jpnn.com, JAKARTA - Perjalanan politik Orient Patriot Riwu Kore (Orient) dalam proses Pilkada 2020 di Kabupaten Sabu Raijua Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat menarik untuk bahan kajian perbaikan hukum. Khususnya UU Pilkada dan bagi para ahli Hukum Tata Negara dan Administrasi Pemerintahan untuk perkembangan Ilmu hukum ke depan.
Kasus Bupati Orient memperlihatkan betapa UU No. 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada mengalami ruang yang kosong atau kekosongan hukum.
BACA JUGA: Bupati Sabu Raijua Terpilih Orient P Riwu Kore: Saya WNI Sah
Hal ini terlihat ketika muncul keadaan baru atau hal baru yang sangat menentukan terkait keabsahan seorang calon Gubernur, Bupati atau Wali Kota pada saat calon telah ditetapkan sebagai Gubernur, Bupati atau Wali Kota terpilih dan semua upaya hukum melalui mekanisme UU Pilkada sudah tertutup.
“Ini sebuah realita, di mana pembentuk UU lalai mengantisipasi tentang apa syarat batal dan apa upaya hukumnya jika muncul "keadaan baru atau hal baru yang sangat menentukan" ketika Bupati terpilih sudah ditetapkan dan belum dilantik,” kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus dalam keterangan tertulis diterima Sabtu (13/2/2021).
BACA JUGA: Permintaan Irjen Lotharia untuk Orient, Bupati Terpilih Sabu Raijua Bersatus WN Amerika Serikat
Menurut Petrus, hal itu tidak tersedia lagi upaya hukum dan waktu untuk menilai keadaan baru yang sangat menentukan itu melalui rezim Hukum Acara UU Pilkada.
Dalam kasus Orient, kata Petrus, keadaan baru yang sangat menentukan dimaksud adalah munculnya Surat Keterangan dari Kedutaan AS bahwa Orient berkewarganegaraan AS, di saat semua upaya administratif dan upaya hukum yang tersedia menurut UU Pilkada sudah tertutup.
BACA JUGA: Reaksi Petrus Soal Polemik Penetapan Bupati Sabu Raijua Terpilih Berkewarganegaraan AS
“Karena UU Pilkada tidak mengatur mekanisme penyelesaian jika suatu keadaan baru yang bersifat menentukan, muncul kemudian di tahap injury time,” kata Petrus.
Perlu Langkah Bijak
Dalam keadaan demikian, menurut Petrus, maka Menteri Dalam Negeri tidak punya pilihan lain selain hanya melanjutkan saja dengan melantik Orient menjadi Bupati Sabu Raijua Periode 2020-2025 atau setidak-tidaknya menunda pelantikan.
“Sebaiknya memberi kesempatan kepada Orient menyelesaikan administrasi dengan menanggalkan status kewarganegaraan AS sesuai dengan ketentuan UU Nomor 40 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan,” saran Petrus.
Menurut Petrus, harus diingat bahwa seorang warga negara Indonesia yang pindah menjadi warga negara asing adalah sebuah peristwa hukum yang positif dalam kehidupan seseorang, itu bukanlah suatu tindak pidana. Hal itu bukan sebagai kejahatan pengkhianatan terhadap negara, melainkan sesuatu hak yang konstitusional, menurut UUD 1945 bahwa setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Lebih lanjut UU HAM menjamin hak setiap warga negara untuk pindah warga negara lain dan kembali lagi menjadi warga negara Indonesia. Hal ini sesuai jaminan pasal 28D ayat (4) UUD 1945 jo. pasal 26 dan 27 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM jo. UU No. 40 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan.
UU tersebut mengatur kapan seseorang Indonesia kehilangan kewarganegaraan Indonesia dan kapan seseorang Indonesia bisa memperoleh kembali kewarganegaraan Indonesia sebagai suatu peristiwa hukum.
Dalam soal status kewarganegaraan, Orient sudah melewati tiga peristiwa hukum soal kewarganegaraannya. Pertama, peristiwa hukum di mana Orient lahir dan besar dari kedua orang tua Indonesia asli di Sabu Raijua, Kupang, NTT berarti Orient adalah warga negara Indonesia.
Kedua, Orient juga mengalami peristiwa hukum berupa kehilangan kewarganegaraan Indonesia, karena menjadi warga negara AS.
Ketiga, Orient sekarang kembali menjadi warga negara Indonesia dan ber-KTP Nasional di Kupang NTT.(fri/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Friederich