jpnn.com, JAKARTA - Jakarta Budget Watch (JBW) menilai tidak ada swastanisasi air di ibu kota. Keberadaan operator air Aetra dan Palyja yang hanya mengolah air baku menjadi air bersih kemudian memperluas sambungan perpipaan bukanlah bentuk swastanisasi air.
Apalagi kedua perusahaan itu menjual air hasil produksinya tetap ke PAM Jaya selaku Badan Usaha Milik Daerah yang merupakan perusahaan pelat merah milik Pemprov DKI Jakarta.
BACA JUGA: Duit ERP Tak Dipakai Membangun Jakarta
“Banyak yang salah memahami arti kata swastanisasi air. Swastanisasi air itu apabila pihak swasta mengusai pengelolaan air dari hulu hingga ke hilir, kemudian melakukan penjualan langsung ke masyarakat. Sedangkan apa yang dilakukan Aetra dan Palyja hanya mengolah air dan menjual kepada perusahaan pemerintah PAM Jaya. Sehingga tidak bisa dikatakan sebagai swastanisasi air,” ujar Ketua Presidium JBW S Andyka, Senin (22/10).
Mantan anggota DPRD DKI ini mengungkapkan, Aetra dan Palyja menjual air kepada PAM Jaya sangat murah, yakni hanya Rp.4 per liter. Kemudian PAM Jaya menjual kembali kepada masyarakat Rp7 per liter, sehingga PAM Jaya masih memperoleh keuntungan, dan pada sisi lain masyarakat mendapatkan air berkualitas dengan harga murah.
BACA JUGA: Cegah Banjir dengan Pengerukan
“Jika dibandingkan dengan di luar negeri, seperti Singapura yang juga menggunakan jasa operator air, maka dapat dikatakan harga air di Jakarta ini sangat jauh lebih murah,” katanya.
Mengenai keputusan MA yang mengabulkan gugatan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta, dijelaskan Andyka, semua pihak harus menelaah apa isi putusan MA tersebut. Di sana tidak menyinggung mengenai pemutusan kontrak kerjasama antara operator air dengan PAM Jaya yang masih berlaku hingga Tahun 2023 mendatang.
BACA JUGA: Anies Harus Meningkatkan Prestasi Setelah Setahun Pimpin DKI
“Sehingga otomatis Aetra dan Palyja masih tetap bisa melayani masyarakat ibu kota dalam menyediakan air berkualitas hingga 2023 mendatang,” ujarnya.
Andyka juga mendukung langkah DPRD DKI Jakarta yang menolak pengajuan anggaran Penyertaan Modal Daerah (PMD) PAM Jaya sebesar Rp 1,2 triliun. Sebab operator swasta sudah menyiapkan dana Rp 5 triliun untuk memperluas jaringan perpipaan dan peningkatan pelayanan.
“Sehingga jika Pemprov DKI memaksakan meminta PMD Rp 1,2 triliun, hampir dapat dipastikan anggaran itu akan menjadi temuan kerugian negara. Karena memang anggaran tidak dapat digunakan sebab sudah ada dana dari operator. Kalau DPRD menyetujui, mereka dikhawatirkan akan masuk penjara bareng-bareng karena telah melakukan penyimpangan anggaran. Jadi sudah tepat apabila DPRD menolak anggaran itu,” terangnya.
Mengenai keputusan MA yang banyak disalah artikan itu, saat ini juga sudah mendapat reaksi dari sejumlah pihak. Salah satunya dari Kementerian Keuangan dengan mengajukan permohonan peninjauan kembali atau PK atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan Pemprov DKI menghentikan swastanisasi air.
Lebih lanjut, Andyka pun mengaku heran dengan kengototan sejumlah pihak, yang begitu ingin mengakhiri kerjasama operator air Aetra dan Palyja dengan PAM Jaya. Padahal, dalam klausul kerjasama perjanjiannya masih berlaku hingga 2023.
“Harusnya mereka yang ngotot ini memikirkan banyak aspek, termasuk aspek kerugian apabila operator yang merasa diputus kontraknya sepihak menggugat ke arbitrase internasional. Tentu yang akan dirugikan bukan hanya nama baik Pemprov DKI, namun juga pelayanan air masyarakat juga bisa terganggu. "Jangan sampai muncul kecurigaan, bahwa pihak yang ngotot ingin mengakhiri kerjasama antara Aetra dan Palyja ini, karena ada persaingan bisnis dari perusahaan lain yang ingin masuk menggantikan Aetra dan Palyja. Karena kabarnya ada perusahaan dari luar yang telah siap menggantikan peran Aetra dan Palyja,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia for Transparancy and Akuntability (Infra) Agus Chaerudin, menilai pelayanan air kepada masyarakat harus diutamakan. Saat ini pelayanan itu sudah mulai berkembang dengan perpipaan dan air bersih yang menjang se- Jakarta," katanya.
Dikonvirmasi oleh INDOPOS, Kasi Air Baku dan Air Bersih, Sumber Daya Air (SDA) Aditya enggan berkomentar jauh. Menurut Aditya, proses pengelolaan air oleh Pemprov secara teknis akan dibeberlakn langsung oleh Gubernur DKI Jakarta Anise Baswedan.
“Ini Insya Alloh, tim mengelola lebih banyak untuk masyarakat. Kita tunggu saja, nanti akan disampaikan oleh Pak Anies,” ujarnya di Balai Kota DKI.
Ia menyebutkan, saat ini tim tengah melakukan percepatan. Salah satunya sosialisasi bersama NGO hingga serikat pekerja.
Di tempat yang sama, Ketua Serikat Pekerja KEP SPSI PT Aetra Saroha Simanullang menegaskan, seluruh pekerja PT Aetra harus ditampung seluruhnya di PAM Jaya. “Pasalnya, berlakunya putusan MA tersebut akan berdampak pemutusan hubungan kerja (PHK),” tandasnya. (nas)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kontrak Pengelolaan TPST Bantargebang Habis 2020
Redaktur & Reporter : Adil