Kasus Satelit Kemenhan, Pakar Hukum Soroti Kelebihan Kejagung dibanding KPK

Selasa, 15 Februari 2022 – 15:46 WIB
Gedung Kejaksaan Agung. Foto: Ricardo/jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho, menilai Kejaksaan Agung mengambil langkah maju dengan memeriksa mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, dan sejumlah eks jenderal sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan satelit di Kementerian Pertahanan.

"Ya ini saya kira sebagai langkah maju di mana Kejaksaan Agung sudah punya Jaksa Agung Muda Militer yang sebelumnya tidak bisa. KPK pun tidak bisa," kata Hibnu saat dihubungi wartawan, Selasa (15/2).

BACA JUGA: Usut Korupsi Satelit Kemenhan, Kejagung Garap 2 Manajer Rekanan Proyek Pengadaan

Oleh karena itu, lanjut dia, Kejaksaan Agung harus bisa membuktikan wadah Jaksa Agung Bidang Militer itu untuk memeriksa pejabat-pejabat di bidang militer.

"Karena namanya militer yang memeriksa harus militer menurut UU Militer. Saya kira ini suatu langkah maju," tegas dia.

BACA JUGA: Ssst, M Ikut Diperiksa Kejagung Terkait Korupsi Satelit

Hibnu pun melihat Kejaksaan Agung tidak tebang pilih dalam menangani kasus tersebut. Justru sekarang, lanjutnya, institusi yang saat ini dipimpin oleh ST Burhanuddin itu merupakan suatu lembaga penegak hukum yang punya komplit penyidiknya.

"Ada penyidik umum, ada penyelidik militer sehingga saya kira ini suatu langkah maju, harus kita berikan apresiasi, dukungan. Apalagi terkait dengan pengadaan satelit. Itu bukan hal yang murah," ujarnya.

BACA JUGA: Eks Menkominfo Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Korupsi Satelit

"Ini betul harus ekstra hati-hati, karena namanya militer, semua lini tidak ada yang kebal hukum," tambahnya.

Hibnu menambahkan masyarakat harus mendukung upaya Kejaksaan Agung dalam menuntaskan kasus di Kemenhan itu. "Harus didukung, kita semua."

Dalam perkara ini, Jampidsus Kejaksaan Agung telah memeriksa sejumlah saksi, di antaranya mantan Menteri Komunikasi dan Informatka (Menkoinfo) Rudiantara, Jumat (11/2).

Kemudian, tiga purnawirawan TNI, yakni mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan RI, Laksamana Madya TNI (Purn) AP, Mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan RI, Laksamana Muda TNI (Purn) inisial L dan Mantan Kepala Pusat Pengadaan pada Badan Sarana Pertahanan Kemenhan RI Laksamana Pertama TNI (Purn) inisial L.

Selain itu ada sejumlah saksi dari kalangan sipil, yakni petinggi dari PT DNK, PT LEN, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Penyidik Jampdisus Kejagung juga telah menggeledah tiga lokasi, yakni dua kantor PT DNK, dan satu apartemen Direktur Utama PT DNK atau tim ahli Kemenhan berinisial SW. Penggeledahan yang dilakukan pada Selasa (18/1), serta menyita sejumlah barang bukti terkait pengadaan orbit satelit tersebut.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD dalam konferensi pers Kamis (13/1) menyebutkan, bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengeluarkan keputusan tentang hak penggunaan filling satelit Indonesia pada orbit 123 derajat untuk filing Satelit Garuda-2 dan Nusantara A1-A kepada PT DNK.

Pada tanggal 10 Desember 2018, Kominfo mengeluarkan keputusan tentang Hak Penggunaan Filing Satelit Indonesia pada Orbit 123 derajat BT untuk Filling Satelit Garuda-2 dan Nusantara A1-A kepada PT DNK. Namun, PT DNK tidak mampu menyelesaikan permasalahan residu Kemhan dalam pengadaan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). (ant/dil/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler