jpnn.com - JAKARTA - Nahdlatul Ulama (NU) melalui musyawarah nasional alim ulama yang digelar beberapa waktu lalu telah memutuskan bahwa pada muktamar ke-33 di Jombang, Agustus nanti tidak akan ada pemungutan suara untuk memilih rais aam syuriah. Sebab, pemilihan posisi tertinggi di PBNU itu akan dilakukan melalui musyawarah mufakat oleh sembilan tokoh atau kiai berpengaruh yang akan duduk di ahlul halli wal aqdi (AHWA).
Gerakan Pemuda (GP) Ansor sebagai badan otonom di bawah NU pun akan mengamankan keputusan munas alim ulama yang derajatnya setingkat di bawah muktamar itu. Pasalnya, kini ada pihak-pihak yang memersoalkan kesepakatan Munas Alim Ulama NU bahwa ketua dewan syura -sebutan lain rais aam syuriah- dipilih melalui musyawarah oleh AHWA.
BACA JUGA: Ini Strategi Marwan Hadapi Potensi Konflik di Wilayah Transmigrasi
Menurut Ketua GP Ansor, Nusron Wahid, pihak yang tidak setuju dengan metode pemilihan rais aam syuriah melalui AHWA itu harusnya adu argumen dengan para kiai berpengaruh di Munas Alim Ulama NU. Ia menegaskan, munas alim ulama itu diikuti 27 dari 34 pengurus wilayah NU (PWNU) dan unsur PBNU seperti dewan tanfidz, dewan syuro, mustasyar, lajnah hingga badan otonom.
“Jadi harusnya tidak ada yang menolak kesepakatan itu dengan mangatasnamakan NU. Kalau ada yang tidak setuju, kenapa tidak hadir dan berargumentasi di depan para suriyah lainnya atau kiai sepuh?” ujar Nusron melalui siaran pers ke JPNN, Kamis (18/6).
BACA JUGA: Alhamdulillah, Usai Buka Puasa Bareng, Puluhan Anak Yatim Dapat Sepeda dari Jokowi
Mantan anggota DPR yang kini dipercaya memimpin Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) itu menambahkan, dewan syuro merupakan pemegang otoritas tertinggi di NU. Sedangkan dewan tanfidz hanya menjadi pelaksana yang menjalankan roda organisasi.
“Jadi tanfidz itu di bwah syuriah. Jangan dibalik, tanfidz mau mengatur syuriah,” tandasnya.
BACA JUGA: Didakwa Terima Suap Proyek Bensin, Mantan Direktur Pertamina Terancam 20 Tahun Bui
Karenanya, GP Ansor akan mengawal keputusan Munas Alim Ulama NU tentang pemilihan rais aam syuriah melalui AHWA. “Kalau kiai-kiai sudah memutuskan untuk jalan mufakat melalui mekanisme AHWA, ya harus kita amankan," tandasnya.
Ansor bahkan sudah menyiapkan 20 kiai ternama untuk duduk di AHWA. Nama-nama yang akan diusung Ansor untuk masuk AHWA antara lain KH Muchit Muzadi dari Jember, KH Tolhah Hasan dari Malang, KH Nawawi Abdul Djalil dari Pasuruan, KH. Anwar Mansur, Lirboyo Kediri, KH Nurul Huda Djazuli dari Ploso Kediri, KH Maemun Zubair dari Rembang, KH Sya'roni Ahmadi dari Kudus, KH Dimyati Rois dari Kendal, Habib Lutfi bin Yahya dari Pekalongan, Sanusi Baco dari Makasar. KH Ma'ruf Amin dari Jakarta, KH Muhtadi Dimyati dari Banten, KH Mahtum Hanan dari Cirebon, Tuan Guru Turmudzi Badrudin dari Lombok,KH Kholilurrahman dari Martapura, KH Mudarris dari Sumatera Selatan, KH Mahmudin Pasaribu dari Sumatera Utara, hingga KH Bagindo Letter dari Sumatera Barat.
Nusron menegaskan, nama-nama yang diusung Ansor untuk duduk di AHWA itu dikenal konsisten dalam membina nahdliyin. “Beliau-beliau ini adalah kiai-kiai sepuh yang tidak lagi diragukan komitmen dan garis lurusnya dalam merawat umat NU," ujarnya.
Untuk diketahui, protes atas keputusan tentang pemilihan rais aam syuriah melalui AHWA itu muncul dari Abd Kadir Makarim, ketua dewan syuro PWNU Nusa Tenggara Barat. Menurutnya, wewenang Munas Alim Ulama NU harusnya menyangkut masalah keagamaan.
Sedangkan untuk persoalan organisasi mestinya dibahas melalui Konferensi Besar NU. Karenanya ia menganggap kesepakatan alim ulama untuk memilih rais aam syuriah melalui AHWA itu merupakan pemaksaan karena harusnya munas diikuti konbes. “Barangkali ini baru pertama kali dilakukan munas oleh PB NU tanpa adanya konbes,” tuturnya.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BNP2TKI Janji Kawal Hak 5 ABK yang Meninggal di Laut Senegal
Redaktur : Tim Redaksi