Kasus Maladministrasi di SMKN 2 Padang, Intoleransi Pendidikan Harus Segera Dihapuskan

Kamis, 24 Juni 2021 – 23:38 WIB
Siswi berjilbab dan yang tidak di sebuah sekolah negeri. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, PADANG - Pengamat pendidikan Ina Liem mengatakan maladministrasi penyusunan tata tertib yang mewajibkan siswi nonmuslim memakai jilbab di SMKN 2 Padang Sumatera Barat membuktikan adanya intoleransi di dunia pendidikan.

Seharusnya, kata dia, sekolah dan fasilitas pendidikan lainnya bisa menjadi tempat belajar menghargai perbedaan.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Senjata KKB Milik Polisi? Curiga Ada Mafia Obat, Kabar Gembira dari Gus Yaqut

Kondisi ini juga menegaskan masih banyak pihak yang memasukkan unsur politik dalam pendidikan.

Ina menegaskan intoleransi dan politisasi akan membuat dunia pendidikan sulit maju padahal, inovasi terbaik lahir dari kolaborasi yang radikal.

BACA JUGA: SKB 3 Menteri soal Seragam Sekolah: Tak Ada Kewajiban dan Larangan Pakai Jilbab ataupun Salib

Sebaliknya, keseragaman yang dipaksakan membuat siswa tidak inovatif.

Menurut Ina, keberagaman akan menghasilkan inovasi yang unik dimana perbedaan adalah akarnya.

BACA JUGA: 5 Sikap PB PGRI soal Jilbab di SMKN 2 Padang

“Kalau kita bisa melihat perbedaan dan bergaul dengan orang dari berbagai ras suku gender agama yang berbeda, kita bisa empati terhadap masalah kelompok yang beda dan memberikan solusi," kata dia di Jakarta.

Saat ini, lanjutnya, pemerintah pusat menghadapi tantangan dalam mengatur satuan pendidikan di daerah.

Berbagai terobosan yang telah dilakukan Kemendikbudristek melalui Merdeka Belajar dan Visi Profil Pelajar Pancasila yang salah satunya terkait kebinekaan global semestinya mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah daerah (pemda).

Ironisnya, sejumlah pemda justru masih memiliki visi dan misi berbeda dengan pemerintah pusat.

Dia juga menyayangkan pembatalan Surat Keputusan Bersama 3 Menteri tentang aturan seragam sekolah negeri oleh Makhamah Agung.

Padahal, langkah tersebut ditempuh sebagai satu upaya menghentikan intoleransi di dunia pendidikan.

"Perbedaan visi misi pusat dan daerah lebih kepada masalah politik. Padahal, kalua politisasi masuk ranah pendidikan kasihan anak-anaknya," tegas Ina.

Ina mengungkapkan arah Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka adalah melahirkan inovasi agar mampu bersaing secara global.

Namun, pencapaian tujuan ini akan terhambat manakala tidak ada dukungan pemda.

Dia mengingatkan pendidikan Indonesia yang salah satunya diukur melalui nilai PISA sebagai salah satu indikator masih terpuruk dalam 18 tahun terakhir.

Seperti diberitakan, Ombudsman perwakilan Sumatera Barat menemukan adanya masalah maladministrasi pada penyusunan tata tertib sekolah di SMKN 2 Padang.

Kepala Ombudsman Sumatera Barat, Yefri Heriani menyatakan terdapat ketidakcermatan Kepala SMKN 2 Padang dalam menyusun tata tertib sekolah sehingga tidak memerhatikan ketentuan dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45/ 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan itu menyebutkan pakaian seragam khas muslimah adalah yang dikenakan peserta didik muslim karena keyakinan pribadinya sesuai jenis, model, dan warna yang telah ditentukan dalam kegiatan proses belajar mengajar untuk semua jenis pakaian seragam sekolah.

Sementara di sekolah itu, siswi nonmuslim juga diwajibkan memakai jilbab sebagai bagian dari seragam sekolah.

"Namun, pihak sekolah tidak memerhatikan aturan tersebut, sehingga berakibat munculnya norma wajib di lingkungan sekolah yang menjadi kebiasaan dalam pemakaian jilbab kepada siswi yang tidak beragama Islam," kata Yefri. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler