Kaya Rp 2,5 Juta, Miskin Bisa Gratis

''Uang Transpor'' Nikah di Luar KUA Kembali Diperdebatkan

Sabtu, 07 Desember 2013 – 16:16 WIB

jpnn.com - PADANG - Setelah enam bulan mereda, polemik seputar gratifikasi di kantor urusan agama (KUA) kembali memanas. Pemberian uang transportasi kepada petugas KUA yang menikahkan calon mempelai di luar kantor KUA atau di luar jam kerja kembali dipersoalkan.

Kontroversi itu muncul lantaran tidak adanya regulasi yang mengatur biaya menikah. Selain itu, tidak ada larangan tegas mengenai pungutan biaya pencatatan nikah di luar jam kerja dan di luar kantor KUA. Revisi Peraturan Menteri Agama Nomor 11/2007 dinilai sebagai solusi untuk mengantisipasi gratifikasi di lingkup Kementerian Agama tersebut.

BACA JUGA: Tim Gabungan Bongkar Ruko Esek - Esek

Menurut informasi yang diperoleh Padang Ekspres (JPNN Group), di sejumlah kantor KUA di Padang, Sumatera Barat (Sumbar), mempelai biasanya mengeluarkan Rp 100 ribu hingga Rp 2,5 juta untuk prosesi akad nikah di luar KUA. Pihak KUA menetapkan besaran biaya yang harus dibayar itu bergantung pada kesanggupan keluarga mempelai.

Inspektorat Kementerian Agama pernah merilis potensi korupsi dalam penyelenggaraan nikah di semua wilayah akhir tahun lalu. Nilai korupsi tersebut diperkirakan mencapai triliunan rupiah dalam setahun.

BACA JUGA: Susuri Sungai, Temukan 20 Ton Bawang

Dalam catatan inspektorat, ada 2,5 juta hajatan nikah setiap tahun. Jika setiap mempelai dipungut rata-rata Rp 500 ribu, totalnya Rp 1,2 triliun. Padahal, inspektorat memperkirakan bahwa pungutan biaya nikah jauh lebih besar. Sebab, ada penghulu yang memungut biaya nikah sampai Rp 3 juta.

"Bagi masyarakat, itu tidak masalah. Biaya nikah dirasa tinggi karena digabungkan dengan biaya adminstrasi lain," jelas Kepala Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Sumbar Syahrul Wirda.

BACA JUGA: PLN Berang, Walikota Balik Meradang

Biaya administrasi lain yang dimaksud adalah ongkos pengurusan blangko N1, N2, N3, N4, atau N6 di kantor wali nagari. Selain itu, uang transportasi yang dikeluarkan untuk transportasi mamak yang mengurus dianggap biaya nikah. Dana untuk saksi dan mahar kadang juga dianggap biaya nikah. Terakhir, uang jalan yang diberikan kepada penghulu bila mempelai menikah di luar kantor KUA.

Kecenderungan warga untuk menikah di luar kantor KUA, misalnya di rumah atau masjid, memang jauh lebih besar daripada menikah di kantor KUA. Nasarudin, kepala KUA Kuranji, menerangkan bahwa 90 persen mempelai meminta untuk menikah di rumah. Hanya 10 persen yang bersedia menikah di kantor KUA. "Jika yang menikah 100 pasangan, 90 di antaranya meminta di rumah," tuturnya.

Sebanyak 10 persen mempelai yang mau menikah di kantor KUA itu, lanjut di, biasanya juga terpaksa. Misalnya disebabkan kondisi rumah yang tidak memungkinkan. Kecenderungan menikah di rumah biasanya juga berkaitan dengan kesepakatan saat pinangan dan adat. ''Ada juga yang beralasan banyak tamu yang hadir,'' terangnya.

Kepala KUA Kecamatan Lubukbegalung Yasril menegaskan, KUA akan diprotes keluarga mempelai jika mengharuskan melaksanakan akad nikah di kantor KUA pada jam kerja. "Sebab, jauh-jauh hari mereka sudah menetapkan tempat akad nikah," paparnya.

Yasril menuturkan, tidak ada patokan untuk uang yang diberikan kepada penghulu. Penghulu baru mengetahui jumlah uang yang diberikan keluarga mempelai setelah meninggalkan lokasi pernikahan.

Berdasar hasil penelusuran, uang transportasi untuk penghulu yang menikahkan mempelai di luar kantor KUA bisa mencapai Rp 2,5 juta bagi keluarga mampu. Bila kondisi ekonomi mempelai lemah, tidak memberi pun tidak masalah. Bahkan, ada mempelai yang biaya administrasinya digratiskan.

Namun, di pasal itu ada ayat yang menyebutkan, atas permintaan calon pengantin dan atas persetujuan PPN, akad nikah dapat dilaksanakan di luar KUA. Kalimat kesepakatan itulah yang dituding rawan dimanfaatkan untuk menarik uang dari masyarakat.

Kepala Ombudsman Sumbar Yunafri menuturkan, harus ada penegasan dan pengawasan dari pimpinan mengenai tata kelola keuangan negara tersebut. Sebab, apa pun bentuknya, pemberian itu tetap muncul karena jabatan publik yang disandang. "Hal tersebut jelas memberikan peluang untuk mencuri kesempatan dari jabatan sebagai pelayan publik,'' ucapnya. (d/c18/soe)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 1.000 Baliho Caleg Langgar Aturan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler