KD Menghitung Gaji

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Kamis, 16 September 2021 – 23:28 WIB
Krisdayanti. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com - Krisdayanti alias KD viral lagi. Kali ini bukan karena lagunya, tetapi karena gaji dan penghasilannya sebagai anggota DPR RI.

Masyarakat baru 'ngeh' sekarang, ternyata pendapatan anggota DPR gede banget, sampai ratusan juta setiap bulan.

BACA JUGA: Heboh Soal Gaji Krisdayanti, Dasco: Semua Bisa Dilihat di Website DPR 

Kalau dahulu KD Menghitung Hari, sekarang KD Menghitung Gaji.

KD sang diva pop sekarang bertransformasi menjadi KD sang politisi. Dahulu Krisdayanti tampil di panggung hiburan, sekarang dia tampil di panggung politik.

BACA JUGA: Heboh Dana Reses Anggota DPR Rp450 Juta, Krisdayanti Beri Penjelasan

Dua panggung itu sebenarnya rada mirip, karena dua-duanya adalah panggung dramaturgi.

Dalam dramaturgi politik ada panggung depan (front stage), dan ada panggung belakang (black stage).

BACA JUGA: Krisdayanti Blak-blakan soal Gajinya di DPR, Ternyata Sebegini

Dalam panggung showbiz juga ada panggung depan dan panggung belakang. Panggung depan penuh dengan spotlight yang gemerlap, panggung belakang adalah panggung realitas yang tidak segemerlap panggung show-biz.

Di panggung depan politik, tidak semua hal harus diungkapkan secara terbuka. Malah bagi politisi, panggung depan itu benar-benar panggung show biz untuk pencitraan. Simulakrum politik dipamerkan di panggung depan. Tidak semua realitas boleh ditampilkan di panggung depan.

Malah, lebih sering terjadi realitas panggung depan bertolak belakang dengan panggung belakang.

Sebagai politisi anyaran KD tidak paham soal itu. Dia polos saja menceritakan rahasia panggung belakang.

Dalam sebuah wawancara dengan Akbar Faizal di kanal Youtube ‘’Akbar Faizal Uncensored’’ KD bercerita mengenai jumlah penghasilannya setiap bulan sebagai anggota DPR.

Setiap tanggal satu KD mendapat transfer Rp 16 juta. Lalu tanggal lima, rekeningnya akan mendapat transfer lagi sebesar Rp 59 juta. Lalu ada lagi uang Rp 450 juta yang masuk ke rekeningnya sebagai uang aspirasi.

Uang aspirasi ini masuk setiap dua setengah bulan. Jadi, dalam setahun dia menerima lima kali uang aspirasi, totalnya Rp 2,25 miliar.

Masih ada lagi. Setiap satu setengah bulan ada transfer dana reses sebesar Rp 140 juta. Dalam setahun KD menerima dana reses sebesar Rp 1,12 miliar.

Itu belum semua. Masih ada uang sidang, uang kunjungan kerja, uang kredit mobil, uang perawatan rumah, dan masih banyak lagi. KD tidak hafal detail uang transfer itu. Bahkan dia bingung membedakan gaji pokok dan tunjangan.

Sebenarnya informasi yang diungkap KD ini bukan info baru. Tidak ada yang rahasia di dalamnya. Informasi itu bisa didapat dari Sekretariat DPR dengan mudah.

Ssetiap wartawan seharusnya bisa mendapatkan informasi itu, karena hal itu bukan rahasia. Anggota DPR dibayar dengan pajak rakyat, karena itu rakyat berhak tahu detail penghasilan para wakilnya.

Gaji anggota DPR dan pejabat negara bukan rahasia negara, dan karena itu harus dilaporkan secara berkala kepada Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), dan dipublikasikan kepada masyarakat sebagai bagian dari akuntabilitas publik.

Informasi yang diungkap KD menjadi heboh karena publik kaget, ternyata besar sekali penghasilan resmi seorang anggota DPR RI.

Beberapa waktu yang lalu KPK mengumumkan bahwa banyak anggota DPR yang tidak membuat laporan kekayaan tahunan. Banyak anggota DPR yang merasa keberatan hartanya dipelototi masyarakat, padahal dia mendapatkan semua hartanya itu dari pajak rakyat.

Pendapatan yang sudah gede seperti yang didapat KD itu adalah pendapatan resmi. Masih banyak sumber pendapatan tidak resmi para anggota DPR yang didapat secara legal maupun ilegal.

Memainkan anggaran dan menjadi makelar proyek pembangunan adalah salah satu sumber ilegal itu. Banyak anggota DPR yang dicokok KPK karena menjadi makelar proyek atau mengentit anggaran negara.

Kasus yang menimpa Setya Novanto menjadi salah satu bukti bagaimana modus DPR dalam menggarong uang rakyat. Setya Novanto adalah Ketua DPR ketika terbukti melakukan kongkalikong menggarong proyek KTP elektronik dengan anggaran triliunan rupiah.

KD adalah politisi polos. Jelas sekali dia senang dan menikmati status barunya sebagai anggota DPR. Meskipun berstatus sebagai selebritas pop papan atas, penghasilannya dalam sebulan tidak bakal bisa melebihi penghasilannya sebagai anggota DPR.

Para selebritas Indonesia yang rata-rata masih mengandalkan penghasilan dari panggung, tentu penghasilannya jauh di bawah anggota DPR.

Karena itu wajar kalau banyak selebritas yang hijrah ke politik. Wajar juga kalau panggung politik kemudian menjadi semacam lompatan karier bagi para selebritas.

Keterkenalan para selebritas itu menggoda partai politik yang kemudian tertarik merekrut mereka menjadi vote getter, pengumpul suara.

KD berangkat dari PDIP dari dapil Malang, Jawa Timur. Ia dengan mudah melenggang ke Senayan, karena Malang adalah daerah kelahiran KD, dan PDIP mempunyai pendukung yang fanatik di wilayah itu.

PDIP bukan satu-satunya partai yang menjadikan selebritas sebagai pemanis dan penarik suara. Hampir semua partai memakai selebritas untuk menarik massa.

Dahulu Partai Amanat Nasional (PAN) dikenal sebagai yang paling banyak menarik artis untuk menjadi caleg. Saking banyaknya, sampai PAN dipelesetkan menjadi ‘’Partai Artis Nasional’’.

Langkah PAN ini sekarang ditiru banyak partai lain. Para artis itu pun menjadi rebutan, dan banyak yang pasang tarif untuk gabung ke satu parpol. Para artis itu banyak yang menjadi kutu loncat dan berpindah ke partai yang berani membayar paling tinggi.

Nama besar dan keterkenalan saja tidak cukup bagi seorang selebritas. Banyak yang punya nama besar, tetapi tidak berhasil.

Komedian Eko Patrio termasuk yang sukses karena punya bakat politik yang lumayan. Awalnya ia menjadi anggota DPR dari PAN melalui dapil Nganjuk, kampung halamannya. Pada pemilu 2019 Eko digeser ke dapil DKI, dan tetap bisa memenangi kursi DPR RI.

Posisi Eko yang kosong di Nganjuk diisi oleh artis Denada, tetapi ternyata gagal mendapatkan kursi. Ini menjadi bukti bahwa keterkenalan saja tidak cukup.

Perlu kerja keras dan modal. Eko Patrio punya syarat-syarat itu. Dia sekarang dipercaya menjadi ketua PAN DKI, dan Eko berhasil meningkatkan perolehan kursi PAN di DPR DKI secara signifikan.

Ada juga artis yang gagal, tetapi kemudian dikatrol oleh partainya. Penyanyi Mulan Jameela gagal mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI dari dapil Jawa Barat mewakili Partai Gerindra.

Suaranya tidak cukup dan gagal melenggang ke Senayan. Namun, campur tangan pimpinan partai akhirnya membuat Mulan bisa menjadi anggota DPR, menggeser pemenang yang memperoleh suara lebih banyak darinya.

Mulan bersama KD sekarang menjadi selebritas Senayan. Mirip dengan KD, Mulan juga mengalami culture shock. Di awal-awal masa kedewanannya Mulan ditegur karena dianggap meng-endorse sebuah produk komersial di media sosial. Mulan lupa bahwa dia politisi bukan penyanyi.

Tidak semua penyanyi pintar menyanyi ketika sudah menjadi anggota DPR. Umumnya malah para penyanyi itu lebih banyak diam di DPR.

Fungsinya sebagai penyanyi diambil alih oleh para penyanyi politik yang sering muncul berdebat di berbagai platform media.

Para politisi yang suka berkomentar—benar atau salah—disebut sebagai politisi vokal, dan dijuluki sebagai ‘’Vokalis Senayan’’.

Para Vokalis Senayan itu selalu rajin berbicara mengenai ‘’pendapatnya’’. Namun, dia pasti menghindar ketika disuruh bicara mengenai ‘’pendapatannya’’. (*)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur : Adek
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler