jpnn.com, JAKARTA - Orient P Riwu Kore, Bupati Sabu Raijua terpilih lahir dan besar di Indonesia dari kedua orang tua asli Indonesia (Sabu Raijua) di Kupang, NTT. Hal itu merupakan suatu peristiwa hukum di mana Orient menjadi Warga Negara Indonesia (WNI).
Kemudian setelah dewasa Orient tinggalkan WNI-nya dan menjadi warga negara Amerika Serikat (AS), juga merupakan peristiwa hukum dalam hidup Orient. Dan, sekarang Orient kembali lagi menjadi WNI, juga merupakan peristiwa hukum yang dijamin konstitusi.
BACA JUGA: Pemerintah Sebaiknya Beri Kesempatan Kepada Orient untuk Tanggalkan Kewarganegaraan AS
“Peristiwa hukum dalam kehidupan Orient terkait status kewarganegaraan, menjadi hal biasa, ia bukan merupakan peristiwa pengkhianatan terhadap negara, melainkan peristiwa konstitusional karena dijamin,” kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus dalam keterangan tertulis diterima Rabu (17/2/2021).
Menurut Petrus, dalam pasal 28D ayat (4) UUD 1945, menyatakan bahwa setiap orang berhak atas status kewarganegaraan, Selanjutnya, dalam pasal 26 UU No. 39 Tahun 2000 Tentang HAM dan pasal 31 UU No. 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan RI, mengatur tata cara untuk memperoleh kembali kewarganegaraan RI.
BACA JUGA: Bupati Sabu Raijua Terpilih Orient P Riwu Kore: Saya WNI Sah
Upaya Orient untuk kembali menjadi WNI, telah dilakukan sejak tahun 1997, dimana Orient telah mendapatkan kembali KTP DKI Jakarta sebagai WNI hingga mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati Sabu Raijua dan melewati semua tahapan proses Pilkada. Orient dinyatakan memenuhi semua persyaratan calon dan pencalonan, hingga lolos dalam pemilihan dan ditetapkan sebagai Bupati terpilih, dalam Pilkada 2020 di Kabupaten Sabu Raijua.
Namun demikian muncul masalah, Orient masih tercatat berkewarganegaraan AS yang belum diselesaikan administrasi peneguhannya kembali sebagai WNI, namun Orient dan publik tidak perlu khawatir, karena Pemerintah pernah punya pengalaman bagaimana menyelesaikan persoalan WNI.
BACA JUGA: Ini Fakta Menarik tentang Novel Murder on the Orient Express
“Arcandra Tahar yang pernah menjadi warga negara AS, kemudian kembali ke Indonesia ingin mengabdi sebagai WNI, dimana Pemerintah akhirnya mengambil sikap bijak dengan meneguhkan kembali kewarganegaraan Indonesia dan Arcandra dipercaya menjadi Wamen ESDM, melalui hak prerogatif Presiden,” kata Petrus.
Perlu Terobosan Melalui Diskresi
Menurut Petrus, tidak ada lagi waktu dan pintu yang tersedia baik melalui upaya administratif maupun upaya yuridis oleh UU Pilkada untuk mengajukan keberatan terkait dengan munculnya keadaan baru yang sangat menentukan setelah penetapan Bupati terpilih.
Selain itu, tidak ada lagi upaya hukum melalui rezim UU Pilkada untuk dipersoalkan. Oleh karena itu, Mendagri perlu menunda sedikit waktu agar proses administrasi melepaskan status kewarganegaraan AS yang sudah ditanggalkan Orient sejak 1997 menjadi permanen dan Orient dapat dilantik segera.
“Tentu prosesnya agak berbeda antara kasus Arcandra Tahar dengan Orient, karena Arcandra Tahar muncul masalah setelah dilantik sebagai Menteri ESDM dan proses pengangkatan Arcandra Tahar dan pelepasan jabatan Arcandra Tahar cukup dengan penggunaan hak prerogatif Presiden,” kata Petrus yang juga Advokat Peradi ini.
Sedangkan pada kasus Orient, menurut Petrus, posisinya sudah ditetapkan sebagai Bupati terpilih hasil proses Pilkada yang demokratis, dimana mayoritas pemilih di Sabu Raijua tetap menghendaki Orient sebagai Bupati. Karena itu, kewenangan Diskresi Mendagri menjadi opsi tepat melantik Orient sebagai Bupati setelah administrasi peneguhan WNI-nya selesai.
Oleh karena itu, lanjut Petrus, perlu terobosan Menteri Dalam Negeri melalui kewenangan Diskresi. Yakni menunda sementara waktu dengan menunjuk Penjabat Bupati Sabu Raijua, hingga masalah administrasi pelepasan status kewarganegaraan AS.
Selain itu, peneguhan kewarganegaraan Indonesia atas nama Orient dituntaskan dalam tempo sesingkat-singkatnya, agar roda pemerintahan untuk mewujudkan tujuan nasional menurut UUD 1945 tidak menjadi halangan oleh sebab apapun juga.
Kontribusi Orient untuk Revisi UU Pilkada
UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada, tidak mensyaratkan secara absolut bahwa yang boleh menjadi calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota hanyalah warga negara Indonesia dan tidak secara absolut melarang yang bukan warga negara Indonesia atau yang memiliki kewarganegaraan lain selain Indonesia, tidak boleh menjadi calon.
Petrus menilai ada kecenderungan Pembentuk UU membuka ruang bagi orang Indonesia yang pernah berkewarganegaraan lain, boleh menjadi Calon Gubernur, Bupati dan Walikota, karena syarat harus WNI tidak secara absolut dinyatakan oleh UU Pilkada, sebagaimana syarat seorang Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, calon Menteri dan Calon Legislatif, harus seorang warga negara Indonesia menurut UUD 1945 dan UU Pemilu.
Ketentuan pasal 7 UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada, hanya menyatakan "setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota, harus memenuhi syarat"; bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dstnya. tanpa ada syarat harus warga negara Indonesia.
Lebih lanjut, Petrus mengatakan jika dibanding dengan ketentuan pasal 6 UUD 1945 tentang syarat untuk menjadi Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, maka di sana dengan tegas dikatakan bahwa Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden harus seorang WNI sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri dan seterusnya.
Ketentuan ini secara tegas menyatakan "harus seorang WNI sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain", berbeda dengan syarat hendak menjadi Calon Gubernur, Bupati dan Walikota di dalam UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada.
Hal ini lebih lunak karena tidak menempatkan syarat harus seorang WNI sebagai salah satu syarat menjadi calon Gubernur, Bupati dan Walikota, sehingga UU Pilkada tidak linear kepada UUD 1945 dalam soal Calon Kepala Daerah.
UU Pilkada pun tidak mengatur larangan bagi orang Indonesia yang bukan WNI mendaftar sebagai calon Gubernur, Bupati dan Walikota. Oleh karena itu, Orient memiliki legal standing dan memenuhi syarat.
Sebab sejak tahun 1997, Orient sudah kembali menjadi warga negara Indonesia, karena memiliki KTP DKI Jakarta secara sah dan dalam Pilkada Sabu Raijua masyarakat secara rational dan emosional memilih Orient menjadi Bupati Sabu Raijua untuk mengabdi.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich