jpnn.com - SETIAP musisi tentu punya cara unik agar karyanya diakui. Hasilnya, tidak jarang, adalah karya yang gila dan memukau. Itu dilakukan Ivon Maria Pen Pien. Dia meracik senar-senar piano dengan alat makan, bola pingpong, sampai gelang kaki remo. Hasilnya denting piano yang sangat njawani.
Laporan Priska Birahy, Surabaya
BACA JUGA: Ivon Maria Pek Pien, Maestro Pencipta Musik Gandrung dari Piano
Suara-suara serupa gamelan, gong, hingga sitar bersahutan. Nada-nada pentatonik yang khas itu muncul dari sebuah ruangan kecil. Tapi, di ruangan tersebut tidak ada satu pun alat musik Jawa itu. Di sana, ruang latihan milik Ivon Maria Pek Pien tersebut, hanya ada sebuah grand piano.
"Yang saya mainkan tadi adalah Gandrung Variation," kata Ivon, maestro piano yang baru saja menggelar Spectacular Music Show di Swiss-Belinn Hotel Surabaya, 29 November.
BACA JUGA: Menyulap Tulang dan Kulit Ikan Jadi Kerajinan Tangan
Kala itu dia mengiringi gandrung, tarian ritmis dan ’’mistis’’ khas Banyuwangi. Ya, irama khas itu memang muncul dari tuts-tuts piano yang dimainkan Ivon. Dia memang menggabungkan beberapa benda nonmusikal dengan piano. Istilahnya adalah prepared piano.
Memang, melihat piano Ivon, siapa pun bisa jadi terperangah. Di alat musik tersebut ada sejumlah barang yang tersebar di sound board. Itu adalah tempat senar-senar piano berjalin.
BACA JUGA: Mengenal Yohanes Handoko, Guru Les Bahasa Inggris Joko Widodo
Biasanya, kotak tersebut begitu "sakral". Tidak sembarangan orang bisa menyentuhnya. Kalau diutek-utek serampangan, suara piano bakal mbliyut, fals, dan bikin risi kuping.
Namun, Ivon meletakkan berbagai barang di situ. Ada sendok, garpu, kertas kosong, bola pingpong, gelang kaki penari remo, hingga kaleng makanan ringan.
Eh, tapi jangan salah. Benda-benda itu tidak begitu saja ditaruh di atas senar piano. Penataannya secara khusus. Tujuannya menghasilkan suara-suara magis untuk mengiringi tarian gandrung.
Mulai bermain musik sejak berusia 12 tahun, Ivon bertekad selalu menyajikan hal baru. Berkat kegigihannya pula, Ivon rela tidak tidur malam selama tiga hari. Dia ingin menciptakan tone (warna) dan tune (tinggi-rendah) nada piano agar pas untuk mengiringi tari gandrung.
"Wah, saya cari barang-barang yang pas. Harus juga menyetem ulang piano. Susah banget. Tidur hanya sejam-dua jam,’’ kata perempuan yang pernah berkolaborasi dengan Dr Subramaniam, komposer lagu Mahabharata, di Selandia Baru itu.
Sejatinya, Ivon sudah membuktikan bahwa piano tidak hanya cocok untuk musik klasik. Perempuan yang juga jago main gamelan dan drum itu kerap menggubah piano untuk komposisi yang unik. Sejatinya, peralatan makan dan bola pingpong tersebut sering dipakainya sejak 2005.
Ide untuk menciptakan musik gandrung dari piano baru tercetus tahun lalu. Kala itu dia ditantang seorang anggota Dewan Kesenian Jawa Timur untuk mengolaborasikan gandrung dengan piano.
Pianis yang pernah tampil di Markas PBB, New York, itu pun tertantang. Berbekal beberapa alat yang sudah dipelajarinya, perempuan kelahiran 16 Juli 1966 tersebut menambah komponen lain pada pianonya.
Ivon yang memang keturunan Rogojampi, Banyuwangi, lantas mengatur gelang kaki yang dipenuhi lonceng-lonceng itu pada senar piano. Begitu juga barang-barang lain.
Nah, itulah keunikannya. Nada piano yang sempurna justru dibuat melenceng dan sedikit mengsle.
”Kalau didengar, jadinya sedikit fals. Tapi, itu supaya bunyinya sama dengan gamelan,” ujar perempuan yang bakal tampil di Gedung Kesenian Jakarta pada Februari 2015 tersebut.
Dibantu seorang asisten, satu per satu tuts pianonya diatur ulang. Ya, 52 tuts putih dan 36 tuts hitam disesuaikan dengan beberapa benda yang sudah ditata di senar. Salah sedikit harus diulang. Dibutuhkan ketelitian dan kesabaran super untuk menaklukkan 88 nada diatonik itu menjadi punya warna pentatonik.
"Kudu pas dan pelan-pelan aturnya,” papar pemilik Wisma Musik Galaksi itu.
Selain itu, frekuensi getar senar piano disesuaikan agar menghasilkan suara khas gamelan. Begitu pula struktur sound board yang terdiri atas empat kamar. Semuanya diatur untuk menghasilkan bunyi ’’aneh’’.
Misalnya, pada kamar nada rendah, tempat senar dari tuts sebelah kiri. Senar tersebut diberi sendok dan garpu. Kamar kedua diisi kaleng makanan dan lembaran kertas kosong. Cara kerjanya, tekanan di tuts piano akan menimbulkan getaran senar. Senar itulah yang akan menggoyang benda-benda yang sudah diatur Ivon tersebut.
Suara yang dihasilkan pun cenderung mengagetkan. Kadang muncul nada serupa desis dan gesekan seperti petikan sitar. Persis nada-nada untuk mengiringi bidadari India di tepi Sungai Gangga.
Di tengah-tengah permainan, ibu satu anak itu juga memukul bodi piano untuk menirukan suara gendang.
”Waktu tampil, orang pada heran. Soalnya, enggak ada sitar, tapi kok ada suaranya,” akunya, lantas tertawa mengingat kejadian tersebut.
Setelah sukses mengutak-atik piano, dia lantas membunyikan tuts-tutsnya secara bersamaan. Saat memejamkan mata, siapa pun pasti mengira ada puluhan alat musik lengkap dengan sinden nan ayu di dalam kotak piano itu.
Maka, pada Sabtu malam (29/11) itu, serasa ada kenong, orkes gamelan, flute bambu, gender, gong, kendang, dan sitar yang terdengar mengalun indah. Keunikan tersebut ditampilkan Ivon bersama empat penari gandrung dari Universitas Negeri Surabaya dan seorang penabuh kendang dari Banyuwangi.
Ya, hanya ada dua alat musik yang tampil malam itu. Namun, ratusan penonton terhipnotis dengan atmosfer musik tarian gandrung tersebut. Terlebih saat dipadukan dengan empat penari jelita yang asyik berlenggak-lenggok memutar kipas di atas panggung. (*/c6/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Programer Musik Bandung Mengeruk Untung lewat Software
Redaktur : Tim Redaksi