnya ngilu dan mimisan.
Penyetruman itu dilakukan pada Selasa (25/4) dan berlangsung sekitar tiga menit. Ada empat siswa yang disetrum. Selain RA, ada MK, MZ, dan MA yang mengalami hal yang sama.
BACA JUGA: Pemkab Malang Siap Launching Branding Pariwisata di Kokas
Hasil mediasi menyatakan, kasus ini ditutup dengan iktikad damai. Namun, acara siang hari tersebut tidak dihadiri pelapor beserta kepala sekolah yang bersangkutan.
Dra Zubaidah menyampaikan, pihaknya sudah mempelajari kasus tersebut dan menganggap bahwa terapi yang diberikan Tjipto merupakan terapi untuk siswa kelas VI.
Dia menyatakan, berdasar hasil uji laboratorium kelistrikan, alat setrum yang digunakan Tjipto itu tidak fatal. ”Siswa kelas 6 kurang konsentrasi dalam pelajaran sehingga diopsikan terapi,” tandasnya.
Pakar Elektro Politeknik Negeri Malang Slamet Nurhadi ST MMT membeberkan, alat tersebut sudah dalam pengujian timnya.
Dua kali pengujian dilakukan dengan memakai tegangan sumber dan tanpa tegangan sumber. Dari hasil percobaan pertama tanpa tegangan sumber, arus listrtik tidak keluar atau tidak tembus ke dalam tubuh.
Kemudian, pada percobaan kedua, lempengan konduktor dibalik. Namun, Slamet tidak berani memaksakan hasil karena sudah yakin adanya tegangan sumber yang akan muncul.
”Ketika itu, voltasenya 220 volt. Percobaan kedua tidak saya lanjutkan karena menggunakan tegangan sumber,” ungkap dia.
Bahkan, dalam pengujiannya, Slamet berani menyatakan bahwa alat tersebut tidak layak digunakan karena banyaknya sambungan kabel yang tidak terisolasi.
”Alat tersebut tidak layak digunakan. Bahayanya ya karena banyak sambungan kabel yang tidak tertutup,” tambahnya.
Senada dengan Slamet, Agung Prasetyo Wibowo membeberkan, alat tersebut bertegangan rendah. Namun, sambungan kabel atau konduktor yang tidak tertutup bisa memberi efek setrum.
”Kami hanya menyarankan agar alat tersebut tidak digunakan sembarangan,” terangnya. Jadi, terapi memang harus dilakukan oleh tenaga profesional, yaitu ahli terapi. (jaf/c3/lid)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemuda Dihajar Massa, Menangis di Pelukan Ibundanya
Redaktur & Reporter : Soetomo