Ke Desa Purbayani di Garut yang Dihuni Ratusan Anggota NII

Pernah Mengubah Arah Kiblat dari Barat ke Timur

Kamis, 28 April 2011 – 08:18 WIB

Nama Negara Islam Indonesia (NII) kembali muncul ke permukaanItu terjadi setelah ada sejumlah mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi yang mengaku telah direkrut bahkan dicuci otak oleh aktivis organisasi itu

BACA JUGA: Ketika SBY Resmi Melamar Putri Hatta Rajasa untuk Ibas

Di Garut, ada sebuah desa yang dihuni para pengikut NII
Adakah kaitannya?

 M.HILMI SETIAWAN, Garut

DESA itu bernama Purbayani, terletak di Kecamatan Caringin, Kabupaten Garut

BACA JUGA: Kasus Antasari Muncul Lagi, Keluarga Kian Kompak Mendampingi

Jarak desa tersebut dari pusat kota kabupaten sekitar 107 kilometer
Untuk sampai di desa itu, kita harus melewati jalan pegunungan yang meliuk-liuk yang lebarnya sekitar empat meter

BACA JUGA: Zumi-Zola, Selebritis yang Baru Dua Pekan Menjadi Bupati di Jambi

Di beberapa titik jalan, tikungan cukup tajam dan menukik curamTitik-titik lainnya sangat menanjak.
 
Ketika nama NII mencuat ke permukaan, Desa Purbayani sering dikait-kaitkan"Di sini tinggal 30 KK (kepala keluarga) anggota komunitas NII," kata Kepala Desa Purbayani Heryanto kepada Jawa Pos.

Dengan jumlah anggota yang relatif besar itu, Purbayani disebut sebagai basis NII untuk wilayah Garut SelatanTokoh NII yang membawahkan wilayah Garut Selatan tersebut adalah H IriYang bertindak sebagai wakil adalah Memed dan pelaksana harian adalah Wowo Wahyudin.

Ketika Jawa Pos berkunjung ke desa itu, tempat tinggal anggota komunitas NII berjarak sekitar lima kilometer di sisi utara kantor balai Desa PurbayaniSekilas secara fisik rumah-rumah tersebut tidak berbeda jauh dari rumah warga lainnyaBahkan rumah yang dihuni Iri, orang yang ditokohkan di kalangan komunitas NII, tampak sangat sederhana.

Meski disebut komunitas, pengikut NII di desa tersebut tidak tinggal dalam satu lokasiJika ada yang berkumpul, bisa dipastikan mereka masih sekeluarga.

Saat berkunjung ke rumah Iri, suasana terlihat sepiTidak tampak aktivitas apa punHanya terdengar lirih sebuah alunan musik dengan lirik bahasa Sunda"Mari masuk," tutur Iri dalam bahasa Sunda.

Pria kelahiran 1922 itu menyatakan menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hariMeski begitu, pria yang masih tekun menyambangi sawahnya tersebut bisa berbahasa Indonesia, walau sedikit.

Sosok Iri tidak berbeda dari orang-orang yang sudah renta lainnyaRambutnya sudah memutih totalDengan sebatang rokok yang terselip di antara jari telunjuk dan jari tengah, dia mulai bercerita tentang komunitas NII di Desa Purbayani.

Merasa kurang mantap, dia lalu memanggil Tasdik Thabrani, cucunya yang bisa berbahasa Indonesia, untuk mengobrol bersama sekaligus menjadi penerjemah"Supaya nyambung dan tidak salah paham," ujar bapak lima anak itu.

Iri menuturkan, pengikut NII di desanya ada sejak deklarasi NII pada 7 Agustus 1949Tapi, saat itu jumlahnya masih belum begitu besarSelanjutnya, dalam perkembangannya, sekitar 1980, jumlah pengikut NII di Desa Purbayani terus meningkat.

Saat itu persebaran pengikut NII masih sebatas pada masing-masing keluargaSesekali juga sempat mengajak tetangga kanan-kiri untuk bergabung menjadi pengikut NIIIri menceritakan, saat itu masih belum ada pergolakan seperti saat ini terhadap organisasi NIIJadi, dia dan beberapa rekan lainnya merasa lebih leluasa.

Sekarang jumlah pengikut NII di Desa Purbayani tercatat 30 KK dengan jumlah jiwa 120-an orangIri menegaskan, selama ini belum pernah terjadi pertentangan yang sangat keras antara anggota komuntias NII dan warga sekitar"Kami rukun, tidak saling sikut," tegasnyaIri sangat tidak ingin dimusuhi atau mencari musuh.
 
Dalam perjalanannya, memang sempat tercatat ketegangan antara komuntias NII dan warga serta aparat pemerintahan desaTapi, tidak sampai terjadi bentrokan fisikPertentangan yang sempat terekam, antara lain, ketika mereka menolak untuk mencontreng dalam Pemilu Presiden 2009.

Penolakan tersebut tertuang dalam secarik surat pernyataan sikapDalam surat yang terdiri atas tiga poin pernyataan itu, ditegaskan bahwa mereka tinggal di Negara Islam IndonesiaKarena itu, mereka tidak mau ikut dalam pilpresMereka juga menyebut imam NII, yaitu Drs Sensen Komara Bakar MisbahSang imam bahkan menyerukan akan berperang jika tetap dipaksa untuk mencontreng dalam pilpres.

Sensen adalah ahli waris takhta imam NII dari ayahnya yang bernama Bakar MisbahSebelum Bakar Misbah, imam NII dijabat Jaja SujadiJaja menerima gelar imam sepeninggal Sekarmadji Maridjan (S.M.) Kartosuwirjo, sang proklamator NII.

Menanggapi pengalaman getir tersebut, Iri menjelaskan, sebagai penganut, dirinya tidak bisa mengingkari setiap instruksi imamDia menuturkan, saat itu sang imam memang berpesan bahwa seluruh anggota NII dilarang ikut pilpres.

Bagaimana dengan Pilpres 2014 nanti? Iri belum bisa menentukan sikap"Kami siap berpartisipasi jika ada instruksi dari imam," ujarnyaJika Sensen memperbolehkan pengikut NII untuk mencoblos atau mencontreng, Iri siap mengoordinasi seluruh anggota komuntias NII untuk berbondong-bondong ke TPS (tempat pemungutan suara).
 
Hubungan komunitas NII dengan warga setempat sempat kembali memanas ketika seluruh anggota komunitas NII itu pernah mengubah arah kiblat salat dari barat ke timurMenurut Iri, perubahan arah kiblat tersebut dilakukan sekitar dua tahun"Sekitar dua bulan lalu kembali lagi ke barat," terangnya.

Menurut versi pengikut NII, perubahan arah kiblat tersebut merupakan instruksi SensenPerubahan arah itu disebut sebagai sunah Nabi MuhammadIri mengungkapkan, nabi pernah mengubah arah kiblat dari utara ke selatan dan kembali lagi ke utara"Juga sama-sama dua tahun," jelasnya.

Perubahan arah kiblat itu membuat warga sekitar merasa cemasKepala Desa Heryanto menyatakan, kala itu warga sempat resahTapi, pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena perilaku salat yang berbeda tersebut dilakukan hanya dalam komunitas NII"Tidak disyiarkanJadi, kami tidak bisa menindak," tutur Heryanto.

Iri menuturkan, aktivitas komuntiasnya tidak berbeda jauh dari keseharian warga lainnyaDi antaranya, berkebun, bertani, dan berternak ikan masSelain itu, kata dia, setiap ada instruksi kerja bakti dari desa, komunitasnya tidak pernah membelot"Kerja bakti membersihkan jalan, kami juga ikut," tegasnya.

Dia menuturkan, aktivitas NII sejatinya adalah penyelamatan umatTidak benar jika NII sering disebut bertindak anarkis atau merekrut orang-orang lalu menguras harta bendanyaIri menegaskan, haram hukumnya bermusuhan dengan sesama makhluk ciptaan Allah.

Gerakan NII yang dulu identik dengan pemberontakan dan peperangan, tegas dia, sudah tidak bisa diterapkan untuk saat iniPeperangan yang dilakukan tentara Kartosuwirjo dulu adalah upaya untuk menyelamatkan negara"Sekarang bangsa ini sudah selamatJadi, tidak perlu berperang," katanya.

Selain bekerja, anggota komunitas NII tidak melupakan rutinitas keagamaanSampai saat ini, anggota komunitas NII di Desa Purbayani masih melestarikan pengajian setiap Jumat malam.

Materi pengajian tersebut sebelumnya didapat dari pengajian di pusat NII di Universitas Babakan Cipari (UBC), Desa Cipare, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut, yang diadakan setiap Kamis malamDalam pengajian di pusat NII itu, penceramahnya adalah Sensen.

Saat ini penyampai materi pengajian dari NII pusat ke komunitas NII di Desa Purbayani adalah Tasdik yang tidak lain merupakan cucu IriPemuda 23 tahun tersebut menggantikan peran Wowo Wahyudin yang divonis penjara tiga tahun oleh PN Garut karena terbukti bersalah dalam kasus penistaan agama tahun lalu

Sebagai penceramah muda, Tasdik mengaku sempat merasa tegang ketika harus memberikan siraman rohani kepada seluruh anggota komunitas NIINamun, setelah dua bulanan menjalani peran sebagai penyampai pengajian, dia kini sudah lancar berceramah.

Lokasi yang dipilih untuk pengajian tersebut adalah kediaman IriRumah seukuran hunian tipe 36 itu seluruhnya terbuat dari kayu"Alhamdulillah cukup," kata TasdikDia mengungkapkan, anggota komunitas lebih suka menyebut mimbar pengajian itu sebagai ajang silaturahmi.
 
Menyikapi kasus perekrutan yang diduga dilakukan anggota NII di beberapa perguruan tinggi, Tasdik menegaskan bahwa itu tidak benarSebab, selama mengikuti ceramah imam Sensen, dirinya belum pernah mendengar instruksi untuk merekrutApalagi perekrutan dengan didasari motivasi menguras harta benda"Hubungan kami dengan imam adalah sami'na wa atha'na (mendengar dan mengikuti, Red)," tegas Tasdik(c5/kum)


BACA ARTIKEL LAINNYA... Merayakan Jumat Agung, Hari Wafat Yesus Kristus, di Jalanan London


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler