Kawal Anak SMP yang Masih Rentan Berjejaring Sosial

Minggu, 01 Juni 2014 – 08:00 WIB
BERDEDIKASI: Sholeh Hadi Setyawan (duduk), Daniel Soesanto, dan Melissa Angga para relawan TIK. Mereka mendapat penghargaan dari Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini saat peringatan HUT Surabaya ke-721 di Taman Surya. Foto: Titik Andriyani/Jawa Pos

jpnn.com - JARI-jemari Sholeh Hadi Setyawan bergerak aktif mengarahkan mouse komputernya. Matanya jeli memeriksa satu per satu tampilan web di depannya. Sholeh sedang meneliti aplikasi games yang tengah dia buat bersama dua rekan relawan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) lainnya. Yakni, Melissa Angga dan Daniel Soesanto.

Games itu akan dia kompetisikan kepada siswa-siswi SMA/SMK se-Surabaya pada November tahun ini. Meski kompetisi masih lama, Sholeh ingin memastikan games tersebut sempurna untuk dilombakan. Sebuah games yang sangat mencirikan kota ini.

BACA JUGA: Terkenal karena Peran Bidadari, Tetap Eksis Meski Berhijab

Ya, kompetisi seputar TIK adalah salah satu kegiatan yang dihelat para relawan TIK. Siapa saja mereka? Sholeh menuturkan, relawan TIK Surabaya dibentuk pada 9 November tahun lalu. Sehari kemudian, SK kepengurusan relawan itu keluar.

’’Relawan TIK Surabaya dibentuk oleh relawan TIK pusat. Visi utama kami memasarkan TIK secara positif,’’ ungkap Sholeh saat ditemui di ruang rapat Fakultas Teknik Informatika Ubaya pada Jumat lalu (30/5).

BACA JUGA: Bounty Hunter, Kumpulan Fotografer Pemburu Hadiah Lomba Foto

Lalu, bagaimana relawan tersebut bisa terbentuk? Sholeh mengungkapkan, dirinya mempunyai komunitas di kampusnya yang memang sehari-hari menekuni TIK. Sebab, TIK juga berkaitan dengan pekerjaannya sebagai dosen sistem informasi di teknik informatika Universitas Surabaya (Ubaya).

Sholeh juga sering berhubungan dengan teman-teman SMA-nya yang sama-sama mendalami TIK. Selain itu, dia berkenalan melalui media sosial dengan berbagai komunitas ”pecandu” teknologi informasi. Dari berbagai komunikasi intens tersebut, mereka kemudian kopi darat. Mulai mengobrol ringan, berkawan akrab, hingga mengadakan berbagai event seputar TIK. Singkatnya, Sholeh lalu mendapat tawaran dari salah seorang pengurus relawan TIK pusat untuk membentuk relawan tersebut di Surabaya.

BACA JUGA: Wahyu, 11 Tahun Terbaring dengan Batok Kepala Membelah

Sholeh menyambut ajakan itu. Dia pun menggandeng teman-temannya untuk menjadi relawan. ”Namanya relawan, ya orientasi kami kegiatan sosial. Nggak dibayar alias gratis,” ujar pria yang pada hari itu mengenakan atasan batik cokelat.

Dia pun lalu menyusun pengurus relawan TIK. Yang duduk dalam pengurusan TIK tidak hanya para rekannya dari Ubaya, tapi juga dari berbagai kampus di Surabaya. Misalnya, dari Universitas Ciputra, Universitas Narotama, maupun Universitas Negeri Jember. Mereka juga berasal dari berbagai profesi.

Sebelum relawan itu terbentuk resmi, mereka sering berkumpul untuk, misalnya, memasangkan internet gratis ke kampung-kampung. Dia juga memberikan pelatihan bisnis online kepada unit masyarakat kegiatan menengah (UMKM) di Surabaya.

Salah satu alasan yang menggugah hati Sholeh dkk untuk menjadi relawan adalah akses internet sudah sedemikian luas. Tapi, akses informasi itu sering disalahgunakan. Berbagai kasus kejahatan pun sering terjadi melalui jagat maya tersebut.

”Internet itu bagai pedang bermata dua. Jika kedua sisi ini tidak dijaga, dampak negatif penggunaan internet bisa dominan,” ungkap pria kelahiran 1971 tersebut. Karena itu, mereka berkomitmen untuk mengedukasi masyarakat tentang penggunaan internet dengan benar.

Meski relawan itu baru seumur jagung, berbagai kegiatan sudah mereka lakukan. Beberapa saat setelah relawan tersebut terbentuk, mereka langsung mengadakan kompetisi majalah digital SMA-SMK se-Surabaya. Seolah ingin menunjukkan eksistensi peran mereka, para relawan yang mengurusi seputar teknologi informasi itu lalu menyelenggarakan Pesta Kreatif Workshop TIK untuk para pelajar se-Surabaya.

Pada Desember tahun lalu, mereka memperkenalkan internet sehat kepada para pelajar. Sebab, mereka adalah sasaran empuk human trafficking. Usia yang paling rentan menjadi korban kejahatan itu adalah pelajar SMP. ”Usia SMP masa paling rentan. Mereka belum cukup dewasa sehingga mudah kena bujuk rayu,” ucapnya.

Para siswa itu juga dididik cara menggunakan media sosial secara benar. Misalnya, tidak boleh menghujat orang karena bisa terkena pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE. Untuk itu, relawan TIK juga mengundang para pakar hukum untuk menyosialisasikan hal tersebut.

Relawan itu pun pernah menangani sebuah kasus yang mengarah pada trafficking. Yakni, ada sebuah grup sekolah pada Facebook. Group tersebut mengundang siswa SMA untuk bergabung.

Begitu mengonfirmasi permintaan untuk bergabung, siswa disuguhi paparan gambar-gambar pornografi yang hot. ”Diduga grup itu arahnya menjaring siswa untuk trafficking,” sebutnya. Oleh Dispendik Surabaya, Sholeh dkk diminta untuk menyelesaikan kasus tersebut.

Penyelesaian kasus itu tidak dengan menutup grup tersebut. ”Karena percuma. Sebab, satu ditutup, bakal buka ribuan grup semacam itu,” sela Daniel. Para relawan tersebut terjun ke sekolah dan mengedukasi siswa tentang cara bergabung dan menggunakan media sosial dengan benar. Edukasi tidak hanya dilakukan terhadap siswa, tapi juga guru dan orang tua.

”Sekarang ini siapa sih yang bisa membatasi anak untuk mengakses internet. Tiap orang kini pegang smartphone. Edukasi yang kami berikan salah satunya kapan kita bisa menerima invitation,” ungkap Daniel. Sebab, sering kali kasus trafficking berawal dari modus undangan melalui media sosial.

Laki-laki kelahiran 1984 itu mengatakan, untuk mencegah terjebak kasus trafficking, dia menganjurkan para siswa untuk menghindari ajakan bertemu secara face-to-face. Jika bertemu pun, lebih baik mengajak orang yang lebih dewasa. Bukan sebaya. Sebab, bisa jadi keduanya malah menjadi korban.

Menurut dia, untuk bergabung dengan media sosial, syaratnya demikian mudah. Bahkan, anak kecil pun bisa. Karena itu, harus ada regulasi khusus untuk mengatur kembali hal tersebut.

Misalnya, memanfaatkan e-KTP sebagai syarat seseorang bergabung dengan media sosial. Praktis, orang yang bisa bergabung atau mengakses media sosial hanya mereka berusia 17 tahun ke atas. Dengan begitu, untuk bergabung menjadi anggota media sosial, tidak hanya perlu username.

”Ini sangat memungkinkan jika ada kerja sama media sosial dengan Kemendagri. Mungkin itu salah satu gunanya e-KTP nanti. Bisa mencegah kasus trafficking,” ungkap dosen teknik informatika Ubaya itu.

Pada awal 2014, diskominfo dan Dispendik Surabaya meminta mereka untuk menangani sebuah kasus pencabulan. Yakni, dugaan perbuatan asusila yang dilakukan guru terhadap sesama guru di sebuah sekolah.

Tugas tim tersebut adalah membantu untuk membuktikan apakah benar perbuatan itu terjadi atau tidak. Jika benar, rekomendasi dari tim tersebut akan menjadi dasar kebijakan bagi dispendik untuk memberikan sanksi terhadap sekolah. Jika tidak, sebagai dasar kebijakan untuk membantu membersihkan nama baik sekolah tersebut.

"Kasus ini masih diproses polrestabes. Tapi, secara teknis, tugas kami memberi masukan dan menganalisis kasus tersebut,” beber bapak dua anak itu.

Tim tersebut melakukan digital forensik dengan menelusuri jejak siapa yang mem-posting foto ke media sosial. Termasuk melihat foto diambil dari kamera dan software apa. Juga kapan foto itu diunggah ke media sosial.

Sholeh dkk juga pernah dipercaya untuk menganalisis sistem keamanan e-government milik pemkot. Pemkot punya beberapa aplikasi program pemerintahan. Tugas mereka menganalisis dan mencari celah keamanan pada penerapan aplikasi tersebut.

Sebab, tahun lalu web www.surabaya.go.id pernah di-hack orang. Tampilan website tersebut berubah. Dikhawatirkan, ada oknum yang berniat jahat dan memberikan informasi palsu melalui web resmi pemkot itu.

Relawan TIK lalu menganalisisnya dan memberikan rekomendasi terhadap pemkot untuk melakukan perbaikan. ”Yang membentengi sistem keamanan itu tetap pemkot. Kami hanya memberi rekomendasi kalau sistem keamanannya harus diperbaiki,” papar suami Prita Nurfitri Susyanti itu.

Satu lagi tugas penting mereka, yakni, membantu UMKM-UMKM di Surabaya untuk berbisnis online. Tim itu membuatkan web khusus yang di dalamnya menampilkan dagangan para UMKM tersebut.

Lalu, relawan itu juga melatih para pelajar untuk memasarkan dagangan para UMKM tersebut. Para pelajar itu yang mengelola web tersebut. Sementara itu, UMKM memenuhi order dari pelanggan.

”Semua akan mendapat keuntungan dari cara berbisnis online seperti ini. Daripada membuat web sendiri-sendiri, cara ini lebih efektif dan mendatangkan banyak keuntungan,” sebutnya.

Sholeh berharap dirinya dkk bisa berbuat lebih untuk memasarkan segi positif penggunaan internet ke depan. Juga mengedukasi masyarakat sebanyak-banyaknya tentang pemanfaatan dunia maya dengan sebaik-baiknya. (Titik Andriyani/c6/dos)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Berdiri Memohon sebagai Perlambang Kehilangan Hal Besar dalam Hidup


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler