Kasus Timah, Saksi Ahli Soroti Pihak yang Berwenang Menyatakan Kerugian Negara

Kamis, 21 November 2024 – 22:08 WIB
Dokumentasi - Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta menggelar sidang kasus korupsi timah. Dok: source for JPNN.

jpnn.com - JAKARTA - Sidang lanjutan dugaan korupsi kasus timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (20/11) menghadirkan ahli hukum keuangan negara Dian Puji Simatupang.

Dian hadir sebagai saksi ahli meringankan terdakwa eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Helena Lim.

BACA JUGA: Sikap Ahli di Sidang Kasus Timah Tidak Etis, Perhitungan Kerugian Negara Diragukan

Dalam pemaparannya Dian mengatakan bahwa pihak yang berwenang melakukan, menilai, dan menghitung kerugian negara dalam perkara dimaksud adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 23E ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan turunannya Pasal 10 ayat 1 UU 15 Tahun 2006 Tentang BPK.

BACA JUGA: Sidang Korupsi Timah, Hakim Pertanyakan Penghitungan Kerugian Negara Berdasarkan IUP

"BPKP hanya diberi fungsi menghitung kerugian negara, itu juga dalam rangka pengendalian intern pemerintah. Jadi, melakukan identifikasi, pencegahan dalam rangka mencegah pemberosan efektivitas terhadap penggunaan APBN," ujar Dian di hadapan majelis hakim.

Dia berpendapat hanya BPK yang berwenang sebagai lembaga untuk melakukan perhitungan kerugian negara. BPKP tidak dapat melakukannya.

BACA JUGA: Perbedaan Data Kerugian Lingkungan Kasus Korupsi Timah Sorot Perhatian di Persidangan

"Kalau dicari seluruh peraturan perundangan, tidak ada satu pun lembaga kecuali BPK, di pasal 10 ayat 1. BPK berwenang menilai kerugian negara akibat perbuatan hukum atau kelalaian di keuangan negara, APBN, APBD, dan seluruh pengolahan negara lainnya," ucapnya.

Dian lantas menjabarkan BPKP memiliki fungsi yang tertuang di dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 Tentang SPIP.

Fungsi BPKP apabila diberikan mandat oleh BPK, atau dari presiden yang didelegasikan kepada menteri keuangan dan menteri dalam negeri untuk melakukan menghitung kerugian negara.

"Pertama, presiden yang menugaskan, menteri keuangan yang memberi delegasi atau menteri dalam negeri yang meminta. Jadi, tiga itu saja. Atas dasar itu maka fungsi BPKP melakukan penilaian ke negara dapat dilakukan," katanya.

Dian lebih lanjut mengatakan bila pesiden, BPK, dan menteri keuangan tidak meminta, maka tidak bisa dilaksanakan fungsi penilaian kerugian negara.

"Jadi, tadi ada syarat kewenangan di pasal 56 ayat 1 huruf A. Pasal 56 ayat 1 menyebabkan menjadi produknya menjadi tidak sah," ucapnya.

Dian juga mengatakan tambang bukan aset negara sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010. Maka, kerusakan lingkungan bukan menjadi kerugian negara.

"Tentu tidak (kerugian negara). Kembali lagi bahwa aset-aset seperti itu tidak menjadi tanggungan pemeliharaan negara," kata Dian Puji Simatupang. (mcr4/jpnn)


Redaktur : Kennorton Girsang
Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler